Tantangan secara psikologi budaya juga dialami oleh Manila Luzon dalam ajang kompetisi yang disiarkan oleh televisi di Amerika Serikat. Saat snatch game season 3 episode 6, Manila Luzon, memilih mengimpersonatekan Imelda Marcos. Manila memilih untuk menanggapi kritik Shangela karena ketidakasliannya dengan meniru identitas Imelda Marcos, mantan ibu negara Filipina, mengenakan gaun terno merek dagang Marcos dan gaya rambut bob. Meskipun mendapat kritik dari peserta lain yang menjadi kompetitornya, sebagian besar lelucon Manila yang ditayangkan di episode utama berkisar pada koleksi sepatu Marcos yang terkenal luas, dia menyapa penonton dengan frasa Tagalog, Mabuhay! Mabuhay!. Di sini, dia berhasil menjembatani budaya Amerika yang maskulinitas sebagai arus utama dengan tetap memantapkan identitas ras dan gender sebagai orang Asia-Amerika dengan identitas seksual LGBTIQ. Manila pada akhirnya menolak untuk membahas implikasi dari penerapan stereotip Asia ini mengeluh bahwa "mereka hanya membuat semuanya seperti rasial dan sebenarnya tidak!" (Murray,2011b). Hal serupa dialami oleh Plastique Tiara yang memiliki nama asli Duc Tran Nguyen saat reading challenge ketika Silky Nutmeg Ganache mengatakan kepada Plastique Tiara sebagai Japanese. Kemudian dilansir oleh asamnews.com, Silky membela diri dengan menjawab, "Aku tahu warisanmu. Tapi yang membuat saya bingung adalah membaca sajak (rhymes) yang saya lakukan untuk setiap gadis telah menjadi saya rasis. Baik. Kalian bisa memainkannya jika Anda mau".
Kemudian, Soju, rekan setim RPDR Musim 11 yang juga berdarah Asia (Korea Selatan) memberi tahu Silky bahwa dia tidak rasis, tapi itu juga bukan sesuatu yang harus diabaikan dalam memberikan pemahaman humaniora mengenai ke-Asia-an kepada orang Amerika Serikat terkhusus minoritas seksual semacam LGBT .
“Ini hanya sesuatu yang harus ditangani karena sekali lagi kami kurang kesadaran Asia (Asian awareness) untuk menyadari hanya mengatakan kata-kata Jepang kepada orang Vietnam tidaklah lucu” (Randall,2019).
Masalah identitas ras dan gender sebagai orang Asia ternyata perlu ditangani melalui pengedukasian kepada orang Amerika Serikat pentingnya menumbuhkan kesadaran Asia bahwa Asia adalah bangsa yang heterogen dan terbentang dari Turki hingga Indonesia. Pada dasarnya, drag merepresentasikan pemberlakuan dan performa identitas gender. Dalam formulasi ini, RuPaul memberikan definisi drag yang sejalan dengan apa yang oleh filsuf Judith Butler (1999) disebut “gender performativitas". Waria meniru gender dan melalui proses, mengungkapkan bahwa gender itu sendiri adalah struktur tiruan yang dikontruksi oleh manusia melalui proses interaksi sosial untuk menampilkan different. Oleh karena itu, menurut Butler (1999:140), gender menjadi kategori sosial yang dinormalisasi melalui cara biasa di mana gerak tubuh, gerakan, dan gaya dari berbagai jenis. merupakan ilusi dari diri gender yang tinggal. Apa yang terjadi pada Plastique Tiara, meskipun pertunjukan tersebut terdapat joke yang mewakili beberapa aspek dari bentuk seni yang beragam ini, representasi ini harus dibatasi dan tidak selalu mengeksplorasi luasnya sejarah dan subkultur drag queen yang berbeda budaya transnasional.
Pemahaman ambivalensi sebagai interaksi yang rumit antara apropriasi dan subversi sangat penting dalam analisis saya terhadap kontestan Asia-Amerika di RuPaul's Drag Race (RPDR). Tentu saja, contoh-contoh ini sebagian besar dibuat dan dimediasi melalui perangkat reality televisi, karena hanya dapat melihat apa yang produser ingin penonton lihat yang menampilkan bakat dan seni. Beberapa penampil live paling dinamis akhirnya tidak bertahan lama di reality show. Seni drag (drag artistry) mereka tidak selalu diterjemahkan ke dalam kepribadian televisi realitas yang menarik. Namun demikian, bakat mereka bersinar saat berada dalam ruang pertunjukan drag live. Tentu, masalah gender, ras, dan seksualitas peserta dari Asia-Amerika mempelajari bagaimana RuPaul's Drag Race memberi para seniman ini berbagai tingkat akses ke modal sosial dan ekonomi dari ekonomi Drag Race yang sedang berkembang. Kebimbangan Manila Luzon antara menampilkan ke-Filipina-an (Filipinoness) yang 'otentik' versus stereotip Asia yang 'tidak autentik', atau bahkan lebih luas lagi dalam cara-cara di mana upaya Drag Race untuk memparodikan ekonomi budaya dari reality show televisi pada akhirnya bekerja untuk menunjukkan kiasan seperti penempatan produk budaya Amerika yang serba maskulin dibanding Asia yang feminin.
Pada akhirnya, meskipun mereka drag queen Asia-Amerika mendapat tantangan dari arus utama budaya Amerika, gaya drag komersial ini dengan bentuk gaya drag "queerer" yang dilakukan oleh seniman drag beridentitas queer dalam ruang konsumsi queer. Hambatan semacam itu, oleh Muñoz (1999) merepresentasikan untaian tertentu dari pluralisme liberal integrasi Amerika Serikat yang memberi ruang kebebasan namun agak sedikit memberi ruang kepada orang non kulit putih terutama dari Asia yang identitas seksualnya, LGBT sudah "disterilkan". Hal itu, dimaksudkan untuk dinikmati sebagai penghibur yang diharapkan akan menghasilkan pemahaman sosial dan toleransi kepada masyarakat global bahwa Amerika Serikat itu heterogen dan menjunjung keberagaman yang "dipaksakan" untuk menjadi beragam melalui queers color dalam bentuk fesyen dari acara kompetisi sekaligus hiburan RuPaul's Drag Race di era globalisasi ini. Di lain hal, RPDR juga setara acara ajang kecantikan perempuan yang digilai oleh peagent lovers karena menampilkan komunikasi lintas budaya pada masyarakat transnasional dalam menafsirkan gender dalam bungkus bakat dan identitas budaya non Eropa-Amerika yang disiarkan oleh media sebagai lifestyle masyarakat global modern.
DAFTAR PUSTAKA
Butler, Judith. 1999. Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. New York: Routledge.
Butler, Judith. 2011. Bodies That Matter: On the Discursive Limits of Sex. New York: Routledge.
Han, C. Winter. 2015. Geisha of a Different Kind: Race and Sexuality in Gaysian America. New York: New York University Press.
Lowe, Lisa. 1999. Immigrant Acts: On Asian American Cultural Politics. Durham, North Carolina: Duke University Press.
Muñoz, José Esteban. 1999. Disidentifications: Queers of Color and the Performance of Politics. Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press.