Antara pembakaran bendera HTI, panasnya linimasa warganet, dan Aksi Bela Tauhid adalah rangkaian yang tak terpisah. Ketiganya diduga kuat bermotif politis, bukan bela agama sebagaimana yang digaungkan selama ini.
Polemik mengenai pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bermula ketika Barisan Ansor Serbaguna NU (Banser NU) merampas dan membakar bendera berkalimat tauhid khas organisasi terlarang itu pada perayaan HSN 2018 di Garut Jawa Barat. Padahal, sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa hanya boleh ada bendera Merah Putih ketika Hari Santri dirayakan.
Pengibaran bendera HTI itu sendiri terbukti dilakukan secara sengaja guna memprovokasi kelompok lainnya. Uus Sukmana, pelaku pengibaran bendera HTI, mengakui bahwa dirinya sengaja menyusup di barisan santri untuk mengibarkan bendera berwarna hitam itu.
Uus bukanlah orang bodoh yang tak paham aksinya. Dari hasil pemeriksaan, Uus mengaku tahu bendera yang dibawa dan dikibarkannya, hingga akhirnya dibakar anggota Banser itu, merupakan bendera HTI. Dia membeli atribut HTI itu secara online dari Facebook.
Menurut pengakuannya pula, Uus pernah mengikuti aksi-aksi yang digelar HTI. Dia secara terang-terangan menyebut dirinya adalah simpatisan organisasi pengusung paham khilafah itu. Bahkan dirinya juga ikut aksi 212 di Jakarta pada 2016 lalu.
Diduga kuat aksi Uus ini tak sendiri, namun juga diikuti oleh kader dan simpatisan HTI lainnya. Hal ini sesuai dengan investigasi dari Tim Pencari Fakta (TPF) PBNU, dimana menunjukkan bahwa aksi pengibaran dan pemasangan bendera HTI itu terjadi di berbagai lokasi yang merata hampir seluruh wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, Tasikmalaya, dan lain-lain.
Dengan begitu, PBNU menilai ada upaya sistematis untuk memprovokasi acara tersebut. Tindakan Banser NU di perayaan HSN 2018 itu murni aksi spontan merespon berkibarnya atribut yang kerap digunakan oleh organisasi terlarang di bumi NKRI.
Tindakan anggota Banser Garut itu didasari oleh rasa cinta Tanah Air. Tidak ada landasan kebencian personal maupun kelompok, apalagi dimaksudkan untuk melecehkan atau menodai agama. Itu sebatas semangat untuk mencintai Tanah Air untuk mencegah gerakan-gerakan yang ingin mengganti konstitusi dan bentuk negara.
Meskipun demikian, banyak pihak menyayangkan peristiwa pembakaran bendera itu. Hal itu dinilai berlebihan. Oleh karenanya, oknum Banser NU yang membakar bendera itu meminta maaf.
Pasca Pembakaran Bendera
Ternyata eskalasi isu pembakaran bendera tauhid itu tak berhenti di sini. Aksi pembakaran bendera HTI itu spontan menjadi ramai diperbincangkan di media sosial. Beragam spekulasi dilemparkan, dari mulai pelecehan agama hingga anggapan memancing perang umat Islam.