Hubungan kekerabatan atau hubungan sosial antar teman sebaya pada anak usia dini merupakan hubungan individu anak dengan usia sesamanya yang melibatkan keakraban yang cukup besar dalam bentuk kelompok. Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri dan biasanya disebut dengan makhluk sosial yang dituntut untuk menjalin hubungan antara satu orang dengan yang lain dalam hidupnya. Teman sebaya adalah sebuah lingkungan yang meliputi beberapa di antara terdapat lingkungan sosial dan keluarga. Yang mana dari kedua lingkungan tadi anak akan belajar lalu menambah wawasan mereka maupun kemampuannya dari lingkungan sebayanya yang akan menunjukkan pada perilaku yang positif dengan masukan yang akan membuat dampak baik kepada anak.
John W. Mengungkapkan makna teman sebaya merupakan anak atau remaja yang memiliki tingkat kedewasaan yang sama, selain itu juga berinteraksi, bertukar pikiran, dan berbagi pengalaman guna memberi perubahan dan pengembangan dalam kehidupannya. Selain John W., terdapat pula pendapat terkait pengertian teman sebaya menurut Hurlock yakni teman sebaya pada anak usia dini memiliki peranan yang sangat penting karena mereka menggunakan waktu di luar ruangan bersama teman-temannya dan memberikan pengaruh pada sikap, minat, topik, penampilan, dan perilaku yang lebih besar daripada di dalam ruangan atau misalnya dengan keluarga.
Lalu, bagaimana hubungan antara persahabatan dengan teman sebaya?
Dalam konsep teman sebaya biasanya bisa dibilang persahabatan. Persahabatan ini ialah hubungan yang di dalamnya terdapat timbal balik antara kedua individu yang mengidentifikasi satu sama lain, yang mana hubungan timbal balik ini menyangkut respon, kerja sama dan koordinasi. Interaksi teman sebaya ini memiliki potensi untuk menyediakan perkembangan moral dengan kesempatan untuk bekerja sama. Dalam interaksi teman sebaya ini dapat membuat anak mampu mempertimbangkan sudut pandang lain dalam memahami sesuatu, misalnya tentang mengapa temannya memukul atau menolak mainan. Perselisihan yang sering terjadi pada anak usia dini yakni umumnya disebabkan karena berbagi dan bergiliran mainan, namun seiring berjalannya waktu dan anak usianya makin bertambah, perselisihan atau konflik tersebut bisa teratasi karena negosiasi atas interaksi hubungan sosial yang sering.
Piaget menyebutkan beberapa tahapan bermain, diantaranya yaitu:
1. Sensory Motor Play ( 3/4 bulan -- 2 tahun)
Pada tahap ini aktivitas yang dilalui anak yaitu melalui sensor otot yang ada pada tubuh terutama pada lima indera. Misalnya seperti anak yang suka memasukkan barang atau mainan ke dalam mulutnya. Tahapan ini didasari oleh perkembangan kognitif usia 0-2 tahun melalui sensori motor.
2. Symbolic/Make Believe Play ( 2-7 tahun)
Pada tahap ini kognitif anak suda mulai memasuki masa pra-operasional kongkrit, yakni pemahaman informasi terkait benda. Pada tahap ini juga kemampuan anak dalam berimajinasi sangat berkembang. Misalnya anak menggunakan sapu untuk dijadikan kuda-kudaan.
3. Social Play Games with Rules ( 8-11 tahun)
Pada tahap ini anak lebih banyak melakukan kegiatan permaianan  yang mana permainan tersebut di dalamnya terdapat sebuah peraturan. Pada tahap ini anak senang bermain dengan teman sebayanya.
4. Games with Rules and Sports (11 tahun keatas)
Pada tahap ini anak telah masuk dalam perkembangan kognitif formal operasional. Dalam kegiatan bermain, anak lebih merasa menikmati dan merasa senang walaupun aturan yang ada dalam permainan itu lebih ketat daripada permainan yang biasa saja seperti kartu. Anak senang melakukannya dan mengulang-ulang untuk mencapai prestasi terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H