Norma sosial, ekspektasi teman sebaya, intimidasi, dan ketidaksesuaian dengan norma yang ada. Tekanan sosial dapat menyebabkan kecemasan, menjadi pribadi yang malu dan tertutup, dan masalah sosial lainnya. Pengaruh media sosial juga bisa menjadi faktor risiko, dengan adanya tekanan  untuk mendapatkan 'like' dan pengaruh negatif dari konten yang mereka lihat. Selain itu, kebutuhan untuk membuat keputusan besar tentang pendidikan lanjutan, karir, dan identitas diri dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan tekanan mental. Remaja mungkin merasa terbebani oleh ekspektasi untuk membuat keputusan seumur hidup pada usia yang relatif muda.
Kurangnya Dukungan Emosional
Kurangnya dukungan dari orang tua, guru, dan teman sebaya, serta ketidakmampuan mengekspresikan emosi. Remaja yang tidak menerima dukungan emosional yang tepat mungkin mengalami kesulitan  mengatasi stres dan masalah kesehatan mental. Kurangnya ruang untuk mengekspresikan emosi dapat menyebabkan stres emosional menumpuk. Lalu stigma tentang masalah kesehatan mental dalam masyarakat juga menyebabkan remaja enggan mencari bantuan atau berbicara tentang masalah kesehatan mental mereka. Ini dapat menghambat proses identifikasi dan penanganan masalah dengan cepat.
Ketidaksetaraan Sosial-Ekonomi
Penyebabnya adalah akses yang terbatas terhadap sumber daya pendidikan dan dukungan ekonomi. Remaja dari lapisan sosial ekonomi rendah mungkin mengalami stres tambahan akibat kurangnya akses terhadap peluang pendidikan dan dukungan ekonomi, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka, karena mereka mungkin merasa tertinggal atau tidak mampu bersaing.
C. Dampak Terhadap Pendidikan
Dalam bagian ini, akan dibahas mengenai dampak dari masalah kesehatan mental remaja terhadap sistem pendidikan. Dampak tersebut antara lain mengganggu konsentrasi dan motivasi belajar remaja, menurunkan prestasi akademik, serta meningkatkan tingkat keputusasaan dan absensi di sekolah. Selain itu, gangguan kesehatan mental remaja juga dapat mempengaruhi interaksi sosial dengan teman sekelas dan guru. Semua dampak ini memberikan tantangan besar dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi remaja. Oleh karena itu, perlu adanya solusi-solusi yang menjawab tantangan ini, seperti integrasi pendidikan kesehatan mental dalam kurikulum, pengurangan beban belajar, dan peningkatan peran guru dan konselor dalam mendukung kesehatan mental remaja. Dengan implementasi solusi-solusi ini melalui kerjasama dengan pihak terkait dan pelatihan bagi guru dan konselor, diharapkan bisa menciptakan sistem pendidikan yang lebih responsif terhadap kesehatan mental remaja.
D. Solusi untuk Menangani Tantangan Kesehatan Mental Remaja
Untuk mengatasi faktor-faktor penyebab kesehatan mental remaja dalam konteks pendidikan, diperlukan upaya bersama dari sekolah, orang tua, dan masyarakat. Upaya tersebut dapat direalisasikan dengan program pendidikan kesehatan mental, dukungan emosional yang lebih baik, serta upaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan dapat membantu melindungi serta meningkatkan kesehatan mental remaja.Â
Solusi untuk Menangani Tantangan Kesehatan Mental Remaja mencakup integrasi pendidikan kesehatan mental dalam kurikulum sebagai langkah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kesehatan mental di kalangan remaja. Selain itu, pengurangan beban belajar juga menjadi solusi penting dalam mengatasi masalah ini, sehingga remaja memiliki waktu dan energi yang cukup untuk menjaga keseimbangan emosional mereka.Â
Peningkatan peran guru dan konselor juga perlu dilakukan untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada remaja dalam menghadapi masalah kesehatan mental. Dengan implementasi solusi ini, kerjasama dengan pihak terkait dan pelatihan bagi guru dan konselor akan menjadi langkah penting untuk memastikan kesuksesan program tersebut.