[caption id="attachment_334279" align="aligncenter" width="640" caption="Taksi Mercedes sedang mencari penumpang di jalanan Berlin (Foto: M. Syaroni Rofii)"][/caption]
Sedianya mobil merek Mercedes adalah lambang kemewahan di banyak tempat di dunia. Hanya orang tertentu yang mampu membeli dan mengendarainya. Rata-rata para pemimpin negara dan duta besar menjadikan mobil Mercy sebagai kendaraan standar mereka. Alasannya tentu karena pertimbangan priviledge dan tidak semua orang bisa membelinya.
Namun, saya seketika berubah pikiran tentang produk otomotif berkelas itu ketika berada di ibu kota Jerman, Berlin. Ya, di jalanan kota Berlin ternyata Mercedes tipe C Class tidak lebih dari taksi biasa yang mengangkut penumpang. Ia tampak tidak istimewa lagi di negaranya, tidak seelit ketika keluar dari kandangnya.
Jerman memang terkenal dengan produk otomotif berkualitas degan diwakili oleh tiga pabrik paling terkenal di dunia meliputi Mercedes, BMW, dan Volks Wagen. Mereka sudah mendapat pengakutan internasional sebagai brand yang menghasilkan produk terbaik hingga saat ini dan dipercaya sebagai kendaraan dinas para pemimpin negara dan duta besar.
Jika anda sedang berada di Berlin dan kota-kota di Jerman lainnya pasti anda akan kaget ketika melihat mobil yang biasa dikendari pejabat tinggi negara berubah fungsi sebagai taksi biasa berwarna kuning muda. Mereka lalu lalang di jalan untuk mencari penumpang tentu saja dengan tarif argo standar Jerman.
Budaya Transportasi
Selama di Berlin saya mengamati kultur bertransportasi masyarakat setempat. Selesai memperhatikan Taksi Merceces saya memperhatikan bagaimana prilaku para pengguna transportasi umum. Dan, kesimpulan saya selama memperhatikan dan menikmati atmosfir kota Berlin, bahwa dengan mengendarai Mercy tidak lantas kasta anda naik, sebab Mercy tidak lebih dari sekedar taksi dan bisa dibeli oleh orang-orang biasa di seluruh Jerman.
Justru pemandangan terlihat kontras ketika di jalanan Mercy berseliweran tetapi masayakat setempat masih mengayuh sepeda tanpa ada sedikitpun raut gengsi baik di wajah pengemudi Mercy atau pengayuh sepeda: mereka sederajat. Itulah pemandangan yang membuat saya agak kaget ketika melihat warga setempat tampa ada rasa malu dan rendah diri mengayuh sepeda di jalanan kota Berlin yang terknal sebagai tempat semua keputusan penting ekonomi Uni Eropa dan Dunia ditentukan.
Dari kebiasaan sehari-hari masyarakat Jerman, paling tidak ada dua pelajaran penting  yang saya dan kita semua perlu pelajari adalah pentingnya menjaga tradisi meski terus melaju mengejar masa depan dengan ditopang teknologi tingkat tinggi. Negara maju seperti Jerman kendati  berada pada urutan teratas penghasil teknologi tetapi mereka tidak lantas menghabisi ruang hijau yang menjadi nafas utama warga Jerman.
[caption id="attachment_334281" align="aligncenter" width="640" caption="Taksi Mercedes tipe C Class yang sedang melaju (Foto: M. Syaroni Rofii)"]
Berlin adalah contoh ibu kota negara maju yang tampak "malas" untuk buru-buru berlari terbirit-birit mengikuti arus globalisasi dengan menyisakan ruang publik sebanyak mungkin bagi nafas warganya: taman kota nan hijau sangat mudah terlihat di tengah kota, pepohonan hijau hampir ada di setiap sudut kota kosmopolitan ini, semua warisan sejarah mendapat prioritas untuk dijaga dan dilestarikan.