PendahuluanÂ
Pendidikan tidak terbatas pada jalur formal yang dijalani melalui lembaga pendidikan seperti sekolah, jalur informal yang dijalani lewat pendidikan keluarga, maupun jalur nonformal dari masyarakat. Maksud hal ini untuk meningkatkan kualitas diri. Hal tersebut karena sejatinya pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks di mana semua komponen merupakan satu kesatuan yang kehadirannya dapat saling melengkapi dan menyempurnakan (Ideharnida & dkk, 2018). kebutuhan akan pendidikan itu tidak terbatas pada suatu kalangan tertentu, namun dibutuhkan oleh semua kalangan. Bahkan di dalam Islam, Pendidikan sejatinya dilakukan sejak buaian hingga ke liang lahat. Maka salah satu aspek yang harus dipenuhi adalah pemenuhan hak akal melalui pemberian bekal berupa ilmu pengetahuan.Â
Konsep pendidikan seumur hidup (life long education) telah berkembang secara pesat di tengah-tengah khalayak masyarakat. Pendidikan orang dewasa dilakukan Pendidikan orang dewasa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar sepanjang hayat selama masyarakat itu ada. Masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman lainnya tidak hanya cukup dengan formal saja, tetapi masyarakat juga perlu memperoleh pendidikan lain sebagai complementary, baik melalui pendidikan informal maupun nonformal (Kamil, 2009).
Tujuannya untuk membantu masyarakat menghadapi sesuatu persoalan hidup mereka secara objektif, memperlengkapi keterampilan memecahkan masalah, membantu masyarakat dalam mengubah kondisi sosial mereka, dan membantu masyarakat memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan hidup mereka. Hal ini didasari oleh pendapat bahwa di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang dewasa merasakan kekurangan akan keterampilan yang selama ini dimiliki dan sekaligus memerlukan keterampilan keterampilan baru yang relevan (Jeosoef, 2008).
Â
Definisi Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu andr yang artinya orang dewasa dan agogos yang artinya memimpin dan membimbing. Maka andragogi adalah seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar (Knowles M. S., 1980). Andragogi secara etimologi adalah sebagai teori pembelajaran sangat penting untuk diketahui dan dipahami, sebab paradigma tentang pembelajaran yang didasarkan pada rumusan pendidikan sebagai suatu proses transmisi budaya, yang melahirkan pedagogi yaitu ilmu seni mengajar anak-anak. Orang dewasa yang dimaksud secara fisik (biologis) adalah cukup berumur (Arif, 1994). Knowles menyatakan bahwa andragogi adalah the art and science of helping adult learn, yaitu seni dan ilmu yang berkaitan dengan cara-cara membantu orang dewasa belajar. Hal itu berbeda dengan pedagogi, yaitu sebagai the art and science of teaching children atau seni dan ilmu yang berkaitan dengan cara mengajar anak. Pendekatan andragogi mempunyai beberapa asumsi dasar, di antaranya yang cukup dikenal ada empat hal, yaitu (1) selfdirectedness atau kemampuan mengarahkan diri, (2) pengalaman pembelajar atau mahasiswa, (3) kesiapan belajar berdasarkan kebutuhan, dan (4) orientasi bahwa belajar itu adalah kehidupan (Knowles M. S., 1995). Dari definisi di atas dapat dipahami, bahwa andragogi merupakan bagian dari ilmu pendidikan yang secara khusus diperuntukkan bagi orang-orang dewasa.
Varian makna sosialita
Menurut Nadia Mulya, kata sosialita mulai digunakan sejak tahun 1928. Mereka juga menyatakan bahwa, orang-orang yang termasuk dalam kategori ini adalah orang yang superkaya yang kebanyakan keturunan bangsawan, aktif dikegiatan sosial dan kerap mengadakan pesta atau diundang dalam event bergengsi dan fashionable (Roesma & Mulya, 2013). Hal ini diperkuat oleh Inti Soebagio menyatakan bahwa kata socialite yang berarti sosialita diambil dari kata "social" dan "elite".
Social berarti sosial dan elite berarti elit atau kelas atas (Roesma & Mulya, 2013). Mirah mengartikan sosialita juga merupakan sebutan yang diberikan kepada perempuan yang bisa digolongkan sebagai kelompok perempuan yang sudah memiliki kemampuan dan kemauan serta fasilitas, kesempatan, dan sarana yang cukup bagi. Sedangkan Veruschka mengatakan bahwa jika di Indonesia ada anggapan bahwa apabila seseorang mampu untuk membeli tas Herms, sepatu Louboutin dan Charlotte Olympia, atau sering mendapat undangan dan muncul di event gaya hidup, maka orang tersebut sudah bisa dianggap menjadi bagian dari sosialita. Karenanya tidak mengherankan jika akhirnya dunia sosialita dan selebriti, bagi sebagian besar wanita daya pikatnya sungguh luar biasa (Roesma & Mulya, 2013). Sementara itu menurut Boedi Basuki, sosialita memang sudah jelas artinya dan istilah tersebut memang bergengsi akan tetapi pada kenyataannya the real social darlings itu justru tidak mau untuk menunjukan eksistensi mereka dan bahkan tidak mau diasosiasikan dengan gelar sosialita karena gengsinya yang sudah menurun. Boedi mengamati, media yang mengangkat profil dan acara para sosialita semakin banyak dan tak terbatas pada media cetak, melainkan melebar ke televisi. Gempuran media yang mengekspos kehidupan mewah kaum sosialita ini juga membuat semakin banyak orang, terutama wanita, mendambakan reputasi sosialita dan diekspos ke publik." (Roesma & Mulya, 2013). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa sosialita merupakan sebuah istilah dan sebutan yang diberikan kepada kaum wanita yang dapat digolongkan sebagai kelompok atau komunitas wanita yang memiliki kemampuan dan kemauan serta fasilitas, kesempatan, dan sarana yang serba tersedia bagi perannya. Namun, seiring perjalanan waktu dan perputaran zaman, makna sosialita mengalami pergeseran makna. Hal itu terjadi tidak terlepas dari bagaimana proses komunikasi itu terjadi. Adapun sosialita yang penulis maksud dalam artikel ini adalah Ibu-ibu jama'ah pengajian yang tergabung dalam Majelis Taklim Amanah dan Majelis Taklim Hidayatullah yang mayoritas terdiri dari kalangan menengah ke atas dan aktif mengikuti jadwal kegiatan pengajian serta memiliki jiwa kepedulian sosial
Tujuan Pendidikan Terhadap Orang Dewasa (Andragogi)
Secara umum, pendidikan orang dewasa bertujuan untuk membantu pembelajar dewasa memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan guna meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupannya. Karena itulah kegiatan inti dalam pembelajaran orang dewasa lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan target yang ingin dicapai oleh para pembelajar dewasa untuk keperluan dalam waktu dekat. Selain itu, pembelajaran orang dewasa juga bertujuan untuk membantu pembelajar dewasa memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya, dan hubungan interpersonalnya. Di samping itu, pendidikan orang dewasa juga bertujuan membantu pembelajar dewasa mencapai kemajuan proses pematangan secara intelektual, emosional, dan spiritual. Dalam mengikuti proses pendidikan, orang dewasa dilatih dan dibiasakan mengembangkan paradigm berpikir, kesadaran, inisiatif, dan tanggung jawab, kepedulian sosial, dan memiliki karakter terpuji sebagai makhluk yang memiliki keyakinan kepada Tuhan. Melalui pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh lewat pendidikan, dapat membantu orang dewasa untuk melakukan perubahan sosial dalam lingkungan masyarakatnya (Al-Farabi, 2018).
Karakteristik Pendidik Orang Dewasa
Bagi para pendidik dan pengajar usia dewasa penting memiliki kecakapan, pemahaman untuk terwujudnya proses dan tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, karakteristik pendidik orang dewasa itu antara lain harus memiliki beberapa kemampuan sebagai berikut: a. Memiliki Keahlian dalam Mengelola Pembelajaran Fungsi utama dari seorang tutor (fasilitator) dalam kegiatan yang bersifat andragogi adalah mengatur dan membimbing proses andragogi itu sendiri, ketimbang mengatur isi pelajaran sebagaimana halnya dalam pedagogi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Orang Dewasa
Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Secara umum, Sumadi Suryabrata menyatakan, bahwa faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan (Suryabrata, 2008): 1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri, dan ini masih lagi dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: (a) Faktor-faktor nonsosial; dan (b) Faktor-faktor sosial. 2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri, dan ini pun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: (a) Faktor-faktor fisiologis; dan (b) Faktor-faktor psikologis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H