Nama Amien Rais kembali menjadi pembicaraan publik. Di usia senjanya, dia seperti tak tahan untuk tidak mengeluarkan kontroversi.
Hal ini lantaran dipicu atas ancamannya mengerahkan "people power" terkait potensi kecurangan Pilpres 2019.Alhasil, status Bapak Reformasi yang disandang Amien Rais kembali mendapat sorotan.
Melalui pernyataannya itu, Amien Rais dianggap tak percaya mekanisme penyelesaian konflik dalam negara demokrasi, hal yang pada dulu diperjuangkannya bersama mahasiswa dan rakyat, ketika turun ke jalan menumbangkan rezim Orde Baru.
Secara lepas istilah "people power" bisa didefinisikan sebagai pengerahan kekuatan massa untuk mengganggu, bahkan meruntuhkan wacana atau dominasi sebuah rezim kekuasaan yang mapan.
Istilah people power sendiri mulai mendunia ketika rangkaian demonstrasi besar terjadi di Filipina, 33 tahun lalu yang berujung kejatuhan Presiden Ferdinand Marcos. People power juga bisa merujuk pada peristiwa politik di Indonesia sepanjang 1998, ketika para mahasiswa dan rakyat turun ke jalan menuntut Presiden Soeharto mundur.
Ada kemiripan antara rezim Marcos di Filipina dengan Soeharto di Indonesia yang sama-sama memicu people power. Keduanya dikenal sebagai pemimpin otoriter.
Masalahnya, kondisi otoriter itu tak ada sama sekali saat ini. Rezim Jokowi jelas berbeda dengan era Orde Baru. Kita bisa lihat dengan mata telanjang saat ini tak ada pembatasan partai politik, partisipasi rakyat dibuka luas, tak ada suara yang dibungkam bila mengkritik, dan tentunya tak ada penculikan aktivis.
Istilah itu menjadi lucu saat digunakan Amien Rais di era demokrasi kini. Pasalnya, ruang-ruang partisipasi rakyat telah dibuka luas, pun dengan mekanisme demokratis bila ada perselisihan hasil Pemilu.
Konstitusi UUD 1945 hasil amandemen juga telah memfasilitasi adanya gugatan hasil Pemilu yang dianggap curang, yaitu melalui persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). People Power di sini tak masuk hitungan dalam beleid pasca reformasi yang lebih demokratis.
Oleh karena itu, ajakan people power dari Amien Rais tak hanya salah substansi, tetapi juga konteks. Inilah bukti semakin dekadennya (mundur) penalaran dan logika sosok yang kerap diklaim sebagai Bapak Reformasi tersebut.
Amien Rais Frustasi
Bisa jadi, pernyataan Amien Rais terkait people power itu sebagai bentuk ekspresi frustasinya saat ini. Betapa tidak, dia yang sudah tua bergabung dengan barisan oposisi ternyata makin dijauhi rakyat.
Pendapat soal frustasinya Amien Rais ini pun diamini oleh tokoh muda Muhammadiyah, David Krisna. Sekretaris Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah itu menilai ungkapan people power dari Amien Rais itu merupakan ekspresi frustrasi soal politik.
"Pernyataan ayahanda Amien Rais tentang ancaman people power bernada pesimisme dan seolah mengalami frustasi politik sebagai bapak reformasi" kata David dalam diskusi di Formappi tentang People Power, Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Apa yang disampaikan oleh aktivis Pemuda Muhammadiyah itu bisa jadi benar. Komentar Amien itu seperti ingin menekan suara politik rakyat dan tekanan terhadap kebebasan warga untuk memilih. Padahal sekarang kontrol publik terhadap penyelenggara sudah terbuka dan kepercayaan publik kepada KPU cukup tinggi.
Kalau dipikir ulang, isu people power itu tidak lain sebagai upaya menggerakkan massa. Dalam konteks ini tujuannya jelas, demi politik dan kekuasaan.
Harusnya dalam iklim demokrasi gerakan massa yang dibenarkan sebagaimana prinsip vox populi vox dei. Vox populi vox dei juga bisa berarti rakyat memilih pemimpinnya sendiri dan ketika pilihannya menang maka itu dianggap sebagai kehendak Tuhan,
Adanya isu people power ini adalah bentuk lain dari kudeta yang bukan dilakukan oleh militer. People power adalah kudeta yang memanfaatkan kekuatan sipil. Karenanya, people power ini bisa berpotensi merusak iklim demokrasi yang mulai sakit dirundung situasi politik. Secara individual ajakan berkerumun dalam people power mencederai independensi person.
Diakui atau tidak, upaya gerakan people power ini basisnya kecurigaan tanpa dasar. Karena pemilu saja belum dimulai jelas tidak ada (belum ada) kecurangan. Tapi Amien Rais malah sudah bersiap menggerakkan massa. Artinya ia bisa saja tidak percaya pada demokrasi kita hari ini.
Selain itu, ajakan people power dari Amien Rais di atas juga mengesampingkan politik akal sehat yang didengungkan. Sebab people power bisa saja bukan kerumunan manusia berpikir tapi gerakan fisik yang berpotensi konflik.
Dengan adanya ajakan people power itu, nama Amien Rais pun semakin berkonotasi negatif di kalangan rakyat. Alih-alih, didewakan sebagaimana Bapak Reformasi, namanya justru kerap dikonotasikan sebagai "Bapak Sengkuni", sebuah nama tokoh pewayangan yang suka menghasut dan mengadu domba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H