Mohon tunggu...
Inovasi Artikel Utama

Kualitas UNAS yang Fatamorgana

13 April 2015   06:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:11 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan April-Mei bagi siswa kelas tingkat atas bagaikan bulan eksekusi. Sangat horor jika disebut bulan eksekusi, namun itulah realitanya. Mereka bagaikan tak berdaya ketika mendengar kata “Ujian Nasional”. Betapa tidak, sekolah selama 3 tahun (sesuai jenjang) hanya ditentukan selama 3-4 hari. Hal yang dirasa percuma bagi khalayak umum. Itulah tolok ukur bangsa ini terhadap siswa, jika lulus maka akan dianggap masa depannya cerah sementara jika tidak lulus maka akan menanggung malu. Dan jika hal buruk itu terjadi, kemungkinan terburuk adalah bunuh diri.

Sebenarnya sistem pendidikan kita itu adalah yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Namun justru kita melupakan itu dan sistem itu malah di pakai negara asing. Problematika pendidikan itu terselubung sebelum dan setelah UNAS. Memang negara menginginkan lulusan setelah UNAS dapat membangun negeri namun ternyata tidak sesuai harapan. Kualitasnya ketika input masuk dan output setelah UNAS tidak terlihat mencolok. Pertama, kualitas pendidik yang mengolah siswa ketika sekolah itu tidak pernah dievaluasi secara mendetail. Menurut Cholisin(2014), “kualitas pendidik di Indonesia perlu dievaluasi setiap tahunnya disebabkan pendidik yang sangat PW(Posisi Wenak) ketika menjadi PNS tanpa memikirkan anak didiknya bagaimana kedepannya”. Menurut beliau pula, negara ini dapat mencontoh New Zeland yaitu setiap tahun pendidik dievaluasi, jika ada yang tidak ada kemajuan bagi siswanya, maka tidak menjadi guru lagi.

Kedua, sistem pendidikan juga harus dievaluasi. Jangan hanya ceremonial, setiap tahun UNAS tapi tanpa hasil yang signifikan. Kualitas lulus UN masih tanda tanya besar jika ternyata suatu tes masuk tempat kerja atau PTN kurang memuaskan. Di negara Jepang, ujian SMA sudah seperti skripsi mahasiswa yang dilakukan sejak kelas 11 dan dilakukan dengan pertahap. Dari hal tersebut kita dapat tahu banyak cara untuk kualitas pendidikan ini lebih bagus lagi.

Fatamorgana kualitas siswa

Ketiga, efek dari hasil UNAS. Memang jika siswa yang cerdas dapat nilai baik itu biasa namun karena faktor x yang membuat tidak lulus padahal cerdas, itu akan membuat kecewa. Selain itu walaupun lulus namun kualitasnya Nol justru akan membuat pengangguran bertambah. Memang dilema akan UNAS bagai arena perjudian, dimana yang menang maka merasa hebat, yang kalah akan tersungkur dan seperti percuma hidup itu.

Pemerintah perlu mengkaji bagaimana UNAS itu. Sekarang sebagian sudah memakai sistem computer, namun itu juga membuat problematika pada daerah yang minim informasi. Kalaupun tujuannya adalah tolok ukur kemampuan siswa dapat dikaji yaitu dengan memberikan ujian setiap jenjangnya dengan ketat. Selain itu sulit jika pendidikan se-Indonesia disama ratakan. Maka pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidik dan calon pendidik negeri ini. Dengan lulusan yang berkualitas tanpa plagiat maka akan mendidik peserta didik dengan ilmu yang berkualitas pula. Tempatkan pula pendidik disemua penjuru nusantara. Dan khusus untuk yang terpencil diberi fasilitas dan tunjangan yang sesuai dengan tempatnya. Hal itu akan membangun kualitas pendidikan yang tidak fatamorgana lagi.

Jadikan pula daerah-daerah terluar dari Indonesia mendapat akses pendidikan yang memadahi. Dengan begitu kesenjangan antara daerah pusat dengan yang terpencil, terluar akan mulai menghilang. Dan salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia juga dengan pendidikan. Karena dengan adanya pendidikan yang berkualitas, tanpa UNAS pun negeri ini akan dapat lebih cepat maju daripada melakukan UNAS dengan hasil yang sama tanpa evaluasi dan kemajuan yang signifikan bagi lulusannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun