Apa sih yang dimaksud pembelajaran Bilingual?
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani,Mustika dkk. (2020) menjelaskan, kosa kata yang dikuasai anak prasekolah bersifat konkret berupa kata benda karena sering sering ditemukan di sekitar, sehingga lebih mudah untuk dipahami dan menyebutkan bahwa jenis kosa kata kata yang dikuasai anak meningkat sesuai dengan input/tema dan variasi media yang digunakan atau yang diberikan oleh guru mereka di sekolah. Pembelajaran Bilingual juga akan berkaitan dengan metode yang tepat tidak akan membuat anak merasa terbebani dengan konsep pembelajaran Bilungual tersebut. Namun, disini orang tua dan guru tentunya harus memahamu dan menyadari bahwa setiap anak memiliki perkembangan kognitif yang tidak sama.
Pembelajaran Bilingual merupakan kempuan kognitif dalam memahamu dan mengkomunikasikan dua bahasa dengan oranglain secara lisan maupun tulisan. Papalia (1993): Gunarsa (2004) mengartikan Bilingualisme sebagai kefasihan untuk bicara dengan dua bahasa. Dua bahasa yang dimaksud adalah bahas ibu (first/native language) dan bahasa kedua atau bahasa asing (second/foreign language) " Bilingualisme is quite common and happen in many parts of the world, with perhaps one in three people being bilingual or mutilingual " (Wei 2000).Â
Dalam konteks ini, bilingualisme diartikan slebih luas dari hanya sekedar bahasa namun juga dilihat sebagai sesuatu yang berhubungan dengan budaya dan lingkungan sosial. Anak-anak yang kemampuan dua bahasa bahkan dapat mengenali dua pesan yang identik atau dikatakan mirip secara artian. Dengan demikian, mereka mampu memperoses arti dari secondary messages yang diterima. Sebagai salah satu bahasa Internasional yang menjadi bahasa prioritas yang harus dipelajari  di semua negara sebagai peroses pebelajaran (program bilingual). Tujuan utama pembelajaran bilingual adalah membangun keterampilan berbahasa dalam kegiatan memperkaya kosakata anak. Tentunya, belajar berkomunikasi dengan dua bahasa memerlukan banyak latihan serta metode dan strategi yang sesuai dalam kinteks menciptakan pengalaman belajar yang ssesuai dengan usia anak-anak. Ahmad wahyudin (2012) berpendapat bahwa memiliki kemampuan bilingual sejak dini dengan kata lain seorang anak mempunyai pengalaman proses pemerolehan kata, makna, struktur dan pragmatik yang lebih kompleks sejak dini dibandikan dari mereka yang hanya monolingual.
Dalam hal ini, perkembangan bahasa pada anak juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dalam memberikan contoh kepada anaknya melalui komunikasi yang saling terjalin. Noor baiti (2020) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pla asuh orang tua dengan komunikasi dan kemampuan berbahasa pada anak. Begitupun dengan faktor lingkungan sangat penting dalam pertumbuhan anak di 5 tahun pertama (golden age) mereka, terutama dalam pemerolehan bahasanya. Namun, jika pola asuh yang diterapkan kurang tepat, maka bisa menghambat pemerolehan bahasa, karena interaksi yang tercipta dari komunikasi dengan pengasuh juga menjadi indikator keberhasilan pembelajaran bahasa tersebut.
Inilah yang terjadi pada kognitif anak dari pembelajaran Bilungal
pembelajaran bahasa adalah bawaan, telah dirumuskan oleh Lenneberg (1967) yang berhipotesis bahwa, serupa dengan perilaku bawaan lainnya, aspek gramatikal basa-sintaksis dan morfologi harus memiliki periode kritikal dan selama periode tersebut mereka mengembangkannya. Ia berasumsi bahwa periode belajar bahasa terkahir pada masa pubertas, ketika masuknya hormon spesialisasi hemisfer kiri dan kanan. Jika Bahasa pertama belum diperoleh (biasanya di hemisfer kiri) pada saat itu, orang tersebut tidak akan memperoleh kemampuan generatif penuh untuk menghasilkan kalimat.
Hipotesi Periode kritikal (crittical-period hypothesis/CPH) untuk pembelajaran bahasa telah diuji dalam dua cara: 1) melalui studi tentang bilingual individu yang memperoleh bahasa kedua mereka setelah pubertas; dan 2) melalui studi tentang anak-anak yang sangat terlantar yang bahkan belum memperoleh bahasa pertama mereka sebelum pubertas. Mereka yang belajar bahasa kedua sudah menjadi penutur asli terhadap bahasa pertamanya, maka dengan demikian pusat bahasa di dalam otaknya sudah terstimulasi dengan baik, hal ini dapat mempermudah pembelajaran bahasa selanjutnya.
Proses semantik yang terjadi ketika anak memfokuskan pada perhatian selektif(selective attention) disadari melalui informasi atau pesan berbeda bahasa yang ditangkap dengan mengartikan makna dari informasi tersebut dari respon yang dihasilkan oleh anak. Pemerosesan bahasa pun berbasis visual-spasial, seperti bahasa isyarat sebagian besar diinisiasi oleh hemisfer kiri ( sakai, Tatsuno, Suzuki, Kimura & Ichida, 2005).
Berikut ini adalah pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif anak
Pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif seorang anak, yakni penerapan dua bahasa akan menambah wawasan baru pada  kosa kata dalam perkembangan kognitif anak. Ketika anak mampu memecahkan masalah secara mandiri, berarti anak itu sudah berada dalam tingkat perkembangan aktual. Akan tetapi, jika si anak belum mampu memecahkan masalahnya sendiri dan masih memerlukan bantuan dari orang dewasa atau teman sebayanya, maka anak tersebut akan meningkatkan kemampuan kognitifnya yang mana menurut Vygotsky disebut dengan tingkat perkembangan potensial. Sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh anak, baik itu secara mandiri maupun dengan bantuan guru dan teman sebayanya, maka kognitif anak berada pada zona perkembangan proksimal (zone proximal development/ZPD) (Hendrizal, 2015, p. 27).
 Dalam aspek kognitif, metode pembelajaran bilingual ini dapat berperan aktif serta bermanfaat dalam mengasah kemampuan memori, atensi, tingkat konsentrasi atau fokus yang dimiliki oleh seorang anak. Anak bisa mendapatkan masukan dan latihan melalui kegiatan mendengarkan dan mengucapkan dari kedua bahasa yang dipelajari, dengan strategi yang mempertimbangkan kualitas dalam mengenalkan bahasa yang akan dipelajari, supaya memperoleh hasil yang efektif dalam perkembangan bilingualisme (Baker, 2000).
Â
Weisberg, Robert W., & Reeves, Lauretta M. (2013). COGNITION: From Memory to Creativity. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, USA.
Kami, K. (2017). DAMPAK BILINGUAL TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR. Jurnal Edukasi Sumba, 01(02), 145-150.
Khoiruzzadi, M., & Karimah, N. (2020). Pembelajaran Bilingual dan Usaha Sekolah Memaksimalkan Perkembangan Kognitif, Sosial, Dan Motorik Anak. JECED : Journal of Early Childhood Education and Development, 2(2), 147-160. https://doi.org/10.15642/jeced.v2i2.709
Darihastining, S., dkk. (2023). Penerapan Berbagai Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua Terhadap Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(1), 685-698. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i1.3893Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H