Bakso kecilnya seharga 2000 per biji, memilik tekstur halus tidak berurat dan sedikit kenyal, namun tidak sampai seperti cilok yang sampai susah untuk dikunyah, bakso kecilnya tidak murni memakai daging sapi, namun ada campuran daging ayam, perbandingan antara tepung dan daging sepertinya memiliki takaran yang pas, dan sesuai selera saya.
Siomay rebusnya nya juga tidak kalah lezat, isiannya kenyal namun tetap bisa dikonsumsi, kulit pangsitnya berwarna kuning dan lembut saat masuk mulut, tidak yang memiliki tepian keras, proporsi antara isian dan juga kulitnya juga seimbang, tidak terlalu sedikit.
Kuah baksonya tipe kuah bening, rasa kaldu yang gurih tetap ada namun tidak terlalu pekat, kuahnya memiliki rasa dominan segar, apalagi jika kuahnya nanti ditambah dengan bawang goreng dan irisan seledri makin menambah rasa gurih khas bakso.
Tidak seperti bakso yang biasa saya konsumsi yang mana ada irisan kubis yang memperkaya tekstur dari semangkok bakso, Â sayuran yang disediakan di warung bakso ini adalah toge putih dan juga selada iris tipis, boleh mengambil sesuai selera dan tidak dihitung harganya, tentu sebuah inovasi yang baik, karena penjual mencoba menyeimbangkan antara konsumsi protein dari bakso juga asupan serat dari toge putih dan selada.
Makan di Tempat MinimalisÂ
Saat itu, saya bersama teman saya, sengaja ingin makan makanan yang berkuah karena memang cuaca sedang terik-teriknya, kami tidak sengaja menemukan gerobak bakso dengan penampakan cukup komplit dari luar gerobak kacanya, bakso-bakso-an sudah ditata dan berjajar rapi di etalase, hingga kami memutuskan untuk makan di warung bakso Ibunya, sebenarnya belum berwujud warung, tetapi lebih ke jualan gerobakan yang sudah memiliki tempat pangkal di dekat pos kamling yang sudah lama tidak terpakai.
Tempat makan bakso masih menggunakan ruangan sempit bekas pos kamling, dengan luas yang cukup terbatas karena hanya muat satu meja kayu ukuran 1x0.5 meter dan empat kursi plastik, memang banyak dari pelanggan ibu yang memilih take away daripada harus dine ini karena memang keterbatasan tempat.
Wujud tempat makan cukup bersih, meskipun belum ada fasilitas tempat sampah maupun tisu, dan juga kipas angin, beruntung cuaca di Malang cukup berangin meski di siang yang terik, ventilasi udaranya juga terbantu dengan adanya dua pintu, depan belakang yang bisa digunakan untuk akses keluar-masuk pelanggan. Uniknya di pintu belakang, dulunya nampak seperti tembok yang sengaja digempur untuk membuat sebuah pintu. Â
Di atas meja sudah tersedia sambal dan persaosan yang bisa diambil sesuai selera, juga ada fasilitas minum air putih dan es sirup yang bisa didapatkan secara gratis, keduanya sudah teracik rapi di dalam askan bening, disediakan pula gelas-gelas kaca yang digunakan sebagai wadah untuk minum bagi siapa saja yang berkenan. Ibu penjual memang tidak melayani pesanan minuman seperti es teh atau es degan untuk para pembeli seperti pada kebanyakan warung.
Bakso Malang Menjadi Salah Satu Kuliner IkonikÂ
Belum lengkap rasanya jika sudah jauh-jauh ke Malang, tetapi belum mengicip salah satu kuliner khasnya, yakni bakso. Bakso malang terkenal lengkap dan bervariasi, memang ada banyak warung bakso terkenal dan sudah diliput di berbagai media, namun sengaja saya memilih tempat yang berbeda dan terkesan hidden gem.
Saya ingin menunjukkan bahwa bakso gerobakan sebenarnya dari segi rasa juga tidak kalah dengan bakso yang sudah memiliki tempat yang proper, bahkan saya pernah beberapa kali berkunjung di warung bakso yang memiliki tempat nyaman dan layak, tetapi dari segi rasa masih dibawah dari Bakso gerobakan yang saya temukan di Dau, Kalisongo.