Dalam era di mana informasi melesat dengan cepat melalui berbagai saluran digital, wacana mengenai Perpres Jurnalisme Berkualitas menjadi sorotan yang mendalam. Tidak dapat disangkal bahwa keberagaman platform media dan berita telah mengubah wajah informasi modern. Tetapi bagaimana jika kita mempertimbangkan kembali memusatkan kekuasaan dalam media arus-utama, mengabaikan kontribusi konten media sosial?
Berbicara mengenai upaya meredam potensi hoaks dan membatasi konten yang memecah belah persatuan adalah langkah yang terdengar bijak. Namun, dalam perjalanan memahami rancangan perpres ini, kita tidak boleh mengabaikan risiko kontroversial yang dapat muncul. Salah satunya adalah potensi menghambat kreativitas dan inovasi di kalangan kreator konten.
Perlu diakui bahwa pembatasan ini adalah upaya untuk menjaga integritas informasi, tetapi juga harus diimbangi dengan hak atas kebebasan berpendapat. Regulasi yang terlalu ketat berpotensi membatasi keragaman opini dan perspektif, yang pada gilirannya dapat meredam perkembangan kebebasan berekspresi yang telah diupayakan selama ini.
Saat kita merenungkan tentang perlindungan data dan algoritma platform digital, hal ini semakin mengingatkan kita pada kompleksitas dunia teknologi informasi. Algoritma yang memutuskan penyebaran konten menimbulkan pertanyaan: siapa yang mengawasi algoritma? Apakah keputusan ini mungkin rentan terhadap bias atau manipulasi?
Namun, kritik tidak hanya datang dari dalam negeri. Google, sebagai pemain utama dalam dunia teknologi, menyoroti potensi dampak negatif pada kebebasan akses informasi. Mereka berpendapat bahwa memberi lembaga non-pemerintah kekuasaan untuk mengatur konten daring dapat membatasi keragaman sumber berita dan mengekang akses informasi bagi masyarakat.
Penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari regulasi ini. Mungkin saja peraturan ini bertujuan baik dalam meredam hoaks dan ujaran kebencian, terutama menjelang Pemilu. Namun, dampak terhadap ekosistem informasi dan kebebasan berpendapat harus tetap menjadi perhatian utama. Kita harus menghindari jatuh ke dalam jeratan keputusan yang dapat membatasi kreativitas, mengabaikan inovasi, dan mereduksi pluralitas opini.
Penting untuk mencermati pengalaman negara lain yang telah mengimplementasikan regulasi serupa, seperti Australia dan Kanada. Meskipun memiliki tujuan yang sama, peraturan ini dapat memiliki dampak yang berbeda di setiap konteks. Salah satu perbedaan mencolok adalah bagaimana keterlibatan dalam pengaturan algoritma. Sedangkan Australia dan Kanada mengutamakan kesepakatan hasil antara perusahaan media dan platform digital, perpres Indonesia justru mengarahkan platform untuk memfilter konten sesuai kode etik jurnalistik.
Sementara perpres ini berpotensi menjadi payung hukum dalam menjaga integritas informasi dan mencegah penyebaran hoaks, tantangan terletak pada penerapannya. Penting bagi pemerintah untuk mengedepankan transparansi dan inklusivitas dalam pengambilan keputusan terkait konten berita dan algoritma. Mengundang berbagai pihak, termasuk ahli media, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk berpartisipasi dalam proses evaluasi dan perbaikan dapat memastikan regulasi ini tidak melenceng dari tujuan awal.
Menyongsong Pemilu, peran media dalam memberikan informasi yang akurat dan seimbang menjadi lebih krusial. Oleh karena itu, perlunya regulasi yang mengarah pada kualitas jurnalisme sangatlah penting. Namun, regulasi tersebut juga harus fleksibel dan responsif terhadap perkembangan teknologi dan dinamika informasi. Jika perpres ini berhasil mengatasi tantangan tersebut, kita mungkin akan melihat langkah positif dalam menurunkan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dapat mengganggu iklim sosial dan politik.
Perlu diakui bahwa keberadaan Perpres Jurnalisme Berkualitas menimbulkan kekhawatiran terkait potensi pengekangan terhadap kebebasan pers. Meskipun tujuannya adalah mulia, yaitu untuk mengurangi hoaks dan ujaran kebencian, pelaksanaannya harus diawasi dengan seksama. Keberlanjutan regulasi ini seharusnya melibatkan dialog yang terbuka dengan semua pihak yang terlibat, termasuk media, platform digital, dan masyarakat sipil. Dalam menjalankan kontrol terhadap aliran informasi, perlu diingat bahwa kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dijaga.
Selain itu, mengingat potensi dampak pada industri media dan konten kreator, diperlukan juga dukungan dan insentif untuk inovasi dalam penyampaian informasi. Apabila peraturan ini mengakibatkan penurunan kreativitas dan berdampak buruk pada ekosistem informasi yang telah berkembang, maka tujuan akhirnya mungkin tidak tercapai. Oleh karena itu, regulasi ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menjaga keseimbangan antara melindungi masyarakat dari informasi palsu sambil tetap mendukung kemajuan industri media.
Tidak dapat dipungkiri bahwa transformasi dalam informasi dan komunikasi adalah keniscayaan. Namun, menjaga integritas informasi dalam era tersebut bukanlah tugas yang mudah. Perpres Jurnalisme Berkualitas adalah upaya ambisius dalam menghadapi tantangan tersebut. Sebelum perpres ini benar-benar diimplementasikan, diperlukan kajian mendalam, diskusi berkelanjutan, dan perubahan yang seimbang untuk menciptakan regulasi yang efektif, proporsional, dan menghormati hak asasi manusia. Dengan mengintegrasikan berbagai perspektif dan menjaga prinsip-prinsip demokrasi, kita dapat bergerak menuju arah yang lebih baik dalam membangun lanskap informasi yang dapat dipercaya dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.
Menghadapi kenyataan bahwa informasi digital telah mengubah lanskap media, Perpres Jurnalisme Berkualitas merupakan langkah yang penuh kontroversi dan potensi. Bagaimana regulasi ini akan membentuk arah informasi di Indonesia masih menjadi misteri, tetapi dengan pertimbangan yang matang, dialog terbuka, dan upaya kolaboratif, kita berharap untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara menjaga kualitas informasi dan menjaga kebebasan berekspresi dalam era digital yang terus berkembang.Â
Sebagai masyarakat yang semakin tergantung pada informasi digital, kita perlu mengajukan pertanyaan kritis dan mengajukan saran konstruktif dalam merancang regulasi yang benar-benar mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder. Di tengah dinamika perubahan, pengambilan keputusan yang bijak diperlukan untuk menjaga integritas informasi tanpa mengorbankan kebebasan berpendapat yang telah lama diperjuangkan. #PerpresJurnalismeBerkualitas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI