Mohon tunggu...
Trisno  Mais
Trisno Mais Mohon Tunggu... Penulis - Skeptis terhadap kekuasaan

Warga Negara Indonesia (WNI)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Minimnya Kader yang Diusung, Parpol Jadi Ngemis

3 November 2018   18:59 Diperbarui: 3 November 2018   19:17 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenyataannya Parpol kadung mengusung kadernya sebagai peserta Pemilu. Lantas, apa yang menjadi penyebabnya? Ketika kita melakukan refleksi kritis atas problematika semacam ini, maka banyak faktor tentunya yang menjadi akar persoalan. Mahalnya kursi menjadi penyebabnya. Mahar politik membuat mayoritas peserta mengeluarkan ongkos pilkada yang lebih besar dibandingkan laporan harta kekayaan mereka.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, membeberkan kepada BBC Indonesia (12/1/2018), teranyar, kader Gerindra, La Nyalla Mattalitti, menuding partainya meminta uang sebesar Rp40 miliar sebagai syarat mendapatkan dukungan Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto untuk menjadi bakal calon gubernur Jawa Timur. 

Bisa dibayangkan ketika jumlah uang sebesar itu saat dimintai oleh elit partai lantas tidak dimiliki oleh kader yang maju sebagai peserta pemilu. Pertanyaannya, lalu seberapa besar peluang kader bakalan akan diusung? Bagi saya jawabannya sederhana.

Dalam konteks sistem politik yang transaksional semacam ini, tidak ada yang namanya makan siang secara gratis, semua akan bermuara pada take in give. Jadi, sudah barang tentu figur hanya boleh diusung ketika permintaan elit (mahar politik ) yang dimintai boleh dipenuhi. Konglomerat jauh lebih berpotensi ketimbang kader yang hanya memiliki modal ideologi.

Partai mestinya tidak lagi membebani kader dengan mahar partai. Kementerian Keuangan menetapkan bantuan parpol tiap tahunnya sebesar Rp 1.000 per suara sah atau naik dari sebelumnya Rp 108 per suara sah. Surat penetapan itu tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor 277/MK.02/2017 tanggal 29 Maret 2017. 

Kebijakan pemerintah dalam menaikan anggaran partai ketika dimanfaatkan dengan baik, pastinya partai tidak akan lagi disibukin dengan persoalan - persoalan ekonomi: finansial kader. Harusnya, partai tinggal memaksimalkan bentuk konsolidasi dan komunikasi politik. Entah itu ditingkatan elit maupun akar rumput. Realitas berkata lain!

Pun, manajerial organisasi kepartaian perlu ada pembenahan. Proses kaderisasi yang berjenjang harus terus didorong. Karena ketika partai menerapkan sistem kaderisasi yang ketat semacam itu, kecenderungan pendatang baru yang meg - iming - imingkan memiliki banyak uang dengan sendirinya tergilas, dan tentunya kecil kemungkinan bisa diusung oleh partai. Karena partai punya banyak stok kader!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun