Dalam gagasan teologisnya, gereja mengutarakan mengenai konsepsi Tuhan kepada orang-orang dalam bentuk antropomorfis (kesamaan bentuk). Orang-orang Gereja dibesarkan untuk memahami Tuhan yang memiliki kriteria layaknya manusia yang padahal posisi ilmiah saat itu sedang masa ekspedisi dari berbagai kalangan. Dengan majunya ilmu pengetahuan mereka akan tahu dan menganggap bahwa ide-ide ini tidaklah logis dan tidak konsisten dari kriteria ilmiah.Ā
Di sisi lain, sebagian besar seseorang tidak dapat menggapai analisis kritis dalam ide-ide metafisika namun mereka tetap beranggapan bahwa di dalamnya masih memumpuni dasar rasional dan menganggap bahwa Gereja tlah salah memaparkan isu nya. Sehingga, mereka memandang bahwa setiap isu yang ketika dipaparkan tlah diluar jangkauan ilmiah, maka hal tersebut tidak lah benar.
Irving,W.K (1953) Walter Oscar Lundberg seorang ilmuwan yang membahas argumen mengenai eksistensi Tuhan memiliki pandangan mengenai konsepsi antropomorfis, yang mengatakan bahwa "pikiran manusia selalu dibawah pengaruh ide samar-samar dalam dirinya serta pemikiran tidak sepenuhnya bebas dalam memilih jalan yang benar".
Artinya, bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang dapat terubah-ubah, ketika si anak yang diajarkan mengenai antropomorfis Tuhan tlah menjadi seorang sarjana, dia tlah mengetahui/menemukan konsep bahwa hal tersebut tidaklah rasional dan tidak bisa eksis, maka timbulnya pertanyaan bahwa apakah itu Tuhan? Sehingga si anak tidak dapat menerima wujud ini dengan pikirannya dengan tidak menganggap bahwa Tuhan itu ada.
Auguste Comte sang positivisme Perancis juga memberi pandangan mengenai eksistensi Tuhan. Ia mengatakan "sains tlah memecat bapak alam (Tuhan) dan alam semesta dari jabatan-Nya, membuat-Nya untuk dilupakan, dan mengantarkan-Nya kembali ke perbatasan kekuasaan-Nya".
Apa yang dikatakannya, mengarah pada bahwa sebelumnya segala peristiwa yang ada selalu dihubungkan kepada Tuhan sebagai penyebab. Namun, semenjak maraknya penelitian ilmiah yang dapat menemukan keberadaan peristiwa secara rill, sehingga membuat jejak Tuhan ini mundur per langkah dan dilupakan.
2. Kekerasan Gereja
Gereja tlah memainkan peran penting dalam mendorong banyak orang ke arah anti-Tuhan. Bagaimana tidak, berbagai kebijakan yang telah diciptakan yang memaksakan doktrin agama dan ilmiah serta pandangannya yang tidak seperti layaknya serta merampas hak orang dalam kebebasan berpandangan (mengharuskan menerima pandangan berdasar ajaran gereja).Ā
Dengan memasukkan berbagai doktrin ilmiah mengenai alam semesta dan manusia yang sebagian besarnya dari filosofis Yunani lalu diadaptasikan oleh mayoritas sarjana kristen kedalam dogmanya. Sehingga bagi siapapun yang memiliki anggapan tersendiri maupun itu "sains resmi" maka akan dijuluki sebagai pelaku bid'ah (menentang ajaran).Ā
Pihak Gereja tidak segan-segan untuk mengucilkan serta menganiaya seseorang yang tlah terbukti melakukan bid'ah. Akibatnya, para sarjana serta ilmuwan tidak berani untuk memberikan ide apapun mengenai ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan Gereja.
Will, D (1975:350) Will Durant sebagai filsuf dari kebangsaan Amerika memaparkan mengenai pengadilan yang diadakan Gereja dalam penyelidikan khusus mengenai pelaku bid'ah. Pengadilan tersebut dinamakan Inkuisisi Diinisiasi. Durant mengatakan Sebelum inkuisisi mengadakan pengadilannya, pemuka Gereja menaiki mimbar-mimbar gereja dan meminta kepada setiap orang untuk memberi informasi kepada inkuisitor terhadap pelaku bid'ah yang mereka tahu.Ā