Namun sayang-nya fakta dilapangan produk hukum yang ada hanya sebatas law in book tidak berjalan sebagai law in action. Data tim peneliti (Internasional NGO Forum on Indonesionan Development) INFID 57% korban mengaku tidak ada penyelesaian, 39,9% menyelesaikan kasus tersebut dengan membayar uang, 26,2% menikah dengan pelaku, 23,8% berdamai dengan keluarga.
Penanganan yuridis kasus-kasus pelecehan seksual mengalami hambatan-hambatan menyangkut rumusan tindak pidana/delik dalam pasal-pasal yang belum tegas, pembuktian dalam hukum acaranya, dan sifatnya yang sebagian sebagai delik aduan. Sebab utamanya adalah terkait dengan pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan produk hukum peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga tidak relevan lagi dengan perubahan dan perkembangan masyarakat, terutama jika dihubungkan dengan upaya pemberdayaan kaum perempuan. Di samping itu secara viktimologis, hukum pidana kita belum mengakomodasi perlindungan korban secara memadai, sehingga dalam kasus pelecehan seksual yang menjadi korban cenderung adalah kaum wanita.
Semoga pada tahun ini bisa memberika sebuah keadilan terhadap korban dalam menuntaskan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan yang terus meningkat lewat kebijakan hukum yang dikeluarkan oleh pemangku kekuasaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H