Mohon tunggu...
Zidan Tianny
Zidan Tianny Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

sangat menikmati hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rokok sebagai Alat Diplomasi oleh Budaya Minangkabau

2 Juli 2024   19:30 Diperbarui: 2 Juli 2024   19:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah terbesit di pikiran kita, bagaimana bisa rokok dijadikan perantara agar hubungan diplomatik antarnegara dapat terjalin dengan baik? Seperti yang kita ketahui, rokok memiliki banyak sekali dampak negatif, baik itu yang merupakan perokok aktif maupun perokok pasif. Namun dibalik dampaknya yang negatif, ternyata ada juga dampak positif yang dapat kita ambil sebagai pembelajaran, ingin tahu lebih lanjut? Mari kita rangkum secara jelas.

Rokok, ialah sebuah lintingan tembakau yang dilapisi kertas, daun, nipah, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui, rokok merupakan benda yang mengandung zat adiktif di dalamnya dengan berbagai macam jenis kimia. Jika dikaji lebih dalam, sesuai Permenkes RI No.28 Tahun 2013, rokok adalah tembakau yang digunakan dengan cara dibakar,  dihisap, dan dihirup baik itu rokok kretek, rokok putih, cerutu, dan jenis-jenis lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok memanglah benda yang sangat baik untuk dihindari demi Kesehatan setiap orang, karena baik pengguna maupun tidak sama-sama memliki dampak negatif jika terpapar oleh asap benda tersebut. Ditambah pula asap rokok memiliki aroma yang sangat tidak sedap di hidung, terlebih lagi asap yang dihasilkan oleh rokok kretek.

            Lalu, seketika muncul di benak para pembaca, apa hubungan dari rokok dengan diplomasi yang dilakukan oleh orang-orang dari Minangkabau?

            Pada awal diciptakan rokok di Indonesia, benda ini justru dijadikan obat oleh masyarakat, bahkan tembakau yang dipanen di Indonesia juga merupakan hasil bumi yang diincar oleh para penjajah. Tidak hanya itu, rokok juga digunakan oleh tokoh diplomatik terkenal dari Bukit Tinggi, Sumatra Barat, Yaitu Kiai Haji Agus Salim. Tokoh ini merupakan seorang politikus, jurnalis, penulis, dan seorang diplomat yang sangat cerdas dan luar biasa berdarah minang. Beliau juga merupakan lulusan dengan predikat sebagai siswa terbaik dengan nilai tertinggi di salah satu sekolah yang didirikan oleh Belanda. Beliau juga mendapat julukan di kancah internasional sebagai the Grand Old Man karena kemampuan yang dapat menguasai banyak Bahasa.

            Seperti yang tertuang dalam sastra minang, “Datuak baringin sonsang, baduo jo pandeka kilek, hisoklah rokok nan sabatang, supayo rundingan nak nyo dapek”. Artinya, ketika rokok sudah dibakar dan dihisap maka perundingan atau musyawarah sudah bisa dimulai {Zikri, 2015). Hal inilah yang dibawa oleh Agus Salim, beliau sangat suka merokok dimana pun dan kapan pun, sehingga hal ini menjadi kebiasaannya ketika sedang berdiplomatik. Karena, di semasa hidupnya, beliau sering diutus sebagai perwakilan dari delegasi Indonesia pada beberapa acara Internasional. Contohnya seperti pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB), di Den Haag, Belanda. Ketika Konferensi tersebut berlangsung, Agus Salim secara sadar menyalakan rokoknya di depan perwakilan delegasi dari negara-negara lain, rokok kretek yang dibakar oleh beliau memiliki bau yang sangat menyengat sehingga semua orang di dalam ruangan merasa terganggu, bahkan delegasi dari negara Belanda pun turut menegur beliau, delegasi dari Belana tersebut berkata bahwa ruangan itu adalah tempat terhormat dengan berbagai macam delegasi negara di dalamnya, Agus Salim tidak hanya diam akan teguran tersebut, beliau mengatakan bahwa bahan yang ada di dalam rokok yang ia bakar, serta dua bahan lainnya yaitu, lada dan cengkih merupakan alasan orang-orang Belanda berlayar jauh menuju Indonesia dan menjadi penjajah. Oleh karena jawaban yang menohok itu, delegasi Belanda ini merasa terpojok. “Tetapi tetap saja tempat ini merupakan tempat yang terhormat.” Ujarnya, lalu Agus Salim mengatakan, “Saya memang bukan orang yang terhormat dan tidak pandai membuat tempat terhormat untuk Tuan-Tuan Sekalian, tetapi kami sangat pandai beramah tamag dan mempersilakan Tuan-Tuan menjajah negeri kami selama ratusan tahun. Maka dari itu, sekarang akui saja kedaulatan kami sehingga Tuan tidak perlu bertemu dengan orang tidak terhormat seperti saya, apakah hal-hal tadi tidaak cukup untuk mengajarkan Tuan sekalian rasa malu”. (Mahmutarom, dkk., 2022).

 Lalu, ada juga kisah ketika Ratu Elizabeth yang akan naik tahta, menggantikan posisi ayahnya. Seorang diplomat Inggris yang menemani Agus Salim, memohon agar tidak merokok karena acara tersebut sacral. Namun Agus Salim hanya merespon dengan keheningan. Ketika acara berlangsung, Agus Salim kesal dengan suami Ratu, Pangeran Philip yang tidsa perhatian dengan tamu asingnya yang datang dari negeri-negeri yang jauh. Beliau menghampiri Pangeran Philip dan mengayunkan rokoknya di sekitar hidung Pangeran. Agus Salim bertanya kepada Pangeran apakah dia mengenali aroma rokok itu, dengan ragu Pangeran menjawab  bhwa tidak mengenal aroma tersebut. Lalu Aus Salim tersenyum sembari mengatakan bahwa bahan di rokok itu menjadi alasan bangsa Inggris jauh-jauh mengarungi Samudra untuk menjajah Indonesia pada 300 atau 400 tahun yang lalu. Ketika Mengetahui fakta tersebut, suasana mendadak cair, dan Pangeran Langsung mengenalkan Agus Salim kepada Ratu dan berkata, “This gentleman come from Indonesia”. Dan setelah kejadian hari itu, hubungan antara Inggris dan Indonesia menjadi baik.

Tak bisa dipungkiri lagi, bahwa jasa Agus Salim terhadap bangsa Indonesia sangatlah berpengaruh besar. Dengan diplomasi kretek yang ia gunakan, beliau bisa membawa bangsa ini setara dengan bangsa-bangsa di benua lain. Dari beliau juga kita belajar, di samping kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan spiritual juga harus berjalan seiringan. Dengan prinsip tidak “mendewakan” orang Eropa, beliau bisa menunjukkan bahwa Indonesia juga dapat eksis di dunia diplomasi.

 

 

REFERENSI

Alfin, A.N.  (2022). Rokok Sebagai Obat dan Alat Diplomasi. Available at: https://kumparan.com/alfinauliyanur02/rokok-sebagai-obat-dan-alat-diplomasi-1zR1CBuLATk/2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun