Saat merencanakan liburan ke luar kota, biasanya destinasi yang paling sering terpikir oleh kita adalah Bali, Lombok, Jogjakarta, atau Karimun Jawa. Saat bulan Maret lalu saya diberi pilihan destinasi wisata luar kota yang masih berada di Jawa Timur, saya memilih Banyuwangi. Alasannya adalah Blue Fire di kawah Gunung Ijen. Saya ingin sekali berkunjung ke Kawah Ijen. Pun di Banyuwangi banyak terdapat pantai-pantai yang indah. Selain Banyuwangi, pilihan yang dipertimbangkan adalah Probolinggo tempat Gunung Bromo berada dan Lamongan.
Pada akhirnya kami memutuskan untuk berwisata ke Probolinggo. Destinasi yang dituju adalah Gunung Bromo, Air Terjun Madakaripura, dan Bee Jay Bakau Resort.
Saat mencari tahu tentang Bee Jay Bakau Resort atau yang biasa disebut dengan BJBR, saya tidak menaruh ketertarikan sama sekali. Hanya sebuah resort di antara hutan bakau, dengan restoran di antaranya, beberapa wahana permainan kecil, dan ikon BJBR raksasa yang merupakan photobooth. Jika Anda mencari tahu tentang BJBR di google, bisa dipastikan Anda menemukan banyak foto ikon BJBR. Bagi saya, itu tidak menarik sama sekali. Apa sih istimewanya resort yang berharga nyaris satu juta rupiah semalam ini? Mahal dan tidak ada kolam renang!
Saya bersyukur karena anggapan saya bahwa BJBR tidak menarik salah sama sekali. Selama dua hari dan satu malam, saya menikmati setiap menit yang saya habiskan di sana.
Kami tiba di BJBR pada hari Sabtu sore, sekitar pukul 14.00. Hari itu matahari bersinar terik. Udara pun terasa panas dan pengap. Meskipun saat itu sebagian baju saya basah karena mengunjungi Air Terjun Madakaripura, namun saya masih merasa kepanasan dan kulit saya terasa lengket karena keringat. Perjalanan dari tempat parkir ke pintu masuk resort terasa jauh dan melelahkan (perasaan saja, jarak sebenarnya hanya 200 meter ;P ).
Di pintu masuk kami sempat diminta karcis masuk, tapi setelah menjelaskan bahwa kami tamu resort dan akan bermalam di bungalow, kami dipersilakan masuk. Dari sini, perjalanan mulai menyenangkan. Â Jalan setapaknya terbuat dari kayu yang kokoh. Bakau-bakau di sisi kanan kiri membuat jalanan teduh dan sejuk.
Pagi hari, saya tidak begitu menanti-nantikan apa yang saya lihat saat itu. Saya terkejut saat melihatnya selepas sholat subuh. Tepat di depan jendela kamar saya, saya melihat matahari terbit dengan sangat jelas. Tanpa awan, tanpa kabut. Dan yang saya lakukan saat itu hanya berbaring di ranjang. Berbeda sekali dengan usaha saya untuk melihat matahari terbit di Bromo sehari sebelumnya. Pernuh perjuangan dan tetap tidak berhasil mengambil foto yang layak.
Selepas sarapan, kami berjalan-jalan ke arah taman bermain di mana terdapat kolam buatan dan water boom. Tapi jangan harap water boom-nya berukuran besar dan terhubung dengan kolam renang. Kolamnya berukuran kecil. Saya tidak mau repot-repot mencobanya. Satu-satunya yang saya nikmati saat itu adalah sepeda air. Saya mengendarainya mengelilingi kolam buatan. Setelah puas bermain kami mampir ke Kafe Tenda untuk menikmati minuman dingin.
Meski hanya satu jam, kami senang karena bisa bernyanyi bersama-sama. Pukul 11.00 kami bersiap-siap untuk pulang. Saat itu saya merasa puas dengan perjalanan kami di BJBR. Sebelum pulang, kami menyempatkan untuk berfoto di ikon BJBR yang tersohor. Sekali lagi matahari bersinar terik sehingga kami melakukan sesi foto dengan sangat cepat. Nggak tahan banget sama panasnyaaaa... ampun deh.
Sempat tersebar rumor bahwa resort ini angker (teman saya yang memulainya, dia mengaku melihat sesuatu). Namun usut punya usut, yang teman saya lihat adalah anak dari teman saya yang lainnya. Itu berarti tidak ada bukti bahwa resort ini angker. Memang di malam hari suasana sangat sunyi sekali. Tapi tidak ada perasaan aneh sama sekali. Justru saya menganggap kesunyian itu yang membuat tempat ini sangat pas untuk beristirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H