Mohon tunggu...
Zikri Aulia
Zikri Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari dan Pemulung Informasi

Manusia yang hobi mulung, mencari, memungut dan mengumpulkan informasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Mereka Memanggilku Gubernur Maksiat dan Istri Madam Hwa-Hwe": Praktik Perjudian di Jakarta masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin 1966-1977

3 November 2023   21:09 Diperbarui: 3 November 2023   21:36 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sumber keuangan untuk kepentingan masyarakat itu adalah judi"

"Orang Tionghoa yang dibolehkan untuk berjudi, orang kita tidak boleh berjudi"

"Saya harus berani berkorban untuk menyelamatkan orang banyak. Ini semua karena saya menciptakan pembangunan untuk Jakarta"

Mungkin Kalimat itu yang tepat bagi sosok Gubernur DKI Jakarta yang mempunyai karakter Keras, Tegas, dan bertanggung Jawab.

Gambar 1.1 Photo Ali Sadikin (Nationaalarchief.nl)

Perjudian merupakan tradisi dan kebiasaan yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Awal mula perjudian di Indonesia secara pasti belum diketahui oleh orang banyak. Namun, pada periode masa kerajaan di Nusantara, perjudian awalnya berkembang di daerah pesisir dan kota-kota di pelabuhan sebagai wilayah yang bersentuhan lebih awal dengan budaya baru. Awal mula perjudian di Indonesia yaitu berupa taruhan adu jago.(*) Kondisi perjudian mulai berkembang ketika kedatangan bangsa Eropa yang menjadi penyebab berkembangnya permainan ini. Perkembangan zaman membuat permainan yang berbentuk taruan mulai ikut berkembang. Mulai dari permainan kecil yang tidak menggunakan uang sebagai taruhan seperti gambaran (Bentuk permainan yang menggunakan gambar sebagai alat untuk taruhan), hingga permainan yang menggunakan uang sebagai taruhannya, seperti judi, lotere, lotto atau undian dan sebagainya.

Perkembangan perjudian di Jakarta sudah ada sejak Pemerintah Hindia Belanda tepatnya di daerah Pecinan dan Glodok. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda pada saat itu sengaja dibuat agar warga etnis Tionghoa memberikan pajak atau setoran sehingga dapat meningkatkan keuangan Pemerintah Hindia Belanda. Karena dari hasil setoran pajak ini banyak pemasukan yang cukup besar kedalam kas Pemerintah Hindia Belanda.(*) Wewenang penyelengggaran perjudian sesungguhnya sudah ada sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda dan itu sudah ada ketentuannya. Dengan demikian pelaksanaan dan perizinan tersebut dikeluarkan oleh residen dan bukan dikeluarkan oleh Gubernur Jendral karena kegiatan lokalisasi ini harus dilakukan secara terbtas agar tidak menyebar kemana-mana.(*)

Perjudian ini berkembang begitu pesat, banyak bandar-bandar judi yang membuka lapak perjudian dan memulai bisnisnya. Permainan judi ini berhasil diperkenalkan oleh warga Tionghoa kepada masyarakat DKI Jakarta. Kegiatan perjudian pertama kali ditemukan pada tahun 1959 di perumahan warga Tionghoa yang bernama Bunkuat di daerah Bumen kelurahan Glodok. Pada saat itu perjudian dijadikan sebagai sarana hiburan saja akan tetapi, masyarakat mengikuti perjudian tersebut hingga merebak kearah yang lebih besar.(*)

Daerah khusus ibukota Jakarta adalah kota yang pertama melakukan pelegalan judi berbentuk undian yang diberi nama Lotto (Lotere Totalisator).(*) Kebijakan melegalisasi perjudian itu terjadi pada masa Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1966 sampai 1977. Pada saat Ali Sadikin menerima jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 1966, kondisi Jakarta dalam keadaan kurang baik. Pertama birokrasi Pemerintah Daerah, sedangkan yang Kedua, kurang tanggungjawab masyarakat DKI Jakarta untuk ikut serta dalam pemeliharan dan pengembangan kota khususnya kota DKI Jakarta.(*) Selain itu, Ali sadikin juga menemukan kendala dalam masalah keuangan. Anggaran belanja Provinsi DKI Jakarta hanya 66 juta pertahunnya. Sepertiga dari pemasukan daerah dan dua pertiga dari subsidi pemerintah pusat.[1] Pada tahun 1967 Ali Sadikin sudah melihat praktek perjudian di Jakarta, banyak di temukan konstantir-konstantir tempat perjudian gelap dan illegal terutama tempat-tempat yang disitu banyak terdapat etnis Tionghoa.(*)

Gambar 1.2. Presiden Soekarno (kanan) Menyematkan Lencana Kepada  Ali Sadikin (kiri) Saat Acara Pelantikan Gubernur DKI 1966 (Sumber: Berita Antara)
Gambar 1.2. Presiden Soekarno (kanan) Menyematkan Lencana Kepada  Ali Sadikin (kiri) Saat Acara Pelantikan Gubernur DKI 1966 (Sumber: Berita Antara)

Dalam menjalankan program pembangunan DKI Jakarta, Ali Sadikin berkonsultasi dengan ahli pakar hukum yang bernama Djumadjitin. Mereka membicarakan tentang aturan dan hukum mengenai legalisasi perjudian. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang tersebut, menjelaskan bahwa pajak daerah merupakan pungutan dari suatu daerah yang ditetapkan berdasarkan pajak daerah kemudian dikelola dan digunakan dalam rumah tangga yang disesuaikan dengan badan hukum.(*) Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1957 pasal 14 menjelaskan bahwa selain tentang yang ditunjuk atau berdasarkan Undang-Undang pajak daerah yang dipungut oleh daerah lain tercantum pada pasal 14 ayat (g) yang menerangkan tentang pajak atas izin perujudian.(*)

Program legalisasi perjudian  sudah direncanakan sebelum Gubernur Ali Sadikin menjabat. Pada saat pemerintahan Gubernur DKI Jakarta yang dipimpin oleh Sumarno Sosroatmodjo (1965-1966) yang ingin melegalkan perjudian namun, masih ragu karena banyak pertentangan.(*) Pada tahun 1958-1960, Walikota Jakarta Raya yang pada saat itu menjabat sebagai kepala daerah tingkat 1 Kota Praja Jakarta Raya, bernama Soediro ingin memberi izin casino di pulau Edam Teluk Jakarta namun, lagi dan lagi mendapat penolakan dari masyarakat maupun kalangan agama. (*)

Mengenai keputusan dan kebijakan tentang perjudian di DKI Jakarta banyak pertentangan dari berbagai sektor kalangan agamis dan personel militer. Hal ini yang membuat Ali Sadikin tidak disukai banyak dari berbagai pihak mulai dari kalangan militer yang sebelumnya mendapat keuntungan besar dari hasil perjudian illegal, dan kalangan islam garis keras di Jakarta menganggap bahwa eksploitasi bisnis perjudian di Jakarta tidak bermoral.(*)

Dalam membuat keputusannya tentang melegalisasi perjudian di provinsi DKI Jakarta, Ali Sadikin tidak pernah meminta persetujuan dari presiden, karena Ali Sadikin menganggap tidak mau memberatkan presiden, selain tidak meminta persetujuan dari presiden Ali sadikin juga tidak pernah meminta persetujuan dari DPRD mengenai legalisasi perjudian. Ali Sadikin berpendapat bahwa meminta persetujuan dengan DPRD akan menyulitkan programnya. Sehingga Ali sadikin tidak mau menyeret orang lain demi program legalisasi perjudian.(*)

Keputusan dalam melegalkan perjudian di Jakarta merupakan keputusan yang sangaat tepat.(*) Untuk menghindari penyimpangan terhadap kebijakan tersebut, Ali sadikin membuat kebijakan diantaranya pertama, membentuk tim pengawas yang mengawasi aspek sosial-politik dan retribusi yang diatur dalam SK Gubernur DKI Jakarta agar kebijakan tersebut berjalan dengan lancar. Kedua, transparansi yang menyangkut seluruh penerimaan daerah dari pajak judi yang dimasukan dalam kelompok penerimaan khusus dalam APBD. Dalam hal ini, para anggota DPRD bisa mengontrol kemana dana hasil perjudian itu dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan yang meliputi bidang pendidikan, sosial mental dan kerohanian, serta infrastruktur DKI Jakarta.(*)

Surat Keputusan DKI Jakarta tanggal 26 Juli 1967 No. Bd. 9/1/5/1967 tentang larangan penyelenggaran judi gelap di Wilayah DKI Jakarta Secara resmi disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Hal ini dilakukan sebagai tanda penertiban praktek judi di Jakarta serta pungutan pajak dari tempat-tempat judi yang dilegalkan karena apabila praktek judi dibiarkan liar dan merajalela tanpa memberikan efek dan keuntungan bagi daerah Jakarta lebih baik dilegalkan dan disahkan yang nantinya keuntungan dari pungutan pajak tersebut digunakan untuk pembangunan DKI Jakarta.(*) Pelaksanaan penertiban perjudian ini dilakukan tidak serta hanya mengandalkan keberanian dan keinginan pribadi, tetapi ada dasar hukum yang mengatur tentang legalisasi perjudian tersebut. Melegalkan perjudian tersebut dilakukan karena saat itu DKI Jakarta sangaat membutuhkan uang untuk pembangunan. Mengenai Anggaran Belanja Pemerintah DKI Jakarta tahun 1966-1978 bisa dilihat dari table berikut:

Tabel 1.1. Anggaran Belanja Pemerintah DKI Jakarta Tahun 1966-1977, (Sumber: Direktorat VI/Keuangan DKI Jakarta)
Tabel 1.1. Anggaran Belanja Pemerintah DKI Jakarta Tahun 1966-1977, (Sumber: Direktorat VI/Keuangan DKI Jakarta)

APBD Jakarta pada tahun 1966/1967 hanya sebesar RP 1,169 Miliar rupiah. Kemudian Gubernur Ali Sadikin berhasil meningkatkan APBD DKI Jakarta pada tahun 1966/1977. Hasil dari perjudian ini dianggap berhasil mengatasi deficit anggaran Pemerintah DKI Jakarta. Anggaran yang semula pada tahun 1966 hanya 1,1 Miliar melonjak tajam menjadi 89 Miliar rupiah dalam 10 tahun sejak dilegalkannya perjudian. Dengan demikian presentasi kenaikan Anggaran dari tahun 1966 sampai tahun 1977 mencapai hamper 77 kali.

                                                                                                                                ***                                                                    

Daftar Pustaka:

Zaenal A. Penanganan Polri dalam Pemberantasan Judi Polsek Taman Sari Jakarta, (Tesis: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jakarta:      Universitas Indonesia).

A. Irawan, Negeri Para Pemberani, (Jakarta: Koekoesan, 2008).

Prayitno Arrohman, Ali Sadikin Visi dan Perjuangan sebagai Guru Bangsa, (Jakarta: Pusat Kajian Kadeham Universitas Trisakti, 2004).

Blackburn, Susan, Jakarta: Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2011).

Cinthia, Kartini, Legalisasi Perjudian di Jakarta Pada Masa Pemerintahan Gubernur Ali Sadikin Tahun 1966-1977, (Skripsi: Skripsi    Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2020).

Jaya, Gita, Catatan H.Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977, (Jakarta: Pemerintah Daerah Khusus      Ibu Kota Jakarta, 1977).

K.H, Ramadhan, Ali Sadikin, Membenahi Jakarta Menjadi Kota Manusiawi, (Jakarta: PT. Ufuk Publishing House, 2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun