"Nggak ada," jawab Ibu saya yang dulu pernah bertamu--melayat ke Batu Bintang yang juga mengaku nggak dapat hidangan kopi.Â
Tak ada rokok untuk tamu laki-laki
Selain nggak mendapatkan kopi maupun teh, tamu laki-laki alias saya dan kakek, juga nggak dikasih rokok. Itulah perbedaan kedua yang saya rasakan kemarin sore.Â
Pasalnya, di Sumenep, saat saya datang ke suatu acara: entah tahlilan, melayat ataupun orang yang baru datang umroh, tamu laki-laki biasanya diberi rokok. Satu orang, satu batang. Rokok itu lazimnya dikasih setelah teh atau kopi diberikan. Â
Di Batu Bintang sana, nggak ada pemberian rokok bagi tamu. Namun, tetap saya hormati. Saling menghargai tradisi. Masak saya mau marah-marah karena nggak dikasih rokok? Nggak mungkin!Â
Tak ada kue untuk tamuÂ
Di Sumenep, seringkali saya disuguhi jajanan seperti kue kacang kering dan kastengel saat menjadi tamu. Tak terkecuali apabila bertamu ke rumah orang yang baru selesai umroh.Â
Kue yang identik dengan jajanan lebaran itu biasanya dikasih di paling akhir. Skemanya begini, pertama tamu dikasih air zam-zam, lalu kurma, terus sebatang rokok (bagi tamu laki-laki) serta teh atau kopi, barulah kemudian diberi kue kering yang ukurannya relatif kecil itu.Â
Tapi, di Batu Bintang, Pamekasan beda tradisi. Tak ada rokok, tak ada kopi, pun tak ada kue kering bagi tamu yang datang menyambanginya.
Tapi tak mengapa. Yang penting, bibi dan Anom saya selamat dan bisa balik lagi ke Madura dengan aman dan gembira. Yang penting, keluarga saya sehat semua dan diparingi nikmat sempat untuk bertemu dalam bertamu sehingga bisa berpelukan dengannya. Urusan hidangan, beh...belakangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H