Mohon tunggu...
Ahmad Ziyaul Wahid
Ahmad Ziyaul Wahid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku bukanlah aku yang kupahami

-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Renatus Cartesia (Bagian Akhir: Matter)

24 Agustus 2020   10:31 Diperbarui: 24 Agustus 2020   10:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setelah dia yakin akan keberadaan Tuhan, dia menemukan beberapa kebenaran. Pertama, dia tahu bahwa Tuhan tidak akan menipu dia, karena kehendak untuk menipu adalah tanda kelemahan atau kedengkian, dan kesempurnaan Tuhan tidak akan membiarkannya. 

Kedua, jika Tuhan menciptakannya, Tuhan bertanggung jawab atas penilaiannya, dan karena itu penilaiannya harus sempurna selama dia menggunakannya dengan benar. 

Renatus sadar bahwa intelek, bagaimanapun, hanya memungkinkannya untuk memahami gagasan, bukan untuk membuat penilaian terhadapnya. 

Karena itu dalam pengertian yang ketat ini, tidak mungkin tidak ia pasti memungkinkan adanya kesalahan, entah dalam pemahaman, penilaian atau bahkan keduanya, sebab tidak ada dua kebenaran yang sama, kecuali salah satunya keliru, atau keduanya keliru.

Renatus berpikir, berbeda dengan intelek, yang dia tahu terbatas, bahwa dia harus sadar bahwa dia sama sekali tidak dapat membayangkan kehendak-Nya sebagai sesuatu yang lebih besar atau lebih sempurna. 

Renatus menyadari bahwa Tuhan dianugerahi gelar jauh lebih besar daripada dirinya, sehingga bagaimanapun dia berpikir tentang Tuhan, pikiran tersebut tak akan pernah mampu menggapai Tuhan. Namun, di sisi lain, dalam kebebasan memilih atau berkehendak, Renatus menyadari bahwa dia tidak terbatas, dan dalam hal ini lebih dari yang lain, dia menyerupai penciptanya.

Kehendak Tuhan mungkin lebih besar karena disertai dengan pengetahuan dan kekuatan yang lebih besar dan ini terlimgkup pada segala hal, tapi ketika mempertimbangkan kehendak dalam pengertian yang ketat, Renatus menyimpulkan bahwa kehendaknya sama besarnya dengan kehendak Tuhan. 

Kehendak Tuhan hanya lebih unggul dari kita sendiri karena Tuhan memiliki pengetahuan tertinggi dan selalu dapat melakukan apa yang baik dan Dia inginkan. Karena kehendak itu sempurna dan tidak terbatas, maka tidak bisa menjadi sumber kesalahan. 

Demikian pula, karena pemahaman, atau intelek diciptakan oleh Tuhan, maka tidak akan pernah salah juga. Descartes menyimpulkan bahwa kesalahan terjadi karena kenyataan pemahaman akan kehendak tidak seluas kehendak itu sendiri.

Renatus menyimpulkan bahwa dia tidak dapat mengeluh bahwa Tuhan telah menciptakannya secara tidak sempurna. Adalah wajar jika dia memiliki intelek yang terbatas, dan kemauannya tidak dapat dibagi, jadi tidak ada yang kurang lengkap, sehingga Renatus tidak bisa mengeluh tentang ketidaksempurnaan dalam dirinya yang menyebabkan penilaian salah, karena dia hanya sebagian kecil dari ciptaan Tuhan yang lebih besar, dan perannya dalam ciptaan itu sempurna bahkan jika dia dianggap tidak sempurna. 

Kesadaran akan ketidaksempurnannya membawanya pada pemikiran bahwa segalanya yang dia dapat pikirkan adalah hal-hal material. Dalam gagasannya mengenai hal-hal materi, dia menyimpulkan bahwa dia dapat dengan jelas membayangkan jarak, ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan lokal, yang terkait dengan durasi.

Anggapannya bahwa ada benda geometris abstrak yang tidak ada di dunia material, tidak bergantung pada pikirannya, namun hal tersebut bukanlah apa-apa, misalnya, tidak ada segitiga di dunia, namun mereka memiliki semacam bentuk lain. Bahkan jika tidak ada segitiga yang pernah ada di luar pikiran Renatus, segitiga masih memiliki esensi yang menentukan yang terlepas dari pikirannya. Dia juga menyangkal bahwa ia telah mengetahui sifat segitiga melalui indra. Bagaimanapun, dia bisa memikirkan berbagai bentuk yang belum pernah dia lihat dan dapatkan sifat mereka dengan jelas dan jelas seperti yang dia lakukan pada segitiga itu. Sifat ini semua harus benar karena ia jelas-jelas merasakannya. Selain itu, ia mencatat, bahkan sebelum ia mulai meragukan, ia selalu menganggap objek matematika dan geometris lebih pasti daripada objek indra.

Alasannya bahwa sebuah segitiga harus memiliki semua sifat yang dia anggap penting ialah karena segitiga ada sebagai sebuah gagasan di dalam pikirannya dan dia dengan jelas merasakan semua sifat ini. Dia kemudian beralasan dengan analogi bahwa Tuhan ada sebagai gagasan di dalam pikirannya dan dia dengan jelas merasakan semua kualitasnya. Salah satu kualitas ini adalah keberadaan. Jika eksistensi adalah inti Tuhan, maka Tuhan tidak akan menjadi Tuhan jika dia tidak ada, sama seperti segitiga tidak akan menjadi segitiga jika tidak tiga sisi. Paling tidak, maka, keberadaan Tuhan pasti sama pastinya dengan sifat objek matematika dan geometris karena ia bisa membuktikannya dengan cara yang sama.

Persepsi yang jelas dan berbeda selalu meyakinkan. Beberapa persepsi mungkin tampak jelas, seperti fakta bahwa sebuah segitiga memiliki tiga sisi.

Sama halnya dengan Tuhan, bahwa keberadaan-Nya akan segera dirasakan dengan jelas jika bukan karena kebingungan yang disebabkan oleh indra dan praduga. Sekarang keberadaan Tuhan telah terbentuk, ini sama pasti dengan persepsi 'jelas' dan 'berbeda' lainnya. Tuhan adalah penjamin dari persepsi yang 'jelas' dan 'berbeda'. 

Renatus mengakui bahwa dia tidak dapat terus-menerus memperbaiki penglihatan mentalnya pada suatu persepsi tertentu, sehingga mungkin ada saat ketika dia tidak secara jelas memahami sebuah kebenaran tertentu. Pada saat seperti itu, keraguan bisa menyelinap masuk, jika bukan karena Tuhan. 

Karena dia tahu bahwa Tuhan tidak menipu dia dan telah menganugerahi dia dengan pemahaman dan kehendak yang tidak sempurna. Dia tahu bahwa apa yang dia anggap dengan jelas dirasakan di masa lalu dan tetap berlaku bahkan jika dia saat ini tidak mengarahkan visi mentalnya ke arah-Nya.

Mengerucut pada material itu sendiri, Renatus menerima kemungkinan kuat bahwa benda-benda material ada karena mereka adalah subjek-materi matematika murni, kebenaran yang dia anggap dengan jelas. 

Renatus lalu kemudian menghasilkan dua argumen berkaitan dengan keberadaan materi, yang didasarkan pada imajinasi dan yang lain berdasarkan indra. 

Pertama, ia membedakan antara imajinasi dan pemahaman murni. Dalam kasus segitiga, ia dapat melihat bahwa sebuah segitiga tiga sisi dan menghasilkan semua jenis sifat lainnya dengan menggunakan pemahaman saja. 

Sifat-sifat ini dapat pula terlihat dengan imajinasi, dengan membayangkan segitiga di pikirannya. Namun, kelemahan imajinasi menjadi jelas saat ia menganggap satu sosok adalah sama atau berbeda sama sekali dengan sosok asli. Pemahaman murni, bagaimanapun, hanya berurusan dengan hubungan matematis.

Imajinasi tidak bisa menjadi basis penting eksistensi, sebab manusia  masih mampu eksis meski tidak bisa membayangkan sesuatu. Oleh karena itu, imajinasi harus bergantung pada sesuatu selain pikiran untuk eksistensinya. 

Renatus lantas menduga-duga bahwa imajinasi terhubung dengan tubuh, dan dengan demikian memungkinkan pikiran untuk membayangkan benda-benda jasmani. Dalam memahami, pikiran berubah ke dalam dirinya sendiri, dan dalam membayangkan, pikiran beralih ke tubuh; ini hanya sebuah dugaan yang kuat, dan bukti pasti keberadaan tubuh. 

Ia selalu merasa memiliki tubuh yang ada di dunia, dan bahwa tubuh ini dapat mengalami kesenangan, rasa sakit, emosi, kelaparan, dan lain-lain, dan dapat melihat tubuh lain dengan ekstensi, bentuk, gerakan, kekerasan, panas, warna, bau, rasa, dan lain-lain. Menurutnya tidak beralasan untuk menganggap bahwa persepsi ini semua berasal dari sumber luar.

"Mereka datang dalam pikiran tanpa sadar, dan mereka jauh lebih jelas daripada persepsi yang secara sadar dia ciptakan dalam pikirannya sendiri. Dan jika mereka datang dari luar, wajar bila kita menganggap bahwa sumber gagasan indrawi ini serupa dengan gagasan itu sendiri. Dari sudut pandang ini, sangat mudah untuk meyakinkan diri bahwa semua pengetahuan berasal dari pikiran secara natural tanpa melalui indra." Pungkasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun