Budaya Positif di sekolah merupakan penerapan nilai dan kebiasaan yang berpihak pada murid agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab, Â sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Tujuan mewujudkan Budaya Positif untuk membentuk keyakinan kelas, menumbuhkan motivasi internal melalui penerapan disiplin positif, menumbuhkan nilai-nilai kebajikan, mengambil posisi control sebagai manajer dan melaksanakan segitiga restitusi dalam menyelesaikan masalah.
- Konsep utama budaya positif
- Perubahan paradigma belajar
- Disiplin Positif
- Kebutuhan Dasar Manusia
- Motivasi Perilaku Manusia
- Hukuman, Konsekuensi &Restitusi
- Keyakinan Kelas
- Restitusi- Posisi Kontrol Guru
- Segitiga Restitusi
Perubahan paradigma belajar, dalam membangun budaya positif, sekolah dapat  menyediakan lingkungan yang positif, aman, nyaman agar murid mampu berfikir, bertindak dan mencipta dengan merdeka, mandiri dan bertanggung jawab. Disiplin sangat berkaitan dengan kontrol guru terhadap     murid, disiplin positif menurut Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa "Dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat." Disiplin diri membuat orang menggali potensinya menuju sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dia hargai, dan bermakna, Namun dalam budaya kita, makna kata disiplin telah berubah menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan.
Kecenderungan umum adalah menghubungkan kata disiplin dengan ketidaknyamanan, bukan dengan apa yang kita hargai, atau pencapaian suatu tujuan mulia. Jika dihubungkan konsep tersebut dengan disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki 'tujuan' dibalik perilaku mereka, salahsatunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Biasanya dalam menjalankan peraturan, ataupun keyakinan kelas/sekolah, ada suatu Tindakan yang berupa hukuman. Hukuman bersifat tidak terencana, satu arah, tanpa melalui kesepakatan, baik hukuman secara fisik atau psikis.
Suatu pelanggaran, tentunya ada penegakan peraturan disiplin dalam bentuk konsekuensi. Konsekuensi sudah terencana ,sudah disepakati, sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah),dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman dalam jangka waktu pendek.
Sedangkan menyelesaian masalah menggunakan Restitusi dapat menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain.
Tetapi jika hukuman yang diterapkan akan menghancurkan potensi yang dimiliki murid dan biasanya akan muncul rasa dendam.
Pembelajaran yang sesungguhnya adalah penerapan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari perbedaan agama, suku negara dan bahasa. Untuk itu perlu di lakukan kegiatan kesepakatan kelas, adapun prosedur pembentukan keyakinan kelas di antaranya: Mempersilakan murid-murid dikelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas, mencatat semua masukan-masukan pendapat para murid di papan tulis atau di kertas besar, ditinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat, setelah itu ditinjau Kembali mungkin ada pendapat yang tertulis  masih berupa peraturan- peraturan. Selanjutnya, mengajak murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan-keyakinan, setelah itu bisa dilekatkan di dinding kelas , di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Sebagai seorang guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang kelas atau sekolah mereka selama ini. Apakah penerapan disiplin sudah efektif, berpusat pada murid, memerdekakan, dan memandirikan murid?
Berdasarkan pada teori Kontrol Dr.William Glasser, berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua, ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Pada posisi manajerlah seorang guru membimbing murid untuk memecahkan masalahnya secara mandiri dan bertanggung jawab, sehingga murid memiliki sikap disiplin positif.