[caption id="" align="aligncenter" width="780" caption="Menteri Susi Pudjiastuti Saat Berada di Istana (Gambar/kompas.com)"][/caption] Tidak mudah menjadi menteri perempuan seperti Ibu Susi Pudjiastuti. Sesaat dan sehari setelah dilantik ia menjadi sorotan utama karena menjadi satu-satunya menteri di kabinet Jokowi yang tidak lulus SMA. Ia juga menjadi sasaran kritik karena perempuan yang merokok. Jawaban normatif untuk para pengkritik adalah tidak disebut dalam undang-undang merokok dapat menghalangi sesorang menjadi menteri, tidak ada juga syarat minimum pendidikan untuk menduduki jabatan tersebut. Saya sendiri ketika pertama mendengar Ibu Susi hanya lulus SMP sangat sulit menerima tetapi setelah membaca data terkait rekam jejaknya ia memang berprestasi. Kadang publik tidak terlalu peduli dengan cerita baik figur tertentu ketika terlanjur mengambil kesimpulan berdasarkan selebaran stigma yang telah menjadi trend di tempat kita. Berita tentang ia merokok menutupi kebaikan yang telah dibuatnya saat mengerahkan pesawat dan dana pribadinya untuk membantu korban tsunami di Pangandaran beberapa waktu silam. Berita tentang ia memiliki tatoo di bagian tubuhnya menutupi prestasi dia yang sukses merambah usaha ekspor ikan dan bisnis jasa penerbangan Susi Air. Ia juga terlalu diremehkan karena tidak tamat SMA, padahal alasan dibalik tidak tamatnya Susi dari SMA 1 Yogyakarta karena mengajak golput sebagai perlawanan atas rezim Orde Baru. Anak SMA yang melawan rezim seharusnya mendapat apresiasi tinggi dan untungnya ia berhasil bangkit dari citra buruk tidak tamat SMA karena prestasinya hari ini. Menteri ini juga punya banyak prestasi dan penghargaan dari media dan lembaga CSR dan Google sangat jujur menampilkan data kebaikan dan keburukan setiap orang. Bisa dicek sendiri. Nasehat saya sebagai warga kepada ibu menteri ini, Ibu Susi sebaiknya berhenti merokok (terutama di ruang publik) karena bagi publik kita tampilan adalah segala-galanya dan parameter utama kebaikan artifisial. Menjadi menteri KIB II seperti SDA dan JW yang tersangka korupsi terkadang lebih dihargai (tidak diserang habis-habisan) ketimbang menteri wanita yang merokok. Dan, yang lebih penting adalah memastikan Kementerian Maritim menjadi kementerian unggulan Jokowi yang mampu mengelola 17.000 pulau dan lautan yang dihidupi oleh ikan-ikan, menutupi ruang gerak para pencuri ikan dari negara jiran, memastikan nelayan kita menjadi pemasok utama ikan-ikan ke seluruh penjuru dunia. Menjadikan ikan-ikan asal Indonesia sebagai sumber devisa utama negara. Saat daratan sepertinya tak lagi menjanjikan maka laut adalah harapan terakhir bangsa kita, selamat mengurus ikan dan laut untuk ibu menteri. Sekian nasehat dan sedikit pembelaan dari saya sebagai warga, dan jika anda tidak sesuai harapan maka sebaiknya mengundurkan diri. Salam Warga, M Syaroni Rofii (dikembangkan dari status pribadi di facebook)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H