Mengupas Akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah: Teori, Permasalahan, dan Solusi Praktis
Oleh:Â
1. Mawlana M. Zikrul HakimÂ
2. Dr. Sigid Eko Pramono, CA.
Program Studi Akuntansi Syariah Institut Agama Islam Tazkia
Praktik akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memainkan peran penting dalam mendukung transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Namun, di balik teori yang ideal, penerapannya tidak selalu bebas dari permasalahan. Artikel ini akan membahas pengertian akad syariah, permasalahan yang sering terjadi, dasar fatwa ulama, standar akuntansi syariah, serta analisis dan rekomendasi praktis, dengan contoh dari CV. Sinar Mulia Agribisnis sebagai ilustrasi nyata.
Pengertian Akad Syariah
Akad syariah adalah perjanjian antara dua atau lebih pihak untuk melaksanakan suatu transaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam keuangan syariah, akad digunakan untuk berbagai transaksi, seperti jual beli (murabahah), bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), atau penyewaan (ijarah). Akad ini menjadi dasar untuk memastikan transaksi bebas dari riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi).
Sebagai contoh, CV. Sinar Mulia Agribisnis, yang bergerak dalam kemitraan petani, menggunakan Akad Salam untuk pembelian hasil panen petani secara tunai di muka, memberikan jaminan modal bagi petani dan kepastian pasokan bagi perusahaan.
Permasalahan yang Sering Terjadi
- Kurangnya Pemahaman tentang Prinsip Syariah: Banyak pelaku usaha dan pengelola LKS belum memahami sepenuhnya prinsip-prinsip akad syariah, sehingga terjadi pelanggaran seperti penambahan biaya yang tidak sesuai akad.
- Minimnya Transparansi Laporan Keuangan: Tidak semua lembaga menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK Syariah, sehingga menyulitkan pengawasan oleh masyarakat dan otoritas.
- Tantangan Teknologi: Penerapan teknologi berbasis syariah dalam pencatatan akuntansi belum merata, terutama di LKS kecil.
- Ketergantungan pada Praktik Konvensional: Beberapa LKS masih mengadopsi pendekatan akuntansi konvensional, yang sering kali tidak sesuai dengan maqashid syariah.
Dasar Fatwa Ulama
Fatwa ulama menjadi rujukan utama dalam menentukan keabsahan suatu transaksi syariah. Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan berbagai fatwa terkait akad syariah, seperti:
- Fatwa No. 04/DSN-MUI/2000 tentang Murabahah.
- Fatwa No. 02/DSN-MUI/2000 tentang Tabarru' dalam Asuransi Syariah.
Fatwa ini memberikan pedoman yang jelas untuk memastikan transaksi sesuai syariah. Dalam praktiknya, fatwa sering dijadikan dasar dalam menyusun standar akuntansi dan kebijakan internal LKS.
Standar Akuntansi Syariah
Di Indonesia, standar akuntansi syariah disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui PSAK Syariah. Beberapa standar yang relevan adalah:
- PSAK 101-112: Mengatur penyajian laporan keuangan syariah, termasuk akad-akad seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah.
- PSAK 109: Khusus untuk pengelolaan zakat dan infak/sedekah.
PSAK ini bertujuan menciptakan konsistensi dan transparansi dalam laporan keuangan, sehingga memudahkan pihak-pihak terkait untuk menilai kinerja LKS.
Analisis
Permasalahan dalam praktik akuntansi syariah sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman dan penerapan standar yang tidak konsisten. Sebagai contoh, dalam CV. Sinar Mulia Agribisnis, implementasi akad salam menghadapi tantangan dalam mencatat dana yang telah diberikan kepada petani sebagai pembayaran di muka. Jika tidak dicatat dengan benar, ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian dalam laporan keuangan.
Selain itu, minimnya penggunaan teknologi modern membuat proses pencatatan dan pelaporan menjadi lambat dan rentan terhadap kesalahan. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan mitra bisnis dan masyarakat.
Solusi dan Rekomendasi Praktis
- Peningkatan Literasi Syariah: Pelaku usaha dan pengelola LKS perlu diberikan pelatihan rutin tentang prinsip akad syariah dan PSAK yang relevan.
- Penerapan Teknologi: Mengadopsi software akuntansi berbasis syariah yang dapat mengotomasi pencatatan dan memastikan kepatuhan terhadap standar syariah.
- Pengawasan yang Ketat: Otoritas terkait seperti OJK dan DSN-MUI perlu meningkatkan pengawasan untuk memastikan penerapan standar yang konsisten di seluruh LKS.
- Kolaborasi dengan Ulama dan Akuntan: Melibatkan ulama dan praktisi akuntansi dalam menyusun kebijakan internal LKS agar sesuai dengan maqashid syariah.
- Transparansi dalam Pelaporan: Mendorong LKS untuk menyajikan laporan keuangan yang transparan dan dapat diakses oleh masyarakat, sehingga meningkatkan kepercayaan publik.
Kesimpulan
Akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah memegang peran vital dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas, sekaligus menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah. Namun, tantangan seperti kurangnya pemahaman dan penerapan standar masih menjadi hambatan. Dengan pendekatan yang tepat, termasuk literasi, teknologi, dan pengawasan, praktik akuntansi syariah dapat lebih optimal, mendukung pertumbuhan ekonomi Islam di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H