Mohon tunggu...
Zuhal M. Hasan
Zuhal M. Hasan Mohon Tunggu... -

Hanya ingin berbagi hal yang sedikit.\r\nPelajar di sekolah kehidupan. Pencari kesejatian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Rindu Padamu, Humba!

3 November 2016   23:21 Diperbarui: 3 November 2016   23:24 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu tahun yang lalu aku bergabung dengan gerakan pendidikan “Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia” yaitu SM3T angkatan V yang ditugaskan di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Menjalani masa prakondisi selama 2 Minggu di AAL Bumimoro Surabaya (2 Agustus – 17 Agustus 2015) kemudian terbang menuju Pulau Sumba di tanggal berikutnya, 18 Agustus 2015, yang sama sekali tidak pernah terprediksi, membuatku bertanya-tanya terutama tentang kesiapan hidup selama satu tahun di sana. Berpijak di bumi orang. Bernaung di langit orang pula. Minoritas. Budaya berbeda dan agama pun berbeda. “Ini menarik dan sekaligus menantang,” kataku dalam hati.

SMPN Satu Atap Kakaha. Di sanalah aku selama setahun mengabdi. Seorang diri. Tinggal di petakan bangunan desa bekas gudang saat program transmigrasi belasan tahun lalu yang kini atapnya sudah mulai lapuk dimakan usia. Belum ada listrik. Sumur dan kamar mandi harus numpang di tetangga. Syukur, tetanggaku adalah orang-orang yang baik yang sangat welcome dengan kedatanganku.

Sehari, dua hari, tiga hari, …,,, akhirnya aku bisa melewatinya dengan penuh suka cita. Air untuk memasak dan bersih-bersih yang harus aku pikul jauh dari sumur tetangga menjadi olahraga rutin pada sore hari, kealpaan listrik sudah tidak lagi menjadi masalah, internet sudah cerai, jaringan ada kalanya ada dan adakalanya hilang dan sudah mulai terbiasa. Teman guru, murid, dan tetangga juga sangat respect. Hal itulah yang membuatku betah menghabiskan waktuku di dunia baruku itu. Terkadang, aku pun diajak berburu di hutan, menjaring ikan di laut, dan pergi pesiar bersama-sama teman guru dan murid. Tapi hal yang paling menyenangkan adalah saat nonton balapan MotoGP. Tua-muda kumpul menjadi satu di salah satu rumah tetanggaku yang kebetulan punya TV dan generator. Aku pun tidak pernah absen dan selalu dikasih tempat spesial. Hiruk-pikuk mereka yang seolah tak punya beban hidup membuatku sangat terhibur.

Aku sadar, sebagai guru SM-3T, selain mengajar, juga dituntut untuk bisa berbaur dengan masyarakat. Menghadiri acara adat, kematian, dan panen adalah kegiatan yang paling sering diikuti peserta SM3T di Sumba Timur. Acara makan-makan tidak pernah terlewatkan dalam kegiatan tersebut. Sebagai sayurnya, sering tikam babi, anjing, sapi, atau kerbau. Mereka tahu kalau orang muslim tidak makan anjing dan babi, dan juga tidak makan daging yang bukan orang muslim yang sembelih. Mereka tidak terusik dengan keadaan itu dan justru mereka sangat menghormatinya. Sebagai bentuk penghormatan, mereka menyediakan ayam untuk disembelih atau saat acara besar langsung diminta untuk menyembelih sapi atau kerbau. Jadi jangan kaget jika peserta SM3T Sumba Timur pada saat kembali ke rumah tiba-tiba saja menjadi seorang penjagal yang handal.Ah, aku sungguh rindu dengan kehidupan di sana. Pelita yang menerangi malamku. Lolongan anjing yang terdengar setiap waktu. Babi-babi yang tak pernah bosan memporak-porandakan halaman tempat tinggalku. Kambing yang tidak pernah merasa bersalah membuang kotoran di depan messku. Pasukan berkuda yang setiap sore beroperasi untuk menggiring sapi masuk kandangnya. Kerbau yang gemuk - gemuk seolah tak penah merasakan betapa sulitnya hidup layak bagi majikannya. Aku sendiri di bawah temaram cahaya pelita di malam hari. Secangkir kopi yang mau habis aku sruput sambil menikmati malam itu. Aku rindu padamu, Sumba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun