Mohon tunggu...
Zon Jonggol
Zon Jonggol Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dari mutiarazuhud.wordpress.com

Tulisan religius ada di http://mutiarazuhud.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kasus Pemilu 2019 yang Paling Janggal

28 Mei 2019   20:30 Diperbarui: 29 Mei 2019   05:13 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus PALING JANGGAL Pemilu 2019 yang terjadi di Provinsi Papua adalah kotak suara belum dibuka dan dihitung namun hasil rekapitulasi sampai ke tingkat Nasional yakni KPU Pusat sebagaimana informasi yang dapat disaksikan dalam video pada https://www.youtube.com/watch?v=1I3XnHv1Chg 

Dalam video tersebut tampak Ketua KPU Andi Arief tidak merasa malu atau merasa janggal pada kasus tersebut. 

Dalam sidang tersebut Beliau hanya menyarankan agar keberatan-keberatan atau tepatnya KEJANGGALAN Pemilu tersebut disampaikan kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti atau bisa diteruskan kepada Mahkamah Konstitusi (MK)

Hal ini mirip kasus di provinsi Jatim, KEJANGGALAN (KECURANGAN) Pemilu yang disampaikan dalam KEBERATAN pada saat rekapitulasi di tingkat Kecamatan TIDAK DISELESAIKAN secara TUNTAS dan dijanjikan akan "diselesaikan" di tingkat lebih atas yakni kabupaten/kota sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK) 

Namun pada kenyataannya KEBERATAN tidak bisa "diselesaikan" di tingkat lebih atas karena kalau sudah sampai di tingkat Kabupaten/Kota MAKA di tingkat KECAMATAN dianggap sudah CLEAR sebagaimana yang diberitakan pada Tribunnews Madura 

Jadi sebenarnya yang berwenang "menyelesaikan" dan menindaklanjuti temuan KEJANGGALAN (KECURANGAN) Pemilu paling awal adalah petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) mulai dengan melihat plano sehingga berujung penetapan oleh Bawaslu untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Seharusnya Bawaslu yang merupakan bagian dari GAKKUMDU (Penegakkan Hukum Terpadu) bersama Kepolisian melakukan penegakkan hukum terhadap para pelaku KEJANGGALAN (KECURANGAN) Pemilu karena Rakyat biasa tentu tidak boleh menghakimi sendiri atau melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku KECURANGAN Pemilu seperti kasus, "TERCOBLOSNYA" surat suara, GEMBOK kotak suara yang mudah terbuka hanya karena pemindahan, PERAMPASAN formulir C1 dan kasus-kasus lainya.

Kita harus taat hukum dan secara hukum (konstitusi) dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 KUHAP disebutkan bahwa yang diberi WEWENANG melakukan PENYELIDIKAN dan PENYIDIKAN adalah Pejabat POLRI.

Pejabat POLRI diberikan WEWENANG untuk MENCARI serta MENGUMPULKAN BUKTI yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 angka 2 KUHAP.

Jadi jelaslah pihak Kepolisian yang diberikan WEWENANG untuk MENGUMPULKAN BUKTI dari para pelaku KECURANGAN Pemilu yang dapat dipergunakan untuk menelusuri dan mengungkap siapakah DALANG yang menyuruh para pelaku KECURANGAN PEMILU tersebut dan tentu ada PERMUFAKATAN JAHAT (samenspanning atau conspiracy / konspirasi) antara para pelaku KECURANGAN Pemilu dengan SANG DALANG atau OTAK KEJAHATAN PEMILU .

Jika pihak Kepolisian TIDAK MAU MELAKUKAN PENEGAKKAN HUKUM terhadap para pelaku KECURANGAN PEMILU yang diduga mendukung calon Petahana dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi untuk menunjukkan KETIDAKADILAN dan KETIDAKNETRALAN institusi Polri sebagai dasar mendiskualifikasi calon Petahana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun