Pada era digital ini, harapan bahwa internet akan menjadi jendela terbuka menuju pengetahuan telah terkubur di bawah hingar-bingar informasi yang tak teratur. Di tengah genangan besar kebodohan, kemalasan, dan intoleransi, kebenaran seringkali tenggelam dalam lautan kekacauan informasi yang tidak terverifikasi. Seiring dengan meningkatnya jumlah konten yang diproduksi secara cepat dan tanpa filter, sulit bagi individu untuk memilah informasi yang dapat diandalkan dari yang tidak.Â
Hal ini menghasilkan situasi di mana disinformasi dan pandangan sempit mendominasi ruang digital, meredupkan harapan akan akses terhadap pengetahuan yang merata dan objektif. Tak hanya itu, internet juga telah menjadi medan pertempuran ideologi, di mana kepercayaan takhayul dan filosofi politik beradu untuk mendominasi ruang publik. Dibawah jubah surveilans politik, kebebasan berpendapat pun terasa semakin terkekang. Dalam lingkungan yang semakin terkotak-kotak oleh algoritma dan filter bubble, pandangan yang berbeda sering kali diabaikan atau bahkan disaring sepenuhnya, menyisakan ruang bagi penguatan echo chamber dan polarisasi opini. Hal ini tidak hanya mengancam pluralitas ide dan dialog yang sehat, tetapi juga mengakibatkan terbatasnya pemahaman akan isu-isu sosial dan politik yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini.
Meskipun begitu, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya internet atas segala kerugian ini. Bahkan, kita perlu mengakui bahwa kehadiran internet juga membawa manfaat besar dalam hal konektivitas global dan akses terhadap informasi yang sebelumnya sulit dijangkau. Internet telah menghubungkan jutaan orang di seluruh dunia, memungkinkan pertukaran ide, budaya, dan pengetahuan secara instan.Â
Ini telah memberi suara kepada individu yang sebelumnya tidak terdengar, memberikan platform bagi gerakan sosial dan politik yang memperjuangkan perubahan positif. Selain itu, internet juga menjadi sumber inspirasi bagi inovasi dan kolaborasi lintas batas yang menghasilkan solusi untuk tantangan global. Kita harus mengakui pula bahwa internet bukanlah entitas yang sepenuhnya negatif, tetapi merupakan alat yang memiliki potensi besar tergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya.
Namun, dalam kegemparan informasi digital, penting untuk mengingat bahwa buku masih memegang peran yang tak tergantikan dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan.Â
Buku adalah lebih dari sekadar kumpulan halaman-halaman kertas; mereka adalah pintu gerbang menuju pemahaman yang mendalam. Dengan merenung di antara baris-baris kata yang dipilih dengan cermat oleh penulis, pembaca diundang untuk membenamkan diri dalam kontemplasi yang tenang dan fokus.Â
Buku juga menawarkan keintiman yang sulit dicapai dalam dunia digital yang serba terbuka. Ketika memegang buku di tangan, pembaca dapat merasakan bobotnya, mencium aroma halamannya, dan merasakan sentuhan kertas di ujung jari mereka.Â
Ini adalah pengalaman multisensori yang tidak dapat disamai oleh layar gadget. Oleh karena itu, buku bukan hanya alat untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga sarana untuk merasakan kehadiran diri yang mendalam.
Buku tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga memicu refleksi pada pembacanya. Dengan memegang buku di tangan dan meresapi setiap halamannya, kita terlibat dalam proses belajar yang lebih dalam dan berkesan.Â
Ketika kita membenamkan diri dalam cerita yang disajikan oleh buku, kita tidak hanya mengakumulasi fakta, tetapi juga merenungkan makna yang lebih dalam dari pengalaman yang diceritakan.Â