Mohon tunggu...
Zidan NurFadhillah
Zidan NurFadhillah Mohon Tunggu... Lainnya - Nothing special

Hanya seorang mahasiswa pegiat transportasi umum, sosial media dan digital marketing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelajaran Kelas Siang

23 Juli 2023   17:45 Diperbarui: 23 Juli 2023   17:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa berfikir Panjang, aku bergegas mengerjakan tugas dengan mencatat apa yang si sekretaris tulis di papan tulis dengan perasaan agak malu bercampur marah. Bel istirahat berbunyi tandanya jam pelajaran kedua telah usai. Mau tidak mau aku harus kumpulkan tugas catatan itu yang seadanya. Seperti biasanya kulakukan saat jam istirahat, aku pergi ke kantin dan musholla. Tapi entah kenapa momen memalukan di kelas tadi selalu terbayang bayang. Bahkan saat di kantin, kejadian itu seolah menjadi buah bibir dan tersebar di seantero Angkatan. Saat itu aku menjadi merasa malu Ketika bertemu murid lain. Sebisa mungkin aku berpaling dan mencoba tidak mempedulikan kejadian memalukan itu. Sementara Aris yang bukunya dirobek robek pun masih bisa santai, cengegesan haha hihi tanpa memikirkan hal itu. Memang temanku ini sifatnya agak beda denganku, jadi aku maklumkan saja. Toh biar saja dia yang hadapi konsekuensinya sendiri. Yang terpenting aku bisa menjaga diri reputasiku di sekolah ini agar tidak jatuh martabat dan harga diri.

Berlanjut pada jam pelajaran ketiga berjalan normal seperti biasanya dengan bayang bayang kejadian memalukan yang masih menghantui fikiranku. hal itu membuatku menjadi tidak fokus dan tegang sesaat. Padahal di jam pelajaran ketiga ini suasananya sangat cair dan santai tanpa ada tekanan. Tapi entah kenapa aku masih tetap kaku dan tidak bisa lagi duduk seperti jam pelajaran pertama. Tidak terasa jam pelajaran ketiga berakhir di pukul lima sore, ini menandakan kegiatan sekolah hari ini telah berakhir. Dalam rasa kesendirian dan hina pada hari itu kuputuskan untuk pulang dan mengasingkan diri sejenak dari teman temanku yang biasanya pulang Bersama. Kurebahkan tubuh yang Lelah seharian di kelas ini pada rumput hijau lapangan yang sepi dan sunyi. Disertai angin kecil yang menambah harmoni sore menjadi sangat terasa nikmat. Sembari berfikir, bahwa hal memalukan ini merupakan pertama kalinya menimpa dalam hidup bagi orang sepertiku, orang yang selalu menghindar dari segala permasalahan dan tidak ingin ikut campur dalam permasalahan. Saat itu yang penting bagiku di sekolah atau dimanapun aku ingin semuanya berjalan secara tenang dan normal tanpa ada permasalahan yang dapat merugikan diri sendiri. Momen memalukan tadi kuanggap sebagai yang pertama dan terakhir dalam hidupku selama aku bersekolah di tempat itu. Kira kira itulah refleksi diri yang terfikirkan sembari menatap langit yang berwarna jingga berhias awan gelap. Aku juga berfikir mengecam dan menyesalkan perbuatan sang guru tadi yang tak adil bagiku, dari sekian banyak murid yang tak mengerjakan catatan hanya aku dan Aris saja yang kena imbasnya. Dari situ fikiran kecewa, sedih dan marah campur aduk jadi satu. Tak peduli ada orang yang melihatku, aku ingin menyendiri menuangkan kegelisahan atas kejadian memalukan itu. Fikiran fikiran liarku mulai menggentayangi dalam diriku seakan aku merasa amat terhina, reputasiku menjadi siswa buruk dan dicap sebagai murid tidak terpuji.

Energi dan fikiran fikiran yang mulai Lelah kulepaskan semuanya sore itu disertai angin angin kecil yang bertiup dari barat ke arah timur. Dengan harapan angin angin itu bisa meniup dan membawa semua kelelahan, keresahan, kesedihan hingga kekecewaan yang kualami hari ini. Kubiarkan tubuhku yang merebah dihempas angin angin yang mulai kencang saat mendekati waktu maghrib. Aku ingin nikmati momen sore yang mungkin bagiku sendiri tak terulang lagi. Kucoba pejamkan mata dan menikmati semilir udara sejuk sore tersebut. Tak terasa fajar mulai menghilang dan langit berganti gelap, hampir saja aku ketiduran seperti orang tunawisma di lapangan terbuka. Tanpa berfikir Panjang, aku langsung bergegas pulang menuju rumahku. Sepanjang perjalanan pulang aku sudah mulai mengantuk dengan perasaan ingin cepat tiba di rumah untuk membersihkan diri dan tidur untuk memulihkan energi serta melupakan semua hal yang terjadi hari ini. Semoga esok hari dan seterusnya kuharap tidak terulang kembali momen memalukan di kelas siang hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun