Oleh : Muhammad Razidinnor
Apa itu desleksia ? dan mengapa kita perlu tau disleksia tersebut??
Disleksia adalah salah satu yang tergolong dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang sering tidak di ketahui dan tidak terdeteksi gejalanya oleh "Orang Tua".
Apa itu Disleksia,
Disleksia ialah merupakan salah satu jenis dari anak yang memiliki kebutuhan khusus sering tidak terdeteksi semenjak dini. Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata "dys" yang berarti kesulitan, dan kata"lexis" yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti "kesulitan dalam berbahasa". Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis serta beberapa aspek bahasa lain.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi anak, anak disleksia memiliki IQ rata -- rata, bahkan tak jarang di atas rata -- rata. Sehingga pada dasarnya anak disleksia tidak memiliki masalah yang berarti jika dilihat dari potensi intelegensi atau kecerdasan yang dimilikinya.
Anak disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan membaca serta juga akan mengalami kesulitan dalam kehidupan di lingkungannya, terutama di sekolah yang pembelajarannya menggunakan buku.
Saya juga sedang mempelajari dan mendalami tentang Anak Berkebutuhan Khusus yang saya terima dari mata kuliah ASSESMEN ABK. Tutur Zidin (panggilan akrabnya di bangku perkuliahan), yang juga sedang menempuh S1 program studi PG PAUD, di Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Kebanyakan "Orang Tua" keliru dalam memberikan penanganan terhadap anak yang tergolong disleksia tersebut, di karenakan gejalanya yang hampir mirip seperti anak yang normal pada umumnya, dan tak jarang memiliki IQ di atas rata -- rata.
Diagnosis yang kurang tepat dapat menyebabkan kegagalan dalam penanganan atau penanganan yang tidak optimal, dan akan sangat berdampat pada perkembangan anak kedepan.
Adapun gejala disleksia ini antara lain:
1. Ragu-ragu dan lambat dalam berbicara.
2. Kesulitan memilih kata yang tepat untuk menyampaikan maksud yang diucapkannya Bermasalah dalam menentukan arah (atas -- bawah) dan waktu (sebelum -- sesudah, sekarang-kemarin).
3. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus, seperti misalnya kata "gajah" ducapkan menjadi "gagah". kata "ibu" ducapkan menjadi "ubi", kata "pipa" menjadi "papi".
4. Membaca kata demi kata secara lamban dan intonasi naik turun.
5. Membalikkan huruf, kata, dan angka yang mirip, misalnya b dengan p, u dengan n, kata kuda dengan daku, palu dengan lupa, 2 -- 5, 6 -- 9.
6. Kesulitan dalam menulis, misalnya menuliskan namanya sendiri "Rosa" menjadi Ro5a, menuliskan kata "Adik" menjadi 4dik (huruf S dianggap sama dengan angka 5, huruf A dianggap sama dengan angka 4).
Mari terus kita deteksi sejak dini, dan perhatikan pertumbuhan serta perkembangan anak -- anak kita sebagai "Golden Age" atau periode emas yang harus di dapatkan oleh anak usia dini, dan juga hak -- hak anak dalam berekplorasi yang patut terus mendapat stimulus dari setiap orang tua, tururnya. (Muhammad Razidinnor, 2021).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI