Para pemuda khusunya mahasiswa telah banyak menorehkan sejarah perjalan perjuangan bangsa ini. Pemuda dalam catatan sejarah. Beberapa gerakan besar, pemuda sangat andil. Dimulai dari gerakan Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Perhimpunan Indonesia, serta Peristiwa Rengasdengklok.
Akselerasi Pemuda pada Generasi Emas
Indonesia hingga saat ini masih menyisihkan banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh anak muda. Mulai dari persoalan korupsi yang telah mengorogoti eksistensi kepemudaan. Dimana, dari sebagai kasus ini, pemuda jadi 'tumbal' pada beberapa jabatan struktural yang telah diembankan. Pada bagian lain, kemiskinan pun masih menjadi santapan masyarakat yang konon katanya bangsa yang kaya akan sumberdaya alam. Masalah pendidikan, persoalan politiki identisatas; klaim minoritas dan mayoritas. Penjabaran ini merupakan sebuah cerminan bahwa bangsa ini masih mendapatkan masalah besar.
Lantas, pemuda yang notabanenya sebagai agent of change di mana? Apakah kita (pemuda) tetap berlagak pesimis, dan tidak lagi agresif melawan kezaliman para laku elit yang asik memegang kekuasaan?
Mestinya pemuda menjawab tantang tersebut. Karena, setuju maupun tidak, pemuda telah digariskan untuk mewarisi tongkat estafet. Pertanyaannya, Indonesia mau dibawa kemana? Nah, jawabannya ada pada kita!
Di dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) gagasan Menko Perekonomian, dirancangkan bahwa pada 2025 nanti, Indonesia menjadi negara yang mandiri, maju, adil, dan makmur berpendapatan per kapita sekitar 15. 000 dollar AS. Indonesia dirancangkan menjadi kekuatan ekonomi ke 12 besar dunia. Lebih jauh, pada 2045 Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari tujuh kekuatan ekonomi di dunia dengan pendapatan per kapita 47. 000 dollar AS.
Berbagai tantangan juga peluang telah ada di depan mata. Lagi -- lagi eksitensi pemuda yang disoroti. Pertanyaannya, lalu seberapa jauh nantinya pemuda berperan pada masa milenium itu? Jawabnya sederhana!
Untuk menyongsong Indonesia emas pada 2045 nantinya, dibutuhkan kesiapan pemuda saat ini. Kran globalisasi telah terlanjur dibuka. MEA merupakan bukti konkret bahwa persaingan warga Indonesia telah dibuka hampir seantero dunia. Hal ini mengisyratkan bahwa pemuda sebagai tulang punggung bangsa tidak tinggal diam. Pemuda harus mampu membaca peluang, berpikir inovatif, solutif, memiliki intregritas, serta memiliki pengetahuan yang mumpuni. Karena soal ini, pemuda harus terus berpikir revolusioner. Nah, untuk menuju ke situ, pemuda harus tidak menjadi 'penyanjung instan' alias, tidak berada pada generasi yang tidak memiliki kerinduan untuk terus berposes. Pemuda perlu memiliki daya kritis yang tinggi, kualitas yang mumpuni, serta skill. Karena pertarungan kita sangat kental. Indonesia telah berada pada zaman kompetitor.
Apalah jadinya sebuah bangsa tanpa kontribusi pemuda, tanpa pemuda yang sadar, tanpa pemuda yang dengan semangat cinta kepada tanah air dan bangsanya mengalahkan kecintaan terhadap dirinya sendiri.Â
Cat : Sudah pernah dimuat di media Online (lanteraonline.com), Sabtu, 28 Oktober 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H