Pernahkah kamu merasa jempol dan matamu bekerja lebih keras dari otakmu? Yap, kamu tidak sendirian. Di era digital ini, kita semua mungkin pernah terjebak dalam pusaran "scroll-scrollan" tanpa henti. Tapi tunggu dulu, sebelum kamu scroll lagi, mari kita bahas fenomena ini lebih dalam. Siapa tahu, kita bisa menemukan cara untuk menyelamatkan jempol (dan otak) kita dari kebiasaan ini.
Bayangkan ini: kamu baru saja bangun tidur, masih mengumpulkan nyawa, tapi tangan sudah refleks meraih smartphone. Dalam sekejap, jempolmu sudah asyik bergerak naik-turun di layar, menjelajahi timeline sosial media atau feed berita tanpa henti. Tanpa sadar, satu jam berlalu, dan kamu masih belum beranjak dari tempat tidur. Nah, itulah yang disebut dengan "scroll-scrollan".
Secara teknis, scrolling adalah tindakan menggeser layar perangkat digital untuk melihat konten yang tersembunyi. Namun, dalam konteks artikel ini, "scroll-scrollan" merujuk pada kebiasaan mengonsumsi informasi secara berlebihan dan tanpa tujuan jelas melalui perangkat digital.
Mengapa Kita Terjebak dalam Perilaku Ini?
1. Dopamin, Si Biang Kerok
Dr. Anna Lembke, penulis buku "Dopamine Nation", menjelaskan bahwa scrolling dapat memicu pelepasan dopamin di otak kita. Dopamin adalah neurotransmitter yang berperan dalam sistem reward otak, membuatmu merasa senang dan puas. Nah, setiap kali kamu menemukan konten yang menarik saat scrolling, otakmu mendapat "hadiah" berupa dopamin. Akibatnya? Kamu jadi ketagihan dan sulit berhenti.
2. FOMO (Fear of Missing Out)
Kamu takut ketinggalan berita terbaru? Atau khawatir tidak up-to-date dengan tren terkini? Itu namanya FOMO, bro! Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menunjukkan bahwa FOMO dapat mendorong penggunaan media sosial yang berlebihan, termasuk perilaku scrolling.
3. Procrastination in Disguise