Mohon tunggu...
Trisno  Mais
Trisno Mais Mohon Tunggu... Penulis - Skeptis terhadap kekuasaan

Warga Negara Indonesia (WNI)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

72 Tahun Indonesia, antara Harapan dan Kenyataan

26 Agustus 2017   15:06 Diperbarui: 27 Agustus 2017   03:00 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

72 tahun Indonesia, antara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Trisno Mais, SAP Mahasiswa Pascasarjana Unsrat Manado. 

INDONESIA pada 17 Agustus 2017 baru-baru ini genap berusia 72 tahun. Dalam rentang waktu yang usianya setengah abad lebih ini, ternyata masih menyisihkan banyak pekerjaan rumah yang dititipkan oleh pendiri bangsa. Perkembangan demokrasi di Indonesia misalnya hingga saat ini masih mengalami pasang surut.Indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap fase demokrasi.

Dalam pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia, tujuan nasioanl tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan bahwa "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Bangsa Indonesia dicita - citakan agar mampu mewujudkan suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kerinduan para leluhur bangsa ini diformulasikan dengan baik dalam alinea ke-dua Pembukaan UUD 1945. "Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Tidak hanya itu, cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, juga tertuang dalam Alinea kedua Pembukaan UUD 1945. "Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".

Harapan dan cita-cita negara telah dijelaskan secara komprehensif pada Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Kedua hal itu merupakan suatu konsensus bersama yang disepakati oleh founding father atau pendiri bangsa saat. Dan konsesus tersebut masih diyakini dalam konteks ke- Indonesiaan dua hal itu dijadikan sebagai acuan dan dasar pijatan dalam berbangsa dan bernegara. 

Indonesia dikatakan berhasil jika cita-cita bangsa yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila dapat diaplikasikan secara utuh. Artinya, penulis memandang bahwa parameter yang ideal untuk melihat keberhasilan bangsa ini dari berbagai aspek, ialah UUD 1945 dan Pancasila. 

Selama ini yang menjadi permasalahan pokok ialah, bagaimana menghadapi masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. 

Nah, untuk membicarakan Indonesia dalam konteks keberhasilan maupun kegagalan, maka hal ini tidak terlepas dari andil pendiri bangsa. Dalam ulasan ini, saya coba memaparkan secara singkat sejarah perjuangan kepemimpinan dari masa ke masa.

Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan Partai Nasional lndonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun