Mohon tunggu...
Ziendy Zizaziany
Ziendy Zizaziany Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Ziendy Aksara Pandita, dengan nama itu aku merajut kata menjadi lembaran sederhana. Karya: Novel Pendaki Malam, Lembaran Yang Berbicara, Bunda Aku Cinta Anakmu, Antara Kita dengan; Tuhan, Terkunci Serial Cinta Yang Mendewasakan, Anjelica, Lalakon Isvara: Anak Manusia, BROKEN At Home, Terroris Son, Buku Ini Berisi Candu, dan Seharusnya Lo Hidup Begini

Selanjutnya

Tutup

Financial

Glitch Protocol Sebuah DeFi Baru Yang Menandingi Ethereum Dalam Dunia Kripto dan Blockchain

1 Juni 2021   04:18 Diperbarui: 1 Juni 2021   13:47 2643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia kripto, akan ada sebuah revolusi besar yang dicanangkan terwujud pada bulan Juli nanti. Apakah itu?

Sebelum kita bahas lebih lanjut, alangkah baiknya kita mulai dengan perlahan. Rileks! And enjoy a cup of tea!

Teknologi Blockchain dimulai dengan Bitcoin yang pada awal peluncurannya digadang-gadang akan menjadi solusi keuangan di masa depan nanti. Tidak sedikit yang meragukan hal itu, dan banyak juga yang memilih untuk percaya. Bahkan beberapa yang menilainya sebagai SCAM, ancaman, dan banyak hal negatif menimpa Bitcoin.

Tetapi pada akhirnya, kita dipaksa untuk percaya bahwa Bitcoin telah menunjukan jati dirinya melalui proses yang tak mudah. Kita bisa melihat harga Bitcoin telah naik hingga mencapai puncaknya di harga 800 juta lebih pada Mei 2021.

Namun dibalik puncak yang tinggi itu ternyata terdapat kelemahan.

Dalam setiap perkembangannya, sebuah teknologi Blockchain wajib memiliki kecepatan tinggi yang terdesentralisasi, privasi dan keamanan yang kuat, serta fee yang murah.

 Sehingga beberapa tahun ke belakang Ethereum dengan DEX (Decentralize Exchange) mampu menangani transaksi Blockchain yang telah sesak di dalam jaringan Bitcoin. Pada saat itulah banyak transaksi yang berpindah ke DEX dalam jaringan Ethereum ini, karena memiliki kecepatan dan biaya lebih murah. Akan  tetapi pada akhirnya, DEX pada jaringan Ethereum ini pun tak mampu menangani kepadatan transaksi pada masa sekarang ini, kita dipaksa harus membayar fee yang lebih mahal untuk transaksi yang lebih cepat, walau kata cepat tersebut dalam artian yang masih cenderung subjektif. Penyebab utama naiknya biaya fee dan melambatnya kecepatan pada DEX ini tak lain  adalah semakin banyak orang yang  masuk ke dalam dunia kripto, dan tentu saja sudah banyak pula orang yang menunggu solusi selanjutnya.

Tak sedikit yang mencoba, namun berujung pada fee yang begitu mahal dalam setiap transaksi.

Pada tahun 2020, Sean Ryan yang merupakan seorang berpengalaman dalam mengelola aset digital  membentuk sebuah tim untuk mewujudkan suatu proyek Blockchain baru yang akan menjadi solusi super agnostik dalam memecahkan masalah teknologi blockchain tersebut. Sebut saja Glitch, proyek revolusioner dengan simbol GLCH  ini mengusung teknologi GEX dan Glitch Bridge yang mampu menandingi DEX pada jaringan Ethereum dalam waktu dekat dan bisa memindahkan aset ERC20 dalam jaringan Ethereum ke BSC dan sebaliknya, dimana teknologi sekarang belum ada yang dapat melakukan itu karena dalam  teknologi lama memindahkan aset harus dalam satu  jaringan yang sama.

Di website resminya (glitch.finance) GEX pada jaringan Glitch ini mampu memproses minimal 3000 transaksi per detik, dengan fee yang begitu murah dan tentu saja belum ada yang menandingi hingga artikel ini dibuat. Sadar akan potensi tersebut, banyak pihak  ramai-ramai bergabung dalam komunitas Glitch  di Telegram yang kemudian disebut Glitcher. 

Namun siapa sangka, beberapa tim pengembang Glitch berasal dari Indonesia, seperti Cecillia Paskah sebagai Indonesian Lead, dan  Wisnu Wijaya sebagai Desian Lead. Hal itulah yang meningkatkan pertumbuhan komunitas Glitcher melalui channel telegram Glitch Indonesia serta di dorong dengan keberhasilan Glitch listing di Indodax sebagai aset investasi yang harganya diperkirakan akan meledak ketika mainnet-nya diluncurkan pada Juli nanti, namun sepertinya di akhir bulan Juni ini menurut roadmap yang penulis baca, Glitch akan segera meluncurkan testnet miliknya.

Berdasarkan analisa beberapa pihak, termasuk Sean Ryan sendiri, Glitch dapat berkesempatan menduduki posisi empat besar teratas ketika peluncuran testnet tersebut.

Glitch sendiri merupakan sebuah DeFi yang berdiri dalam smart contract Ethereum sampai mainnet-nya siap untuk di luncurkan ke publik, untuk saat ini Glitch bisa dibeli di Indodax, Kucoin serta Uniswap dengan harga rentang harga 8000-9000 rupiah (harga dapat berubah setiap waktu) namun setelah peluncuran testnetnya nanti harga Glitch bisa saja naik berkali-kali lipat dari harga sebelumnya.  Ditambah visi dari pengembangnya Glitch itu sendiri, GLCH akan hadir di 50 exchanges top dunia.

Komunitas Glitch yang begitu solid pun sudah tidak sabar menunggu ledakan dahsyat tersebut, beruntunglah jika sudah memborong sebanyak-banyaknya di harga yang masih undervalue ini. Karena pada akhirnya, komunitas Glitch bertekad bahwa GLCH (Glitch) akan menjadi the next ETH (Ethereum).

Menarik sekali, namun untuk Anda yang ingin terjun ke dalam dunia kripto alangkah baiknya untuk mempelajari kripto lebih dalam, terutam koin yang akan dijadikan aset. Selama penelusuran, saya akhirnya percaya dan sudah yakin, Glitch will fly to moon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun