No. 15. Zoel Z'anwar
Â
Oktober yang basah tiba dengan seok yang sempurna. Hujan selalu membawa begitu banyak cerita. Dan kali ini indah. Ah, tidak. Sedikit indah, mungkin. Atau sebenarnya malah hanya agak indah.Â
Sebelum keindahan itu hadir, jatuh seperti rintik hujan pada bumi yang haus, maka ia hanya pantas disebut agak indah. Tak apa, setidaknya ada sesuatu yang dirasakannya. Seperti tanah kering musim kemarau--setelah kegagalannya menjadi nyonya di belakang sebuah nama--dia kembali merasakan sesuatu yang 'agak indah'. Â
Diandra sendiri tak pernah mengerti bagaimana dia bisa terseret kembali ke masa-masa remaja yang menggelikan seperti ini. Bukankah menghabiskan sepanjang malam dengan menatap layar 14 inch komputer jinjing, menarikan jari-jari di atas tuts-tuts keyboard sambil terbahak-bahak--sementara kau tak tahu apakah yang kau lakukan itu benar,--menggelikan?Â
Hujan baru saja membasahi Oktober kembali saat jarinya menari lincah di atas tuts-tuts berhuruf itu. Â
Sedang hujan di sini. Indah. Aku suka hujan
.…
Wah, jangan mencurinya dariku. Kau tau hujan adalah milikku. Jika bisa bicara, dia akan mengatakan bahwa akulah pencintanya yang sejati. Aku tak pernah melewatkannya.
…
Ha ha ha!