Mohon tunggu...
Pendidikan

Mau Kemana Setelah Lulus Sekolah..??

10 Mei 2015   22:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:11 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini banyak menjadi trending bagi kalangan pelajar Indonesia tentang pengumuman SNMPTN. Bagi siswa yang smart dalam nilai ketika sekolah, diterimanya ia di PTN ternama adalah wajar. Namun lain halnya jika nilainya siswa pas-pasan diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau justru siswa yang pandai tidak diterima. Memang dalam konteks tersebut banyak siswa yang akhirnya mengalami kecemburuan sosial antar temannya. Hal itu timbul karena secara kenyataan tidak sesuai dengan keseharian. Memang ada faktor “X” yang membuat nilai siswa yang biasa mampu melewati siswa pandai. Faktor “X” itu adalah faktor dari campur tangan Tuhan.

Memang disadari atau tidak, Allah itu selalu berperan dalam kehidupan ini. Hal yang secara akal sehat itu seharusnya menjadi “A” namun jika Allah berkehendak “B” maka manusia pun tidak ada yang mampu mencerna kuasa Tuhan secara akal sehat. Memang di negeri ini seorang anak dapat masuk PTN setelah lulus merupakan kebanggaan tersendiri karena akan dipandang sebagai orang sukses. Namun justru mereka yang mampu kuliah lewat jalur GRATIS memiliki amanat yang besar di pundak mereka. Dapat dibayangkan, dari berbagai sekolah di Indonesia yang mampu masuk SNMPTN tidak semuanya, lalu yang tidak masuk apakah akan mati hidupnya..???

Semua kalah dari kebiasaan..

Kebiasaan memandang tinggi siswa lulusan SMA/sederajat masuk PTN,TNI/POLRI membuat minder mereka yang tidak dapat masuk dan hanya bekerja tanpa tahu mau akan kemana. Memandang sebelah mata mereka yang lulus dan bekerja saja, merupakan hal yang tidak etis. Semua beban berada pada siswa yang kuliah dan bekerja. Yang kuliah, dia akan belajar selama +/- 4 tahun. Dalam proses tersebut ia akan memiliki tantangan akan jadi apa ia setelah lulus. Akan jadi orang sukses dengan ilmunya atau justru tledor karena enaknya kuliah tanpa memikir kedepan. Begitu pula dia pada yang lulusan langsung kerja. Sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia pula, bahwa dimana-mana anak lulusan SMA tak memiliki kemampuan lebih. Sementara untuk SMK pun juga belum 100% lulus kerja sesuai ketrampilannya.

Kebanyakan yang bekerja setelah lulus sekolah adalah sebagai buruh pabrik, TKI, atau pelayan toko, dll. Mereka semua tidak punya kreasi untuk menjadi bukan seorang bawahan dan berdiri sendiri. Ini dikarenakan ketika sekolah para guru dan pemerintah hanya mementingkan nilai akademik tanpa diberi ketrampilan yang mampu membuat lulusannya berdikari membangun negeri ini. Dari hal tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa lulusan SMA/Sederajat masih seperti anak kecil yang dilepas dihutan tanpa bekal.

Revolusi Mental Bagi Semua Elemen…

Hal ini perlu karena suatu kebiasaan masyarakat sekarang dan pemerintah bukan mewujudkan kesejahteraan namun mengarah pada ceremonial saja. Belum lagi jika mereka dimana-mana mendaftar tidak diterima bekerja justru akan menambah pengangguran di negeri ini. Apa saja yang perlu direvolusi..?? Pertama, sistem pendidikan bangsa ini haruslah mengarah pada ilmu yang profentik. Dapat diartikan pendidikan yang selama ini hanya karena umur dan nilai diubah menjadi lulusan yang mampu bersaing dari sisi kualitas kreatifitas pula. Suatu hal yang akan membanggakan negeri ini jika kebanyakan lulusan SMA mampu berkarya tanpa kebingungan mau kemana mereka akan jalani hidup.

Kedua, perlunya reshuffle pandangan masyarakat terhadap lulusan SMA untuk bekerja apa adanya atau pun menikah. Hal itu mungkin ada pro kontra tentang pernyataan tersebut. Namun kebiasaan orang tua membiarkan mereka mencari pengalaman bekerja apa saja justru akan membuat goyah pandangan hidup mereka. Mereka bekerja apa adanya tanpa memikirkan hari tuanya. Hal tersebut perlu dikaji lagi karena dengan mempercepat memilih pekerjaan tetap dan jauh dari outsourcing akan lebih memantabkan hidup. Selain hal itu yaitu pernikahan dini, yang akan menghambat kemandirian. Beban masalah hidup makin bertambah karena hanya tergantung pada seseorang yang masih labil. Pasangan nikah muda lebih rentan cekcok karena emosi yang labil.

Ketiga, pelunya jiwa wirausaha. Jiwa wirausaha itu sangat perlu bagi yang baru lulus yang melanjutkan kuliah, atau kerja atau yang masih mikir mau kemana hidupnya. Semangat wirausaha disini bukan hanya menjadi pengusaha namun kita mengambil semangatnya. Semangat pantang menyerah, tidak takut gagal, berani mengambil resiko perlu dimiliki oleh para lulusan sekolah. Kebanyakan yang lama tidak cepat bangkit untuk produktif karena malas, takut gagal, dan banyak alasan lainnya. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka” QS 13:11. Timbulnya kemiskinan, pengangguran karena faktor ini yang tidak dimiliki kaum muda sekarang. Bagi yang bekerja, kuliah, ataupun menganggur harus memiliki semangat tersebut.

Pepatah mengatakan “waktu adalah uang”, itulah yang membuat para pengusaha luar negeri itu lebih cepat mencari uang karena pantang menyerah dengan simbolisnya. Lantas Indonesia ini memiliki para lulusan yang banyak mengapa masih berkembang saja. Seharusnya semuanya harus bangkit. Tidak ada yang disalahkan disini kecuali bangkit untuk memulai. Lulusan yang berkualitas yang akan mampu membangun negeri ini tanpa pandang ia akan sarjana, atau buruh. Semuanya tinggal implementasi mereka, apakah jadi penerang msyarakat tua atau menjadi tanggungan beban.

Dari hal ini marilah bagi yang tidak lolos SNMPTN, masih banyak langkah untuk sukses dan bagi yang lolos kalian punya tanggungan yang harus diwujudkan untuk menjadi penerang setelah lulus wisuda. Banyak jalan menuju Roma, maka banyak jalan pula untuk meraih sukses dunia akhirat. Semangat untuk lulusan SMA/sederajat tahun ini karena kehidupan sesungguhnya baru dimulai ketika kalian lulus. Akankah sukses/tidak, marilah kita lihat sekitar 10 tahun lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun