Film ini tertolong dengan view dan animasi yang bagus banget. Applause. Tapi, please … adegan dimana Ferre terserap ke dalam dimensi yang mempertemukannya dengan Diva itu terlalu … apa, ya. Maksa. Orang yang belajar psikologi mungkin tahu mengenai ‘teori cermin’. Bahwa manusia bercermin kepada sekelilingnya. Orang yang mengetahui tentang konspirasi pasti tahu bahwa cermin selalu dipakai oleh simbol, yeah, salah satu organisasi you-know-what. Tapi setahu saya cermin dalam Supernova antara Ferre dan Diva bukan keduanya. Atau mungkin keduanya. Yang jelas tanpa mengetahui makna cermin itu, penonton hanya akan menganggap itu adegan tambahan mengenai kegalauan Ferre. Bagi saya, adegan itu menjadi menarik hanya karena ada (sepertinya) Sarvara disana. Saya jadi menyimpulkan bawah Ferre adalah musuh Alfa yang dikejar-kejar oleh Sarvara. Itu agak mengacaukan cerita, sih. Kecuali jika memang penulis novelnya yang menyuruhnya memunculkan Sarvara disana.
Adegan mindblindness antara Diva dan Ferre itu bagus. Dimana ketika mereka bertemu muncullah Diva dan Ferre versi dimensi berbeda yang berkata-kata tapi tak bersuara, waktu tidak berjalan, dll. But sorry, penulis skenario, adegan itu dirusak karena akting dan dialog pemainnya yang membuatnya jadi awkward dan aneh … Dari awal saya dan sepupu saya melihat trailer film ini, kami berdua hanya tertawa-tawa dan terus-terusan berkomentar: kenapa, sih, cara ngomongnya lebay banget? perasaan pas baca novel ini kita nggak membayangkan dialog sedrama ini.
Adegan terbaik menurut saya: saat Arwin menabrak rumah Ferre dan menembakan pistol. Mungkin karena di adegan itu nggak ada dialognya. Haha.
#4 Yakin ending-nya ini?
"Supernova KPBJ bercerita tentang evolusi spiritual yang terjadi pada tokoh-tokohnya melalui beberapa konflik—antara lain cinta segitiga dan jejaring misterius yang dijalin tokoh cyber bernama Supernova—yang kemudian mengubah pandangan mereka tentang eksistensi dan jatidiri mereka.” Dewi Lestari dalam blog-nya.
See? MENGUBAH PANDANGAN MEREKA. Ketika di akhir film ini diceritakan bahwa Rana masih mencintai Ferre dan masih menyesal hidup bersama dengan Arwin, maka pandangan siapa yang berubah? Hanya Ferre yang akhirnya mengobrol riang dengan Diva dengan teh panas yang mengepul. Rana nggak begitu, Bos. Novel ini menjadi punya nilai (setelah dirasuki kondisi pasangan gay dan perselingkuhan) adalah karena akhirnya Rana sadar dan mampu menentukan apa yang menurutnya benar dan baik. Saya sangat terganggu saat di film ini ending-nya malah menunjukan kalau Rana masih wanita yang bodoh karena jatuh cinta. Hih. Jangan-jangan gara-gara penulis skenarionya cowok, jadi dia ingin menunjukan bahwa pilihan Rana meninggalkan Ferre itu salah. Ini bukan sekedar masalah jatuh cinta, Bro. Bukan. Bahkan dalam literatur psikologi, kasus semacam ini jadi contoh teori tentang “Makna muncul ketika kita mengambil keputusan”.
Jatuh cinta hanya permainan hormon dopamin, endorfin, feromon, oksitosin, norepinephrine, dan merembet ke hal lain dalam tubuh yang tidak terkontrol namun tetap bisa direm secara sadar. Orang yang menjadi tidak rasional ketika jatuh cinta adalah orang yang mengalami gangguan hormon dan membuat otaknya tidak stabil. I hate the ending so much.
#5 Siapa Antagonis? Siapa Protagonis?
Ini menarik. Kita terbiasa dengan film yang menunjukan bahwa si protagonis benar dan si antagonis salah. Makanya dalam kehidupan, kita terbiasa dengan pendapat bahwa kalau saya benar, maka kamu salah. Dalam film ini, tokoh uttamanya gay dan tokoh yang lainnya selingkuh. Nah loh.
Saranku, luaskan cara berpikir kita. Ada film yang sebenarnya memberikan pesan bahwa si pemeran utama melakukan kesalahan. Ada film yang menunjukan bahwa kehidupan sang tokoh utama seharusnya tidak dilakukan. Ada film yang bercerita mengenai hal tabu yang masih diperdebatkan tanpa ujung. Nah, film ini mengandung ketiga unsur konsep di atas. Ada yang gay, dalam film ini itu benar atau salah? Salah. Makanya Reubeun, yang beragama Yahudi, berkata, “Orang tuaku bilang kalau Yahweh melemparku ke neraka bersama kaum Sodom, dia bakalan ikut. Karena kalau aku ini produk gagal, berarti mereka juga gagal.”
Sebenarnya tidak ada unsur pembenaran gay dalam film ini. Tepatnya, film ini menunjukan hal yang tabu. Memang, saya setuju jika dikatakan bahwa seharusnya hal ini tidak boleh ditunjukan di publik. Karena jika ada orang yang gay menonton film ini, dia jadi merasa diakui dan tenang karena ada orang yang menganggap ini bukan aib karena telah diangkat menjadi karakter pemeran utama di film. Parahnya lagi jika ada orang normal yang sedang bimbang mengenai orientasi seskualnya dan memilih menjadi gay gara-gara film ini.