Mohon tunggu...
Muhammad Zidan
Muhammad Zidan Mohon Tunggu... writer

Positive and Active

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adakah Hubungan Diplomatik Maupun Non-Diplomatik Antara Indonesia dengan Israel?

9 April 2023   14:48 Diperbarui: 9 April 2023   15:07 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak deklarasi kemerdekaannya pada tahun 1948, Indonesia telah menolak mengakui eksistensi negara Israel dan secara konsisten mendukung Palestina dalam konflik mereka dengan Israel. Pada tahun 1955, Indonesia menjadi salah satu pendiri Gerakan Non-Blok yang menyerukan dukungan untuk negara-negara yang berjuang untuk merdeka dari penjajahan dan imperialisme, dan posisi Indonesia terhadap Israel menjadi semakin solid dalam kerangka Gerakan Non-Blok tersebut. Indonesia juga mempertahankan kebijakan boikot ekonomi terhadap Israel dan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan negara tersebut.

Meskipun demikian, sejak tahun 1990-an, terdapat beberapa upaya dan inisiatif dari Indonesia untuk berdialog dengan Israel, khususnya dalam konteks upaya perdamaian di Timur Tengah, meskipun tidak secara langsung mengakui eksistensi negara Israel. Pada bulan Januari 2020, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Konferensi Keamanan di Polandia, sebagai upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian di Timur Tengah.

Namun, posisi Indonesia secara resmi tetap tidak berubah, yaitu tidak mengakui eksistensi negara Israel hingga saat ini.

ada beberapa bukti tertulis dan tidak tertulis bahwa Indonesia tidak mengakui kedaulatan negara Israel. Berikut adalah beberapa contoh bukti tersebut:

  1. Tidak ada hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dan Israel. Indonesia tidak memiliki kedutaan besar di Israel dan tidak ada kedutaan besar Israel di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia secara resmi tidak mengakui eksistensi negara Israel.

  2. Kebijakan boikot ekonomi terhadap Israel. Sejak tahun 1950-an, Indonesia telah menerapkan kebijakan boikot ekonomi terhadap Israel dan tidak melakukan perdagangan dengan negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia secara resmi tidak mengakui eksistensi negara Israel dan menolak untuk berbisnis dengan negara tersebut.

  3. Pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia. Pada berbagai kesempatan, pemerintah Indonesia telah secara resmi menyatakan bahwa Indonesia tidak mengakui eksistensi negara Israel dan mengecam tindakan Israel terhadap rakyat Palestina. Sebagai contoh, pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui kedaulatan Israel dan tetap mendukung kemerdekaan Palestina.

  4. Solidaritas dengan Palestina. Indonesia secara konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan mengecam tindakan Israel yang dianggap merampas hak rakyat Palestina. Indonesia telah memberikan dukungan politik dan finansial kepada Palestina serta menjadi pengamat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam yang menyerukan dukungan untuk kemerdekaan Palestina.

Semua bukti ini menunjukkan bahwa Indonesia secara resmi tidak mengakui eksistensi negara Israel dan memiliki solidaritas yang kuat dengan rakyat Palestina. Namun, pada saat yang sama, terdapat beberapa upaya dan inisiatif dari Indonesia untuk berdialog dengan Israel, terutama dalam upaya perdamaian di Timur Tengah.

Menolak kedaulatan Israel bukanlah implementasi langsung dari UUD 1945, tetapi merupakan kebijakan luar negeri Indonesia yang didasarkan pada beberapa prinsip dasar, seperti kedaulatan negara, hak asasi manusia, perdamaian dan keadilan internasional. Indonesia memandang bahwa konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik internasional yang harus dipecahkan melalui dialog dan negosiasi, dan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Israel didasarkan pada pandangan bahwa tindakan Israel di wilayah Palestina melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional.

Sebagai anggota PBB, Indonesia berkomitmen untuk menghormati prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Piagam PBB dan resolusi-resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB yang menyangkut konflik Israel-Palestina. Oleh karena itu, menolak kedaulatan Israel dapat dipandang sebagai implementasi dari prinsip-prinsip tersebut.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa setiap negara memiliki hak untuk menentukan kebijakan luar negerinya sendiri, selama kebijakan tersebut tidak melanggar hukum internasional atau merugikan kepentingan negara lain. Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Israel merupakan kebijakan yang telah didefinisikan selama beberapa dekade dan didasarkan pada pandangan bahwa konflik Israel-Palestina harus dipecahkan melalui dialog dan negosiasi yang adil dan damai.

Sejumlah negara dan organisasi internasional tidak mengakui kedaulatan dan eksistensi negara Israel, baik secara resmi maupun tidak resmi. Beberapa negara tersebut antara lain:

  1. Iran: Iran tidak mengakui eksistensi Israel dan sering kali menyebut negara itu sebagai "entitas Zionis".

  2. Suriah: Suriah tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah Palestina dan masih mempertahankan status quo perang dengan Israel.

  3. Lebanon: Lebanon tidak mengakui Israel dan menolak hubungan diplomatik dengan negara itu.

  4. Irak: Irak tidak mengakui kedaulatan Israel dan menolak menjalin hubungan diplomatik dengan negara itu.

  5. Arab Saudi: Arab Saudi tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah Palestina dan menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina.

  6. Mesir: Mesir sebelumnya menolak eksistensi Israel selama beberapa dekade sejak pembentukannya pada tahun 1948, namun kemudian mengakui Israel pada tahun 1979 setelah perjanjian damai antara kedua negara.

Pendirian negara Israel pada tahun 1948 merupakan hasil dari beberapa faktor sejarah dan politik yang kompleks, dan tidak bisa dikaitkan dengan satu individu atau pemimpin tunggal. Namun, gerakan Zionisme yang mendorong pendirian negara Yahudi di Palestina pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Theodor Herzl, Chaim Weizmann, dan David Ben-Gurion. Setelah negara Israel didirikan, David Ben-Gurion menjadi perdana menteri pertama dan memainkan peran penting dalam membangun negara baru tersebut. 

Ada banyak tokoh penting dalam gerakan politik Zionisme yang berperan dalam pendirian negara Israel, di antaranya adalah:

  1. Theodor Herzl - dianggap sebagai bapak pendiri gerakan Zionisme modern, Herzl memimpin kampanye untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina sebagai solusi untuk mengakhiri diskriminasi dan kekerasan terhadap orang Yahudi di seluruh dunia.

  2. Chaim Weizmann - seorang kimiawan Yahudi dan politisi, Weizmann memainkan peran kunci dalam memperoleh dukungan politik dan finansial untuk gerakan Zionisme. Dia juga menjadi presiden pertama Israel setelah kemerdekaannya.

  3. David Ben-Gurion - perdana menteri pertama Israel, Ben-Gurion memainkan peran penting dalam memimpin perjuangan untuk kemerdekaan Israel dan membangun negara baru tersebut.

  4. Golda Meir - wanita pertama yang menjadi perdana menteri Israel, Meir memimpin negara itu selama masa krisis politik dan militer yang berat, termasuk Perang Yom Kippur pada tahun 1973.

  5. Menachem Begin - pendiri partai politik Likud dan perdana menteri Israel dari tahun 1977-1983, Begin memimpin negara tersebut melalui periode signifikan perubahan dan pertempuran politik.

  6. Yitzhak Rabin - mantan jenderal militer dan perdana menteri Israel, Rabin memainkan peran penting dalam perdamaian antara Israel dan Mesir pada tahun 1979, dan kemudian menandatangani perjanjian perdamaian Oslo dengan Palestina pada tahun 1993, sebelum ia dibunuh pada tahun 1995.

Kemudian, Salah satu cucu dari pendiri Israel yang menolak gerakan Zionisme adalah Yakov Meir. Yakov Meir adalah cucu dari Rabbi Avraham Yitzhak Kook, seorang tokoh agama dan filsuf yang dikenal sebagai pendiri gerakan Zionisme religius. Meskipun keluarganya terkait dengan gerakan Zionisme, Yakov Meir justru menjadi kritikus terhadap Zionisme dan mengadvokasi solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Ia juga mendirikan organisasi bernama "Oz VeShalom" yang bertujuan untuk mempromosikan dialog antara Israel dan Palestina. 

images-64326b134addee18df66c874.jpg
images-64326b134addee18df66c874.jpg
Miko Peled adalah seorang aktivis dan penulis asal Israel-Amerika yang dikenal karena kritiknya terhadap kebijakan Israel di wilayah Palestina dan dukungannya terhadap hak kemerdekaan Palestina. Ia lahir pada tahun 1961 di Yerusalem, Israel, dan merupakan putra dari jenderal Israel Matti Peled, yang menjadi salah satu tokoh penting dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Miko Peled memulai aktivisme politiknya pada akhir 1990-an setelah kematian saudaranya dalam serangan bom di Yerusalem. Ia mulai terlibat dalam gerakan perdamaian Israel-Palestina dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. Ia juga menjadi kritikus terhadap kebijakan pemerintah Israel terhadap warga Palestina, termasuk kebijakan pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat dan Gaza.

Sebagai penulis, Miko Peled telah menerbitkan beberapa buku, termasuk "The General's Son: Journey of an Israeli in Palestine" dan "Injustice: The Story of the Holy Land Foundation Five", yang membahas kasus lima aktivis Muslim Amerika yang dihukum atas tuduhan mendanai terorisme Palestina. Ia juga sering memberikan ceramah dan wawancara di berbagai media mengenai isu-isu politik di Israel-Palestina dan kebijakan AS terhadap wilayah tersebut.

Beberapa pernyataan Miko Peled tentang Zionisme dan Israel antara lain:

  1. "Zionisme bukanlah tentang membela diri, tetapi tentang perluasan kekuasaan dan pengambilalihan tanah."

  2. "Zionisme dan negara Israel telah melakukan kejahatan yang tidak dapat diterima terhadap rakyat Palestina, dan ini adalah tindakan kolonialisme yang sama dengan yang dilakukan oleh kekuatan Barat terhadap negara-negara lain di dunia."

  3. "Untuk mencapai perdamaian yang sebenarnya di wilayah Palestina-Israel, Zionisme harus dihapuskan dan rakyat Palestina harus memiliki hak yang sama dengan warga Yahudi di wilayah tersebut."

  4. "Saya berbicara sebagai seorang Yahudi dan sebagai orang Israel yang mencintai tanah kelahirannya, tetapi saya juga mempertanyakan tindakan Israel terhadap rakyat Palestina dan kebijakan yang didasarkan pada kesewenang-wenangan."

Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan pandangan Miko Peled bahwa gerakan Zionisme dan negara Israel telah melakukan tindakan yang tidak bermoral dan tidak dapat diterima terhadap rakyat Palestina, serta bahwa untuk mencapai perdamaian yang sebenarnya di wilayah tersebut, perlu dilakukan perubahan fundamental dalam hubungan antara kedua belah pihak dan pembentukan negara yang inklusif bagi semua warga negaranya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun