Mohon tunggu...
Zofrano Sultani
Zofrano Sultani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Historian, Researcher, Research Consultant, and Social Observer

Follow my Instagram: zofranovanova94. The researcher has an interest in the fields of East Asian History, South Asian History, the History of International Relations. and International Political Economy. He is an alumnus Bachelor of Arts in History degree currently pursuing a postgraduate in the field of socio-politics with a hobby of reading books, watching movies, listening to music, and foodies. Education level has taken: Private Kindergarten of Yasporbi II Jakarta (1998-1999), Private Elementary School of Yasporbi III Jakarta (2000-2006), Public Junior High School 41 Jakarta (2006-2009), Private Senior High School of Suluh Jakarta (2009-2012), and Department of History, Faculty of Social Sciences, State University of Malang (2012-2019). He has the full name Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memantapkan Ke-Asia-an Peserta Drag Queen Asian-American dalam Acara Kompetisi RuPaul's Drag Race (2009-2020) Part 1

7 Desember 2020   23:48 Diperbarui: 31 Desember 2020   09:58 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RuPaul's Drag Race adalah serial televisi kompetisi realitas dan hiburan Amerika Serikat untuk minoritas seksual seperti LGBTIQ dan menampilkan sisi kefeminiman dari pria sebagai waria, yang pertama dalam Drag Race Franchise, diproduksi oleh World of Wonder untuk Logo TV, WOW Presents Plus, dan, dimulai dengan musim kesembilan di bawah produksi VH1. Acara itu mendokumentasikan RuPaul dalam pencarian "superstar drag America berikutnya/America's next drag superstar". RuPaul berperan sebagai pembawa acara, mentor, dan ketua juri untuk seri ini, karena kontestan diberikan tantangan yang berbeda setiap minggunya. RuPaul Drag Race mempekerjakan panel juri, termasuk RuPaul, Michelle Visage, dan sejumlah juri tamu lainnya, yang mengkritik kemajuan kontestan selama kompetisi berlangsung. Judul pertunjukannya adalah permainan drag queen dan drag racing, dan urutan judul serta lagu "Drag Race" keduanya memiliki tema drag race. Sampai saat ini (2020), sudah ada dua belas pemenang acara: BeBe Zahara Benet, Tyra Sanchez, Raja, Sharon Needles, Jinkx Monsoon, Bianca Del Rio, Violet Chachki, Bob the Drag Queen, Sasha Velour, Aquaria, Yvie Oddly, dan Jaida Essence Hall. Acara ini merepresentasi kelompok minoritas seksual LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bixesual, Transgender, Intersexual, and Queer) yang diwadahi dalam sebuah ajang pencarian bakat untuk mengasah soft skill, art, and social awareness and concern. Peserta (contestant) dengan orientasi seksual dan identitas gender apa pun berhak mengikuti audisi, meskipun sebagian besar kontestan hingga saat season 12 adalah lelaki gay. Peserta/kontestannya pun dari latarbelakang profesi seperti penata rias dan tata busana, aktor, pembawa acara televisi, komedian, artis, karyawan, penyanyi, dan lain sebagainya.

RuPaul Drag Race ini telah berlangsung dua belas musim dan terinspirasi spin-off menunjukkan RuPaul Drag U, RuPaul Drag Race All Stars dan RuPaul Secret Selebrity Drag Race. Acara tersebut telah menjadi program televisi dengan rating tertinggi di Logo TV dan VH1, dan mengudara secara internasional, termasuk di Inggris Raya, Australia, Uni Eropa, Kanada, India, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Meksiko, Brazil, Chile, Kolombia, Argentina, Belanda, Prancis, Spanyol, Portugal, Thailand, Rusia, Indonesia, Irlandia, dan Israel. Acara ini memberi RuPaul lima Emmy Awards berturut-turut (2016 hingga 2020) untuk Host Luar Biasa untuk Program Realitas atau Persaingan Realitas (Outstanding Host for a Reality or Reality-Competition Program). Pertunjukan itu sendiri dianugerahi sebagai Penghargaan Emmy Primetime untuk Program Kompetisi Realitas Luar Biasa (Primetime Emmy Award for Outstanding Reality-Competition Program) pada tahun 2018, 2019 dan 2020, dan penghargaan Program Realitas Luar Biasa (Outstanding Reality Program award) di Penghargaan Media GLAAD ke - 21 (21st GLAAD (Gay & Lesbian Alliance Against Defamation) Media Awards). Itu telah dinominasikan untuk empat Penghargaan Televisi Pilihan Kritikus (Critics' Choice Television Award) termasuk Best Reality Series - Competition dan Best Reality Show Host untuk RuPaul, dan dinominasikan untuk Creative Arts Emmy Award untuk Outstanding Make-up for a Multi-Camera Series atau Special (Non-Prosthetic). Kemudian pada tahun 2018, pertunjukan tersebut menjadi pertunjukan pertama yang memenangkan Penghargaan Emmy Primetime untuk Program Kompetisi Realitas Luar Biasa (Primetime Emmy Award for Outstanding Reality-Competition Program) dan Penghargaan Emmy Primetime untuk Host Luar Biasa untuk Program Realitas atau Kompetisi Realitas (Primetime Emmy Award for Outstanding Host for a Reality or Reality-Competition Program) di tahun yang sama, sebuah prestasi yang telah diulangi sejak itu dan mengalahkan sesama acara kompetisi dan bakat Amerika Serikat lainnya. 

Calon kontestan Drag Race mengirimkan audisi video ke perusahaan produksi acara, World of Wonder. RuPaul, tuan rumah dan ketua juri (judges), melihat setiap rekaman dan memilih pesaing musim. Setelah kumpulan pemain yang dipilih di lokasi syuting, mereka memfilmkan serangkaian episode, masing-masing biasanya diakhiri dengan dikeluarkannya satu kontestan dari kompetisi. Jarang, hasil dari sebuah episode adalah eliminasi ganda, tidak ada eliminasi, diskualifikasi kontestan atau pemindahan kontestan atas dasar medis. Setiap episode menampilkan apa yang disebut tantangan maxi (maxi challenge) yang menguji keterampilan pesaing dalam berbagai bidang drag performance. Beberapa episode juga menampilkan mini challenge, yang hadiahnya sering kali berupa keuntungan atau keuntungan dalam maxi challenge yang akan datang. Mengikuti maxi challenge, kontestan menampilkan penampilan bertema di runway walk.  RuPaul dan panel juri kemudian mengkritik kinerja masing-masing kontestan, mempertimbangkan di antara mereka sendiri, dan mengumumkan pemenang minggu tersebut dan dua pesaing terbawah. Dua ratu (queen) terbawah bersaing dalam apa yang disebut Lip Sync for Your Life; pemenang lip sync tetap dalam kompetisi, dan yang kalah tersingkir. Umumnya, kontestan yang menurut juri paling menunjukkan "karisma, keunikan, keberanian, dan bakat (charisma, uniqueness, nerve, and talent)" (CUNT) adalah yang maju ke babak selanjutnya dan menjadi the winner. Tiga atau empat kontestan terakhir yang tersisa bersaing dalam episode final khusus di mana pemenang musim dinobatkan. Pada musim-musim awal, final telah direkam sebelumnya di studio tanpa penonton. Baru-baru ini, final telah mengambil bentuk turnamen sinkronisasi bibir (lip sync tournament) di hadapan penonton langsung. Pada musim 12 final difilmkan dari jarak jauh karena pandemi COVID-19 yang menyebar ke seluruh negara di dunia.

Dari season 1 (2009) hingga season 12 (2020) terdapat kurang lebih 150 kontestan yang berkompetisi di RuPaul Drag Race (RPDR) di Amerika Serikat. Sasha Velour (season 9) tidak setuju mantan kontestan/peserta RPDR berubah sepenuhnya menjadi wanita dan keluar dari identitas sebagai drag queen, dengan metweet: "My drag was born in a community full of trans women, trans men, and gender non-conforming folks doing drag. That's the real world of drag, like it or not. I thinks it's fabulous and I will fight my entire life to protect and uplift it". Adapun peserta dari season 1-12 tidak hanya berasal dari Afrika, Afrika-Amerika, Eropa Timur, Kanada, Eropa-Amerika, dan Latino/Hispanik, tetapi juga berasal dari Siberia, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Pasifik/Oseania, dan/atau Timur Tengah/Asia Barat Daya sebanyak 17 orang namun 1 orang berasal dari Amerika yang mengikuti RuPaul's Drag Race di Thailand. Sejak itu, setiap tahun saya menunggu pengumuman peserta apakah seorang drag queen Amerika keturunan Asia akan menjadi bagian dari kompetisi. Jika demikian, saya bertanya-tanya bagaimana dia akan tampil di acara itu dan - yang lebih mendesak - bagaimana dia akan memanfaatkan identitas keAsiaannya meskipun pindah ke Amerika untuk bermukim dan mencari penghasilan atau memiliki keturunan darah Asia dari keluarga mereka. Akankah dia menggambarkan stereotip dari warisannya? Akankah dia menghormati tradisi budayanya? Atau mungkin, seperti banyak seniman lainnya, dia akan mendarat di suatu tempat di tengah, menyebarkan stereotip orientalis di samping penghormatan yang mendalam pada tanah air (nationalism). 

Fenomena ini diperumit oleh politik rasial dan gender yang tertanam dalam budaya Amerika, Asia, dan gay/LGBTIQ. Seperti yang ditulis C. Winter Han (2015) dalam Geisha of a Different Kind: Race and Sexuality in Gaysian America, "cara pria Asia digambarkan di berbagai media tidak hanya merampas maskulinitas mereka tetapi juga menampilkan mereka sebagai hal yang tidak diinginkan secara seksual baik bagi pria maupun wanita". Tradisi media Barat yang sudah lama mengebiri pria Asia dapat menelusuri akarnya langsung ke undang-undang anti-miscegenation dan undang-undang imigrasi xenofobia membuat para kontestan dari darah Asia sulit menginterpretasikan budaya Amerika sesuai style Asia.

Politik ini memengaruhi penampilan drag queen Amerika-Asia di RuPaul's Drag Race. Han (2015:133-135) mengajukan analisisnya bahwa karakter Asia sangat rasial dengan cara yang tidak dilakukan oleh kontestan lain, dan yang lebih penting, acara tersebut memberi penghargaan kepada kontestan Asia semakin mereka melakukan Orientalisasi diri, terutama dengan Manila Luzon Pada RuPaul's Drag Race season (Musim) 3, Manila Luzon memenangkan tantangan di mana ia menampilkan keaslian Asianya dengan memakai cheongsam, menggunakan aksen pan-Asia, dan beringsut di atas panggung sambil mengayunkan nunchucks dalam episode "Jocks in Frocks" . Ratu keturunan Asia lainnya telah mengikuti jalan yang sama, termasuk Jujubee di Musim 2, Raja di Musim 3, dan Yuhua Hamasaki di Musim 10 menggunakan Chinese style, belum lagi Gia Gunn (Musim 6), Soju (Musim 11) dan Plastique Tiara (Musim 11), serta Rock M. Sakura (Musim 12)  yang menggunakan Japanese, Koreanese, and Vietnamese style

Banyak, jika tidak semua, peserta drag queens berwarna harus menavigasi identitas ras, gender, dan seksual mereka yang berpotongan dalam membangun karakter drag mereka dari peserta lain. Dalam artikel ini bertujuan mengeksplorasi dan menganalisis cara-cara di mana waria Amerika-Asia khususnya melakukan ras, gender, dan seksualitas di atas panggung dan di layar kompetisi tanpa bermaksud rasisme. Tidak hanya mempertimbangkan gaya kostum dan penampilan mereka, tetapi juga cara mereka berbicara tentang diri mereka sendiri dan dibicarakan oleh orang lain (misalnya oleh juri dan kontestan lain). Drag queens Asia-Amerika tidak dapat dihomogenisasi menjadi satu gaya atau estetika drag, dan tidak menjudge buruk apalagi mengagungkan mereka dengan lebih transparan menulis mengenai seluk-beluk drag queen selaku minoritas seksual melalui pendekatan sosiologi, psikologi, dan antropologi. Sebaliknya, para peserta RPDR dari Asia-Amerika berpotensi menantang representasi tubuh aneh Asia di atas panggung dan di layar yang didominasi oleh kulit putih dan kulit hitam. Dalam bukunya Gender Trouble (1999), ahli teori feminis Judith Butler menguraikan teorinya tentang kinerja gender, dengan alasan bahwa:

"Acts, gestures, and desire produce the effect of the body, through the play of signifying absences that suggest, but never reveal, the organizing principle of identity as a cause. Such acts, gestures, enactments, generally construed, are performative in the sense that the essence or identity that they otherwise purport to express are fabrications manufactured and sustained through corporeal signs and other discursive means" (Butler,1999: 173). 


GENDER TROUBLE PESERTA DRAG QUEEN ASIA-AMERIKA

Menurut Butler (1999:174), gender tidak selalu merupakan fakta biologis, melainkan sebuah identitas yang dibangun secara sosial yang dibuat melalui tindakan performatif, yang kemudian ditorehkan di permukaan tubuh sebagai identitas seksual meskipun menjadi bagian dari minoritas sosial dalam hal gender. Meskipun gagasan Butler tentang performativitas gender mengacu pada semacam  tindakan sosial, kata 'performance' di sini  sangat penting mengenai para peserta drag race. Butler (1999:174) juga mengakui hal ini, menunjuk drag sebagai parodi gender yang berpotensi subversif, yang secara efektif mengejek baik model gender yang ekspresif dan gagasan tentang identitas gender yang sebenarnya. Tindakan drag dengan demikian merupakan pelanggaran terhadap biner gender, mengungkapkan ketidakkonsistenan dan permeabilitasnya bahwa pria dapat melakukan feminitas menunjukkan bahwa gender tidak dapat dengan mudah dipisahkan menjadi kategori diskrit 'pria' dan 'wanita'. Dalam Bodies That Matter (2011), Butler berhati-hati untuk membantah pembacaan feminis tentang drag sebagai hal yang secara inheren merendahkan wanita, dengan alasan bahwa:

"Drag adalah situs ambivalensi tertentu, yang mencerminkan situasi yang lebih umum yang terlibat dalam rezim kekuasaan yang dengannya seseorang dibentuk dan, karenanya, terlibat dalam rezim kekuasaan yang ditentangnya" (Butler,2011:85).

Daripada membentuk pemikiran kebencian terhadap waria, Senelick (2000) menyarankan bahwa waria terlibat dengan sumbu kekuasaan yang tidak stabil, terutama dalam hal gender dan seksualitas, tetapi juga dalam hal ras dan kelas. Ide ambivalensi ini pada tindakan merangkul atau melebih-lebihkan stereotip dalam upaya untuk menantang ideologi yang berlaku tentang ras, gender, dan seksualitas yang heteroseksualitas. Kehadiran minoritas seksual terutama waria (shemale/drag queen/lady boy) mewakilkan gender dan seksualitas pria gay (atau kadang-kadang wanita transgender) saat penampilannya di RuPaul's Drag Race yang biasanya tampil dalam pertunjukan kabaret dengan kostum yang menampilkan versi feminitas yang berlebihan. Ajang bakat RPDR ini membedakan antara waria yang tujuan utamanya adalah untuk menghibur (entertain) dan pria yang berpakaian silang (cross-dress) untuk tujuan fetisistik.  Di dalam budaya Asia, waria dari aktor laki-laki yang memerankan peran perempuan dalam karya drama atau teater, seperti contoh teater Elizabethan dan peran onnagata (女方)/oyama (女 形) dalam kabuki Jepang tampil atau berpakaian  tidak selalu membuat seseorang menjadi 'waria' (drag queen) karena penampilan kostum/pakaian yang dikenakan yang membuatnya berperilaku feminim di depan penonton layaknya seorang wanita dari segi biologis.

Seperti yang diharapkan dalam masyarakat heteronormatif, hambatan secara historis ditantang oleh sikap homofobik dan seksis kepada kelompok minoritas seksual ini dalam sejarah sosial Amerika. Beberapa undang-undang, seperti Statuta 780 New York dari KUHP dan Pasal 888 poin 7 dari KUHAP, baik secara implisit maupun langsung melarang pertunjukan drag atau dressing in drag, bahkan hingga tahun 1960an (Senelick,2000:378-379). Pelecehan dan penggerebekan oleh polisi terhadap tempat-tempat gay hingga tahun 1960-an adalah hal biasa, dan klub gay serta waria segera mengembangkan sistem peringatan untuk melindungi diri mereka sendiri. Klub gay juga sering dipaksa untuk memberlakukan pajak kabaret dan minuman keras yang lebih berat, serta pembayaran di bawah meja lainnya (Senelick,2000:384). Namun seiring berjalannya waktu, Amerika Serikat pasca 1960an diizinkan kepada drag queen atau dressing in drag dalam sebuah acara pertujukan di televisi maupun film. Dengan demikian, sangat penting bagi menonjolkan gaya tarik untuk menekankan elemen pertunjukan dan penampilan, dan dalam banyak kasus para pemain telah mengasah keterampilan mereka di bidang bisnis pertunjukan lain, biasanya karnaval, vaudeville, atau burlesque (Senelick,2000:380). Mereka melakukan penampilan di dalam pertunjukan keterampilannya dengan menggunakan lip sync. Skill ini menyebabkan popularitas sinkronisasi bibir dalam kinerja drag mengalami perkembangan dari semula sebuah pertunjukan mengalami peningkatan biaya dan hilangnya pelanggan secara bertahap memaksa klub untuk melepaskan musisi live yang mahal dan menggantinya dengan musik kaleng (canned music) (Senelick,2000:384).

Perkembangan sinkronisasi bibir semakin mempopulerkan penggunaan diva wanita populer sebagai subjek untuk diparodikan atau disindir bagi musik live. Pada acara RPDR yang berlangsung sejak 2009, peserta terbagi menjadi 2 kategori skill yaitu comedian queen and glamour queen. Ratu komedi kemudian menjadi antitesis dari ratu glamour sedangkan ratu glamour biasanya memprioritaskan penampilan cantik atau parasnya yang beautiful, sebagai contoh Plastique Tiara (lihat gambar 1). Sementara itu, ratu komedi malah memprioritaskan humor dan pengaruh, seperti Jujubee dan Manila Luzon. Meskipun begitu, 2 kategori ini saling mengaburkan pemaknaan dan batas-batas pada peserta RPDR. 

Gambar 1. Plastique Tiara sebagai kontestan drag queen Asia-Amerika termuda pada RuPaul's Drag Race (RPDR) Season 11
Gambar 1. Plastique Tiara sebagai kontestan drag queen Asia-Amerika termuda pada RuPaul's Drag Race (RPDR) Season 11

Dengan demikian, perkembangan drag queen di Amerika Serikat tidak hanya dibentuk oleh sikap homofobik terhadap laki-laki gay, tetapi juga oleh cara laki-laki gay menavigasi pengalaman mereka yang distigmatisasi melalui penampilan dalam hal tata busana dan tata rias. Tampil secara "elegan" memungkinkan laki-laki gay untuk mengelola stigma mereka dengan memberlakukan cara-cara alternatif kinerja gender dari arus utama sistem sosial masyarakat yang heteroseksual. Dengan merangkul atau memparodikan kecantikan feminin, mereka mendapatkan pelarian yang fantastis dari pengalaman hidup mereka sebagai minoritas seksual seperti drag queen. Pembentukan objek dan praktik budaya hibrida yang dihasilkan oleh sejarah yang tidak merata dan hubungan kekuasaan tidak sintetis dan berbagai cara di mana subjek-subjek individu yang berada dalam hubungan sosial ditentukan oleh beberapa sumbu kekuasaan yang berbeda seperti immigrant act terutama menghadapi arus utama budaya Amerika (Lowe,1999:67). Peserta/kontestan dari Asia-Amerika di RPDR melakukan asimilasi praktek Asia atau imigran ke bentuk dominan seperti berdandan a la orang Eropa nan cantik tetapi masih bisa berbahasa ibu dan beraksen Inggris Amerika-Asia. Oleh Lisa Lowe (1999:68) justru itu menandai sejarah kelangsungan hidup dalam hubungan kekuasaan dominasi yang tidak setara dengan memaksakan asimilasi praktek Asia oleh keturunan Asia-Amerika di dalam arus utama budaya Amerika yang kentara dengan maskulinitas dan elegan di dalam penampilan.

Shimakawa (2002:3) menegaskan bahwa ke-Amerika-an Asia itu sendiri adalah keadaan yang hina, karena itu mengungkapkan kerapuhan batas-batas imajiner bangsa Amerika diproduksi memerlukan 'produksi simultan' dari hina Amerika Asia (baik subjek maupun objek), yang Asianness. Sementara banyak waria Asia-Amerika pasti terlibat dengan narasi mayoritas tentang badan-badan Asia dalam imajinasi Amerika yang serba aesthetics dan serba putih. Hal itu menyebabkan peserta drag Asia-Amerika merasa insecure dan anxious jika kulit mereka berubah menggelap/menghitam atau kulit berwarna.

MEMANTAPKAN KEASIAAN PESERTA DRAG QUEEN ASIA-AMERIKA 

Peserta RPDRI dari Asia-Amerika semenjak adanya persilangan antara warnaisme dan ras dari kekuasaan dominasi budaya Amerika,  kemudian dalam acara itu berusaha menampilkan different selain identitas seksualnya juga berusaha different dari peserta lain untuk tampil “eksotis” yang dilekatkan terutama pada peserta drag queen Asia-Amerika. Menurut Ouellette (2013) panggung yang disiarkan televisi untuk belajar bekerja di bidang yang menuntut tingkat tinggi "yang harus dilihat", performativitas, fleksibilitas, dan usaha mandiri dari calonnya. Entah itu disadari apa tidak, RuPaul's Drag Race mengeksploitasi tenaga kerja pria kulit berwarna yang seringkali berpenghasilan rendah dengan tantangan terakhir di setiap musim adalah tampil dalam video musik untuk mempromosikan single terbaru RuPaul sambil menjanjikan kepada mereka bahwa mereka, bukan RuPaul, adalah 'penerima manfaat utama' dari kerja keras mereka pada acara tersebut. "Mereka terkenal" karena penggunaan penempatan produk yang tampaknya menyindir diri mereka sendiri. Kapan pun nama sponsor, atau setiap kali RuPaul mencolokkan salah satu produknya sendiri, kamera akan memperbesar tampilan RuPaul saat dia mengulangi nama sponsor atau produk dengan kedipan mata dan efek suara 'ding!'. Bagaimanapun, RuPaul perlu mempromosikan sponsor dan produknya sendiri, meskipun dia melakukannya dengan cara yang mengolok-olok penempatan produk di televisi arus utama. 

Peserta bukan menjual produk yang sebenarnya, mereka belajar bagaimana merek dan mengiklankan diri mereka sendiri sebagai produk. RPDR untuk mengubah kerja eksploitatif ini menjadi modal budaya dan ekonomi mereka sendiri. Peserta dari Asia-Amerika berusaha mengesampingkan penggunaan stereotip Asia ke dalam rutinitasnya, menggarisbawahi tubuh rasial di atas panggung. Pengalaman pria gay Asia-Amerika sering kali sarat dengan makna yang bersinggungan dengan gender dan rasial. Pria Asia, setidaknya dalam imajinasi Barat, dianggap kurang 'maskulin' dan dengan demikian lebih 'feminin' daripada pria kulit putih. Dalam hal ini, warna kulit terang identik dengan mereka yang berstatus sosial tinggi atau berasal dari lapisan kelas sosial atas. Sementara itu, mereka yang berasal dari kelas sosial yang lebih rendah, seperti kelas pekerja, tidak identik dengan warna kulit terang (Saraswati,2019:85). Kekuasaan dominasi tersebut yang merasa dirugikan bagi pria Asia untuk disamakan dengan homoseksualitas, dan pria gay Asia, yang terpinggirkan ganda karena pertama, dalam komunitas Amerika-Asia arus utama karena menjadi gay dan kedua, dalam komunitas gay karena menjadi orang Asia (Han,2015:219).

Sebagai contoh pada Raja, seorang drag queen yang memenangi RPDR Musim (season) 3 dengan runnerup Manila Luzon yang merepresentasikan Filipino culture. Raja Gemini/Raja kurang fokus pada komedi dan kepribadian yang lebih besar dari kehidupan, tetapi pada saat yang sama tidak menginginkan keanehan yang dianut banyak waria lainnya. Sebaliknya, gayanya dipuji karena sifatnya yang konseptual, humble, dan seringkali androgini (Zhang,2016:69). Ia menyampaikan pesan patriotik yang memproklamasikan kebanggaan Amerika meskipun memiliki darah dan keturunan dari Asia, Raja menyatakan: "Saya Raja, dan saya bangga menjadi orang Amerika. Tumbuh di Indonesia, orang tua saya mengajari saya bahwa saya bisa menjadi apa pun yang saya inginkan. Amerika, di mana putra imigran dapat memakai kebebasannya dengan bangga" (Murray,2011a). Raja pun menjadi trendsetter bagi dunia fesyen (fashion) Amerika Serikat yang memberi ruang kepada minoritas seksual, LGBT dalam mengekspresikan diri melalui seni (art), bakat, dan aspek sosial-humaniora meski bukan merupakan keturunan Eropa-Amerika yang berkulit putih.

Retorika imigran dan kebanggaan ini berbicara kepada selera global Raja tentang gaya yaitu perpaduan yang terjadi antara menjadi orang Amerika, menjadi global, dan bebas mengenakan apa pun yang diinginkan terlepas dari kesesuaian berpakaian dengan topi perang pribumi Amerika (Indian) untuk tantangan patriotik Amerika yang secara antropologis diekspresikan oleh mereka sendiri peserta drag queen Asia-Amerika. Secara psikologis juga dialami oleh Gia Gunn saat menggunakan kabuki dari Jepang. Meskipun pengalaman awal dengan cross-dressing teatrikal telah membantu membentuk gaya tarik yang Gia lakukan sekarang dengan kadang-kadang memasukkan kostum kabuki dan tarian ke dalam pertunjukan live (lihat gambar 2), Gia dengan cepat membedakan antara kabuki dan drag per se. Gia berusaha menjembatani diferensiasi budaya di mana di Jepang, teater kabuki semuanya laki-laki tidak akan, suka, terselip dan memakai payudara. Gia Gunn (dalam Murray,2014) mengatakan apa yang dia tampilkan saat performance menunjukkan bahwa "dalam budaya saya (Jepang), ini bukan hal gay, jadi bahkan pria straight pun melakukannya. Ini adalah seni". 

Gambar 2. Gia Gunn sebagai drag queen Asia-Amerika pada RuPaul's Drag Race (RPDR) Season 6.
Gambar 2. Gia Gunn sebagai drag queen Asia-Amerika pada RuPaul's Drag Race (RPDR) Season 6.

Tantangan secara psikologi budaya juga dialami oleh Manila Luzon dalam ajang kompetisi yang disiarkan oleh televisi di Amerika Serikat. Saat snatch game season 3 episode 6, Manila Luzon, memilih mengimpersonatekan Imelda Marcos. Manila memilih untuk menanggapi kritik Shangela karena ketidakasliannya dengan meniru identitas Imelda Marcos, mantan ibu negara Filipina, mengenakan gaun terno merek dagang Marcos dan gaya rambut bob. Meskipun mendapat kritik dari peserta lain yang menjadi kompetitornya, sebagian besar lelucon Manila yang ditayangkan di episode utama berkisar pada koleksi sepatu Marcos yang terkenal luas, dia menyapa penonton dengan frasa Tagalog, Mabuhay! Mabuhay!. Di sini, dia berhasil menjembatani budaya Amerika yang maskulinitas sebagai arus utama dengan tetap memantapkan identitas ras dan gender sebagai orang Asia-Amerika dengan identitas seksual LGBTIQ. Manila pada akhirnya menolak untuk membahas implikasi dari penerapan stereotip Asia ini mengeluh bahwa "mereka hanya membuat semuanya seperti rasial dan sebenarnya tidak!" (Murray,2011b). Hal serupa dialami oleh Plastique Tiara yang memiliki nama asli Duc Tran Nguyen saat reading challenge ketika Silky Nutmeg Ganache mengatakan kepada Plastique Tiara sebagai Japanese. Kemudian dilansir oleh asamnews.com, Silky membela diri dengan menjawab, "Aku tahu warisanmu. Tapi yang membuat saya bingung adalah membaca sajak (rhymes) yang saya lakukan untuk setiap gadis telah menjadi saya rasis. Baik. Kalian bisa memainkannya jika Anda mau".

Kemudian, Soju, rekan setim RPDR Musim 11 yang juga berdarah Asia (Korea Selatan) memberi tahu Silky bahwa dia tidak rasis, tapi itu juga bukan sesuatu yang harus diabaikan dalam memberikan pemahaman humaniora mengenai ke-Asia-an kepada orang Amerika Serikat terkhusus minoritas seksual semacam LGBT .

“Ini hanya sesuatu yang harus ditangani karena sekali lagi kami kurang kesadaran Asia (Asian awareness) untuk menyadari hanya mengatakan kata-kata Jepang kepada orang Vietnam tidaklah lucu” (Randall,2019).

Masalah identitas ras dan gender sebagai orang Asia ternyata perlu ditangani melalui pengedukasian kepada orang Amerika Serikat pentingnya menumbuhkan kesadaran Asia bahwa Asia adalah bangsa yang heterogen dan terbentang dari Turki hingga Indonesia. Pada dasarnya, drag merepresentasikan pemberlakuan dan performa identitas gender. Dalam formulasi ini, RuPaul memberikan definisi drag yang sejalan dengan apa yang oleh filsuf Judith Butler (1999) disebut “gender performativitas". Waria meniru gender dan melalui proses, mengungkapkan bahwa gender itu sendiri adalah struktur tiruan yang dikontruksi oleh manusia melalui proses interaksi sosial untuk menampilkan different. Oleh karena itu, menurut Butler (1999:140), gender menjadi kategori sosial yang dinormalisasi melalui cara biasa di mana gerak tubuh, gerakan, dan gaya dari berbagai jenis. merupakan ilusi dari diri gender yang tinggal. Apa yang terjadi pada Plastique Tiara, meskipun pertunjukan tersebut terdapat joke yang mewakili beberapa aspek dari bentuk seni yang beragam ini, representasi ini harus dibatasi dan tidak selalu mengeksplorasi luasnya sejarah dan subkultur drag queen yang berbeda budaya transnasional. 

Pemahaman ambivalensi sebagai interaksi yang rumit antara apropriasi dan subversi sangat penting dalam analisis saya terhadap kontestan Asia-Amerika di RuPaul's Drag Race (RPDR). Tentu saja, contoh-contoh ini sebagian besar dibuat dan dimediasi melalui perangkat reality televisi, karena hanya dapat melihat apa yang produser ingin penonton lihat yang menampilkan bakat dan seni. Beberapa penampil live paling dinamis akhirnya tidak bertahan lama di reality show. Seni drag (drag artistry) mereka tidak selalu diterjemahkan ke dalam kepribadian televisi realitas yang menarik. Namun demikian, bakat mereka bersinar saat berada dalam ruang pertunjukan drag live. Tentu, masalah gender, ras, dan seksualitas peserta dari Asia-Amerika mempelajari bagaimana RuPaul's Drag Race memberi para seniman ini berbagai tingkat akses ke modal sosial dan ekonomi dari ekonomi Drag Race yang sedang berkembang. Kebimbangan Manila Luzon antara menampilkan ke-Filipina-an (Filipinoness) yang 'otentik' versus stereotip Asia yang 'tidak autentik', atau bahkan lebih luas lagi dalam cara-cara di mana upaya Drag Race untuk memparodikan ekonomi budaya dari reality show televisi pada akhirnya bekerja untuk menunjukkan kiasan seperti penempatan produk budaya Amerika yang serba maskulin dibanding Asia yang feminin. 

Pada akhirnya, meskipun mereka drag queen Asia-Amerika mendapat tantangan dari arus utama budaya Amerika,  gaya drag komersial ini dengan bentuk gaya drag "queerer" yang dilakukan oleh seniman drag beridentitas queer dalam ruang konsumsi queer. Hambatan semacam itu, oleh Muñoz (1999) merepresentasikan untaian tertentu dari pluralisme liberal integrasi Amerika Serikat yang memberi ruang kebebasan namun agak sedikit memberi ruang kepada orang non kulit putih terutama dari Asia yang identitas seksualnya, LGBT sudah "disterilkan". Hal itu, dimaksudkan untuk dinikmati sebagai penghibur yang diharapkan akan menghasilkan pemahaman sosial dan toleransi kepada masyarakat global bahwa Amerika Serikat itu heterogen dan menjunjung keberagaman yang "dipaksakan" untuk menjadi beragam melalui queers color dalam bentuk fesyen dari acara kompetisi sekaligus hiburan RuPaul's Drag Race di era globalisasi ini. Di lain hal, RPDR juga setara acara ajang kecantikan perempuan yang digilai oleh peagent lovers karena menampilkan komunikasi lintas budaya pada masyarakat transnasional dalam menafsirkan gender dalam bungkus bakat dan identitas budaya non Eropa-Amerika yang disiarkan oleh media sebagai lifestyle masyarakat global modern.

DAFTAR PUSTAKA

Butler, Judith. 1999. Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. New York: Routledge.

Butler, Judith. 2011. Bodies That Matter: On the Discursive Limits of Sex. New York: Routledge.

Han, C. Winter. 2015. Geisha of a Different Kind: Race and Sexuality in Gaysian America. New York: New York University Press.

Lowe, Lisa. 1999. Immigrant Acts: On Asian American Cultural Politics. Durham, North Carolina: Duke University Press. 

Muñoz, José Esteban. 1999. Disidentifications: Queers of Color and the Performance of Politics. Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press.

Murray, N. 2011a. ‘Life, Liberty, and the Pursuit of Style’, RuPaul’s Drag Race, season 3, episode 9, Logo TV, 14 March, http://www.logotv.com/shows/ rupauls_drag_race/episode-9-season-3-life-liberty-and-the-pursuit-ofstyle/1733845/playlist/.

Murray, N. 2011b. ‘The Snatch Game’, RuPaul’s Drag Race, season 3, episode 6, Logo TV, 21 February, http://www.logotv.com/shows/rupauls_drag_race/ episode-6-season-3-the-snatch-game/1657013/playlist/. 

Murray, N. 2014. ‘Shade: The Rusical’, RuPaul’s Drag Race, season 6, episode 4, Logo TV, 17 March, http://www.logotv.com/shows/rupauls_drag_race/ rupauls-drag-race-episode-4-season-6-shade-the-rusical/1726498/ playlist/.

Ouellette, Laurie. 2013. America’s Next Top Model: Neoliberal Labor in Ethan Thompson and Jason Mittell (Eds). 2013. How to Watch Television (pp. 168-176)New York: New York University Press. 

Randall. 2019. Drag community calls out Silky Nutmeg Ganache for racist read. Asamnews.com (April 28, 2019). https://asamnews.com/2019/04/28/drag-community-calls-out-silky-nutmeg-ganache-for-racist-read/.

Saraswati, L. Ayu. 2019. Putih: Warna Kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transnasional. Cetakan ke-2. Tangerang Selatan: CV Marjin Kiri.

Senelick, Laurence. 2000. The Changing Room: Sex, Drag, and Theatre. New York: Routledge. 

Shimakawa, Karen. 2002. National Abjection: The Asian American Body Onstage. Durham, NC: Duke University Press.

Zhang, Eric. 2016. Memoirs of a GAY! Sha: Race and gender performance on RuPaul’s Drag Race. Studies in Costume & Performance (SCP),  Volume 1 Number 1  (2016): pp. 59-75.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun