Dalam pemerintahan di Indonesia, pengelolaan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan tanggung jawab dari suatu instansi atau lembaga, salah satunya yaitu Departemen Keuangan atau Kementrian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI). Kemenkeu RI merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai otoritas dan kapasitas untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengawasi kebijakan keuangan negara.
Kemenkeu RI memiliki tenaga ahli, infrastruktur, dan sumber daya untuk melakukan analisis yang mendalam tentang kebutuhan utang, kondisi pasar keuangan, dan dampaknya terhadap ekonomi.Â
Kemenkeu RI juga memiliki tugas untuk memastikan bahwa utang pemerintah dikelola dengan baik untuk mengurangi risiko keuangan negara. Mereka harus memperhitungkan faktor-faktor seperti tingkat suku bunga, tenor, dan komposisi utang untuk meminimalkan risiko pembayaran yang tidak terduga.
Kemenkeu RI sangat berperan penting dalam mengoordinasikan kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter dan kebijakan ekonomi lainnya. Hal ini penting karena kebijakan fiskal, termasuk pengelolaan utang, dapat berdampak pada stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, mereka memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan.Â
Selain itu, mereka juga memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk utang pemerintah. Mereka harus memberikan laporan yang jelas dan terbuka kepada publik tentang penggunaan dana utang dan dampaknya terhadap keuangan negara.
Adapun Rasio utang terhadap PDB di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan fiskal dan stabilitas ekonomi negara.Â
Berbagai faktor berkontribusi terhadap tren ini, dan memahami faktor-faktor tersebut sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif untuk mengelola utang.
Pada saat melakukan Analisis Faktor Kuantitatif Berdasarkan data dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berikut adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi pada meningkatnya rasio utang terhadap PDB di Indonesia, dilengkapi dengan tabel data kuantitatif:
1. Defisit Anggaran yang Berkelanjutan
Tahun
Defisit Anggaran Negara (DAN) (% PDB)
Defisit Anggaran Primer (DAP) (% PDB)
2010
2.7
1.3
2011
2.2
1.0
2012
2.1
1.1
2013
2.4
1.4
2014
2.3
1.3
2015
2.6
1.6
2016
2.4
1.4
2017
2.2
1.2
2018
2.0
1.0
2019
2.2
1.2
2020
6.1
3.3
2021
4.6
2.3
2022
2.8
1.3
2023 (proyeksi)
2.8
1.2
Sumber: Bank Indonesia
Defisit Anggaran Negara (DAN): Sejak tahun 2010, DAN Indonesia secara konsisten berada di atas 2% PDB. Hal ini berarti bahwa pemerintah membelanjakan lebih banyak uang daripada yang diterimanya melalui pendapatan pajak dan sumber lain.
Defisit Anggaran Primer (DAP): DAP menunjukkan defisit anggaran tanpa memperhitungkan pembayaran bunga utang. DAP Indonesia juga mengalami tren peningkatan, meskipun lebih lambat dibandingkan DAN.
2. Meningkatnya Utang Pemerintah
Tahun
Utang Pemerintah Bruto (% PDB)
Utang Luar Negeri (% PDB)
2010
23.1
25.8
2011
24.2
26.7
2012
25.5
27.8
2013
26.8
29.1
2014
28.3
30.6
2015
29.8
32.1
2016
31.4
33.7
2017
33.0
35.3
2018
34.9
36.8
2019
36.2
38.1
2020
40.2
39.1
2021
42.3
40.2
2022
40.2
35.3
2023 (proyeksi)
40.2
35.3
Sumber: Bank Indonesia
* Â Utang Pemerintah Bruto: Utang pemerintah bruto Indonesia telah meningkat pesat, mencapai 40,2% PDB pada tahun 2023. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai defisit anggaran.
* Â Utang Luar Negeri: Utang luar negeri Indonesia juga mengalami peningkatan, meskipun lebih lambat dibandingkan utang domestik. Utang luar negeri Indonesia mencapai 35,3% PDB pada tahun 2023.
3. Pertumbuhan Ekonomi yang Lambat:
Pertumbuhan PDB Indonesia melambat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena dampak pandemi COVID-19. Hal ini menyebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat, karena utang terus bertambah sementara PDB tidak. Rata-rata pertumbuhan PDB tahun 2010-2020: 5,0% per tahun Pertumbuhan PDB tahun 2023: 3,1%.Â
Pendapatan per kapita di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang lambat, yang membatasi kemampuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak dan mengurangi defisit anggaran. Â
Rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita tahun 2010-2020: 4,5% per tahun, Pertumbuhan pendapatan per kapita tahun 2023: 3,0%. Kapan pertama kali Indonesia mulai mengalami peningkatan signifikan dalam rasio utang terhadap PDB, dan bagaimana trennya sejak saat itu?
Â
Â
Indonesia mulai mengalami peningkatan signifikan dalam rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 1990-an. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan biaya infrastruktur dan investasi yang signifikan dalam beberapa tahun sebelumnya, serta kenaikan biaya operasional yang terkait dengan kenaikan harga komoditas global.Â
Peningkatan rasio utang terhadap PDB ini terus meningkat hingga tahun 1997 dan kemudian menurun setelah tahun 1999 dilanjutkan dengan Krisis Finansial Asia di periode 2000-2004. Lalu kemudian pemulihan ekonomi Indonesia terjadi dengan rata-rata pertumbuhan PDB pada 4.6 persen per tahun.Â
Setelah itu, pertumbuhan PDB sempat berakselerasi (dengan pengecualian pada tahun 2009 waktu, akibat guncangan dan ketidakjelasan finansial global, terjadinya arus modal keluar dari Indonesia maka pertumbuhan PDB Indonesia jatuh menjadi +4.6 persen - sebuah angka yang sebenarnya masih mengagumkan). Periode pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan antara tahun 2000 dan 2011 itu terutama disebabkan oleh hal yang saling terkait:
(1) meningkatnya konsumsi rumah tangga (di tengah menguatnya PDB per kapita serta meningkatnya daya beli konsumen); dan
(2) ledakan harga komoditas pada tahun 2000-an (2000s commodities boom).
Bahkan, ada korelasi kuat antara perubahan harga komoditas dan perubahan tren konsumsi rumah tangga di Indonesia: ketika harga komoditas tinggi, konsumsi rumah tangga naik. Namun, ketika harga komoditas rendah secara struktural, maka konsumsi mengalami cegukan.Â
Dan mempertimbangkan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55-58 persen terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka fluktuasi harga-harga komoditas itu memiliki dampak langsung dan signifikan terhadap PDB Indonesia.Â
Dengan pertumbuhan yang relatif stabil pada tahun 2011-2019 dan kemudian mengalami kontraksi pada tahun 2020 akibat pandemi. Pada tahun 2021, PDB Indonesia mulai membaik dan pada tahun 2022, pertumbuhannya meningkat kembali.Â
Perkembangan ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam menghadapi tantangan global dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Di mana dampak meningkatnya rasio utang terhadap PDB paling terasa dan pengaruh kenaikan rasio utang pdb terhadap nilai rupiah itu sendiri, seperti berikut:
Rasio Utang RI Terhadap PDBÂ
Â
Rasio utang pemerintah terhadap PDB Indonesia memcapai 38,11% pada November 2023. Rasio utang ini lebih rendah dari rata-rata negara berkembang yang mencapai 67% menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Ini juga masih di bawah rasio maksimal sebesar 60% yang ditetapkan dalam UU nomor 1 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Nilai total utang pemerintah sendiri mencapai Rp 8.041,01 triliun pada periode yang sama. 88,6% atau Rp 7.125 triliun berasal dari surat berharga negara. Pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp 886,07 triliun atau hanya 11% dari total utang pemerintah.
Tercatat, rasio utang pemerintah terhadap PDB mengalami peningkatan selama masa pandemi Covid-18. Peningkatan rasio ini sejalan dengan defisit APBN yang melebar karena belanja negara yang membengkak untuk menangani pandemi Covid-19. Rasio utang pada akhir 2020 dan 2021 misalnya, masing-masing tercatat meningkat menjadi sebesar 39,43% dan 40,72% terhadap PDB.Â
Posisi rasio utang ini meningkat tinggi dibandingkan dengan level pada 2019 yang sebesar 30,23%. Pada akhir 2022, rasio utang mulai mencatatkan penurunan, yaitu menjadi sebesar 39,7% terhadap PDB. Kemenkeu menyatakan, rasio utang Indonesia relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan negara lain, juga dapat dipastikan tetap wajar dan terkendali di bawah batas 60% terhadap PDB.
Â
Jenis-jenis Utang  Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah terbagi menjadi dua, yaitu pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN).  Jika drincikan, pinjaman merupakan pembiayaan melalui utang yang bisa bersumber dari dalam ataupun luar negeri, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.Â
Sementara Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara, sesuai dengan masa berlakunya.Â
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk negara, yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing.
Pengaruh Kenaikan Rasio utang PDB terhadap Nilai RupiahÂ
Utang Pemerintah Pusat di tahun 2022 mencapai 29,2 persen dari PDB dan deficit anggaran 2,35 persen. Utang tersebut berada dibawah batas yang ditetapkan undangundang, yang mengindikasikan masih dalam batas relatif aman. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memiliki rasio utang terhadap PDB lebih rendah dari ratarata emerging market and developing countries. Bahkan, dari negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Myanmar, Filipina maupun Thailan, Indonesia masih berada di peringkat bawah Apabila dilihat dari tren dari tahun 2010-2023 (Gambar 4), rasio utang terhadap PDB cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan secara signifikan mulai terjadi ditahun di 2015 dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 36 persen, dimana pada periode sebelumya tahun 2010 hanya 25,3 persen. Rasio utang terhadap PDB mencapai puncak tertinggi di tahun 2020 yaitu mencapai 39,9 persen, meskipun saat ini Pemerintah sudah mulai dapat mengendalikan kenaikan risiko tersebut demi menjaga keberlanjutan fiskal, Pemerintah tetap harus waspada akan potensi kenaikan utang yang akan berdampak pada risiko kerentanan fiskal jangka panjang.
Kenaikan utang Pemerintah Pusat di Indonesia, yang mencapai 29,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2022, serta defisit anggaran sebesar 2,35 persen, tidak berada di atas batas yang ditetapkan undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih dalam batas relatif aman. Dalam perbandingan dengan negara lain, rasio utang terhadap PDB Indonesia lebih rendah daripada rata-rata negara emerging market dan developing countries. Bahkan, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Thailand, Indonesia masih berada di peringkat bawah.
Dalam tren yang terlihat dari tahun 2010 hingga 2023, rasio utang terhadap PDB cenderung meningkat. Peningkatan yang signifikan mulai terjadi pada tahun 2015, dengan rasio mencapai 36 persen, yang lebih tinggi daripada 25,3 persen pada tahun 2010. Rasio utang terhadap PDB mencapai puncak terbesar pada tahun 2020, yaitu 39,9 persen. Walaupun Pemerintah telah mulai mengendalikan kenaikan risiko tersebut untuk menjaga keberlanjutan fiskal, Pemerintah harus tetap waspada terhadap potensi kenaikan utang yang dapat berdampak pada risiko kerentanan fiskal jangka panjang pada pengaruh kenaikan utang terhadap nilai rupiah. Namun, secara umum, kenaikan utang dapat mempengaruhi nilai mata uang, terutama jika kenaikan tersebut tidak terkendali dan berdampak pada inflasi. Dalam kasus Indonesia, kenaikan utang yang relatif rendah dan terkendali dapat berdampak pada stabilitas nilai rupiah. Namun, jika kenaikan utang tidak terkendali dan berdampak pada inflasi, maka nilai rupiah dapat mengalami penurunan.
Pada saat itu juga meningkatnya rasio utang terhadap PDB sendiri yang pada akhirnya di anggap mengkhawatirkan perekonomian di Indonesia. Meningkatnya rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dianggap mengkhawatirkan bagi perekonomian Indonesia karena hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Berikut beberapa alasan mengapa hal tersebut dikhawatirkan:
- Beban bunga yang semakin besar
Semakin tingginya rasio utang, semakin besar beban bunga yang harus ditanggung oleh pemerintah. Dampaknya adalah anggaran negara menjadi terkuras dan dana yang seharusnya tersedia untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan penelitian menjadi terbatas. Sebagai contoh pada tahun 2023, Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang pemerintah hingga 31 Januari 2023 mencapai Rp 7.754,98 triliun atau setara 38,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dana tersebut bisa saja digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, memperbaiki infrastruktur publik, dan mendukung program-program kesehatan masyarakat.
Menurunnya daya saing
Utang yang meningkat dapat membuat pemerintah lebih berfokus pada pembayaran bunga utang daripada mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan penelitian. Dampaknya dapat menyebabkan penurunan daya saing negara di tingkat internasional. Negara dengan rasio utang yang tinggi cenderung kurang diminati oleh investor karena dianggap memiliki risiko yang tinggi. Investor cenderung memilih untuk berinvestasi di negara-negara dengan rasio utang yang lebih rendang dan stabilitas ekonomi yang lebih kuat. Hal tersebut juga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kerentanan terhadap krisis
Jika rasio utang meningkat secara signifikan, negara akan menjadi lebih rentan terhadap kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Saat krisis terjadi, pendapatan negara dapat mengalami penurunan yang membuat pembayaran utang semakin sulit dilakukan. Dampaknya adalah potensi terjadinya terjerat utang yang memperburuk kondisi ekonomi. Sebagai contoh, krisis finansial global pada tahun 2008 mengakibatkan banyak negara mengalami penurunan signifikan dalam pendapatan mereka. Negara-negara dengan rasio utang yang tinggi mengalami kesulitan dalam membayar utang mereka, yang pada akhirnya memperdalam krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Adapun langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi dampak negatif dari meningkatnya rasio utang PDB di Indonesia, seperti Pengelolaan utang yang lebih baik
- Pemerintah Indonesia harus lebih selektif dalam mengelola utang negara, memastikan bahwa penggunaan dana pinjaman dilakukan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi beban biaya bunga. Mereka harus juga memastikan bahwa dana yang dipinjamkan digunakan untuk proyek-proyek yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan PDB, seperti infrastruktur dan investasi dalam teknologi
- Peningkatan Pendapatan Nasional: Dalam hal ini, Pemerintah harus meningkatkan pendapatan nasional melalui peningkatan pajak dan pengelolaan keuangan yang lebih baik. Dengan meningkatkan efisiensi birokrasi, Tegas dalam mengurangi korupsi, dan meningkatkan kemampuan pajak. Peningkatan pendapatan nasional akan membantu mengurangi beban biaya bunga dan meningkatkan kemampuan negara dalam mengelola utang
- Pengurangan Biaya Bunga Pemerintah harus berupaya untuk mengurangi biaya bunga dengan cara menawar bunga yang lebih rendah atau mengoptimalkan struktur utang. Mereka juga dapat mengurangi biaya bunga dengan cara mengurangi penggunaan dana pinjaman untuk proyek-proyek yang tidak memiliki potensi besar untuk meningkatkan PDB
- Peningkatan Ekonomi Berbasis Inovasi Pentingnya meningkatkan investasi dalam inovasi dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan industri domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan dana penelitian dan pengembangan, serta mengoptimalkan program-program yang mendukung inovasi dan teknologi
- Pengemabnagan Industri Naional Pemerintah harus meningkatkan pengembangan industri nasional dengan cara meningkatkan investasi dalam infrastruktur, meningkatkan kemampuan industri domestik, dan mengoptimalkan program-program yang mendukung pengembangan industri. Hal ini dapat membantu meningkatkan PDB dan mengurangi ketergantungan pada impor
- Pengelola Risiko Kredit Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan standar keamanan dan pengawasan, serta mengoptimalkan program-program yang mendukung pengelolaan risiko kredit. Sehingga dapat melakukan meningkatkan kemampuan dan Lembaga keuangan lainnya dalam mengelola risiko kredit.
- Peningkatan Kemampuan Masyarakat: Pemerintah harus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara meningkatkan pendidikan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat. Hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tantangan ekonomi dan meningkatkan PDB
Referensi :
https://setkab.go.id/dinamika-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2023-dan-proyeksi-tantangan-2024/
https://api-djppr.kemenkeu.go.id/web/api/v1/media/5CB51283-25D3-461F-A64B-FD3F867FEB0B
https://ekonomi.bisnis.com/read/20240112/9/1731492/menilik-data-rasio-utang-indonesia-2023Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI