Mohon tunggu...
zuhdi ilham nadjir
zuhdi ilham nadjir Mohon Tunggu... Penulis - buruh tulis

cuman buruh tulis yang hoby filsafat dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hut RI 79 dan Realitas Pendidikan Tinggi di Indonesia

17 Agustus 2024   23:16 Diperbarui: 17 Agustus 2024   23:23 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79! pada hari yang bersejarah ini, kita merayakan pencapaian dan perjalanan bangsa kita. Tapi kita tak bisa mengabaikan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan tinggi. Sejak kemerdekaan, kita telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan, terutama dalam sektor pendidikan. 

Kampus-kampus ternama di tanah air telah melahirkan ribuan lulusan dengan potensi besar. apakah kemerdekaan dan perkembangan yang kita rayakan juga tercermin dalam kualitas kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka? mari kita renungkan bersama bagaimana perjalanan pendidikan tinggi di Indonesia masih menyisakan pekerjaan rumah besar yang perlu diatasi.. 

Hari ini, di seluruh penjuru Indonesia, ribuan anak-anak muda lulus dari kampus-kampus ternama seperti UI, UGM, ITB, dan lainnya dengan gelar cum laude, IPK tinggi, dan harapan besar. Namun, apa yang terjadi setelah mereka menerima ijazah dan berpisah dengan kehidupan kampus? 

Banyak dari mereka terjebak dalam lingkaran pengangguran yang tak kunjung berakhir, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, tanpa pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan usaha mereka. Dan jika kamu merasa sendiri dalam situasi ini, tenang saja, kamu tidak sendirian. Banyak yang merasakan hal yang sama.

Ada juga yang akhirnya mendapatkan pekerjaan, tapi sayangnya, pekerjaan itu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Mereka menjadi buruh, atau pegawai yang digaji jauh di bawah UMP. 

Ironis, mengingat usaha dan biaya yang telah dikeluarkan selama bertahun-tahun menimba ilmu di universitas terkemuka. Tapi sekali lagi, jangan merasa kecil hati, karena ini juga dialami banyak orang lainnya.

Memang ada beberapa anak muda yang lulus, langsung mendapatkan pekerjaan bagus dengan gaji tinggi, dan mulai meniti karir yang cemerlang. Namun, realitasnya, mereka adalah minoritas. Kebanyakan dari kita, sayangnya, tidak seberuntung mereka.

Indonesia, sebagai negara, sedang menghadapi masalah serius dalam hal ini. Saat anak-anak dari kelas menengah susah payah menyelesaikan kuliah dengan biaya UKT yang tinggi, lalu harus menghadapi kenyataan bahwa pekerjaan sulit didapatkan atau hanya menerima gaji yang tak sebanding dengan investasi pendidikan mereka, ada yang salah di sini.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana. Pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 5% per tahun ternyata tidak cukup untuk menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas. Yang lebih parah, pertumbuhan ekonomi ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok atas, pemilik modal, dan golongan elit. 

Pendapatan per kapita mungkin naik, tapi kenaikan itu tidak dirasakan oleh mayoritas. Di banyak daerah, UMP masih berkutat di angka 2-3 juta per bulan, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Dalam 20 tahun terakhir, negara kita seolah-olah terjebak di tempat yang sama. Sementara negara-negara tetangga kita terus maju dengan gaji puluhan juta per bulan dan pendapatan per kapita yang terus meningkat, kita tertinggal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun