Sepertinya minggu-minggu ini adalah minggu sibuk bagi para mahasiswa baru. Betapa tidak, beberapa kampus sudah ada yang mulai ospek, sebelum kelas belajar-mengajar dimulai, tetapi beberapa kampus juga ada yang belum ospek dan masih akan berlangsung minggu depan.
Saya tidak akan membahas apa saja yang perlu dipersiapkan mahasiswa baru saat menghadapi ospek, menemukan hunian nyaman saat diperantauan dan segala persiapannya, karena saya kira sudah banyak bahasan artikel terkait hal tersebut.
Namun, saya akan lebih membahas mengenai persiapan saat di kelas yang baiknya tentu dilakukan oleh seorang mahasiswa baru, dengan spesifik prodi gizi di mana pun berada, baik di perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta, maupun Poltekkes. Semoga ada manfaatnya.
Pastikan Punya Buku Catatan
Kelas adalah salah satu tempat utama mahasiswa untuk menuntut ilmu, meskipun di luar sana juga banyak event yang tidak kalah berbobot, seperti seminar, pelatihan, dan kajian yang biasanya rutin diadakan oleh pengurus BEM atau HIMA.
Saat di kelas adalah kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat berdiskusi dengan dosen pengajar maupun dengan teman mahasiswa lain mengenai materi yang kurang paham, ataupun pertanyaan lain yang masih berhubungan dengan materi ajar.
Tentu menjadi mahasiswa aktif adalah salah satu idaman para dosen. Aktif di sini bisa aktif bertanya, aktif memberikan umpan balik kepada dosen, juga menawarkan beberapa bantuan saat dosen kesulitan di dalam kelas. Biasanya dosen juga akan memberikan nilai tambah untuk mahasiswa aktif di kelasnya sebagai apresiasi.
Hal yang wajib dibawa saat di kelas adalah alat tulis dan buku catatan, karena biasanya ada tipe dosen yang tidak ingin mahasiswanya memainkan handphone di dalam kelas dan menyuruh untuk menyimpannya di dalam tas dengan mode silent. Selain itu, juga merupakan adab seorang pencari ilmu sebagai bentuk menghormati pemberi ilmu dengan mendengarkan penjelasan secara saksama.
Poin penting dalam mencatat adalah catatlah hal-hal penting yang tidak ada dalam materi PPT (Power Point). Tidak perlu mencatat semua tulisan yang ada dalam PPT karena akan memecah fokus, dan biasanya materi PPT akan dishare menyusul di grup kelas.
Bisa mencatat dengan menggunakan teknik mind map, yakni mencatat poin penting dari tiap sub topik dan kemudian dihubungkan dengan topik utama pada hari itu. Baru kemudian kita dapat menambahkan materi yang kurang lengkap dan perlu ditulis dalam catatan jika sudah mendapat file PPT dari dosen.Â
Sama seperti ketika berada di bangku SMA, di mana kita sudah terbiasa mencatat materi di papan tulis dan apa yang disampaikan oleh para guru. Tetapi berbeda saat kuliah, dosen jarang menyuruh untuk mencatat apa yang telah dijelaskan di papan tulis, ataupun paparan materi selama pembelajaran berlangsung, oleh karena itu, memang harus punya inisiatif sendiri.
Kumpulkan dan Buat Folder Materi di Laptop atau Google Drive
Selain mencatat, penting juga untuk mengumpulkan soft file berupa kumpulan PPT dari para dosen pengajar yang dikelompokkan berdasarkan mata kuliah, selain sebagai arsip pribadi. Hal ini akan berguna apabila kita sedang kehilangan catatan secara hardfile. Arsip ini juga akan bermanfaat di saat kita sudah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja, yang sekiranya membutuhkan pengulangan materi.
Adanya kemungkinan catatan tidak selengkap dengan materi yang ada di PPT juga merupakan pertimbangan bahwa memiliki arsip PPT setiap tatap muka saat kuliah itu penting, sehingga saat ujian tengah atau akhir semester dapat membuka kembali PPT yang sudah dishare oleh dosen, untuk dijadikan bahan belajar.
Jika Anda memutuskan untuk mencetak/print materi PPT untuk kemudahan belajar juga boleh, namun karena banyaknya halaman per PPT untuk setiap tatap muka, tentu akan menambah biaya pengeluaran mahasiswa, saya rasa memiliki soft file PPT dan rajin mencatat di kelas sudah cukup.
Download Softfile PenunjangÂ
Dua poin di atas memang masih umum untuk semua mahasiswa baru, namun memasuki poin ketiga ini, tentu sudah semakin mengerucut pada prodi gizi. Sediakan waktu untuk mendownload beberapa PDF terbitan Menteri Kesehatan, yang nantinya akan sangat bermanfaat saat kelas dimulai.
Pertama, Permenkes RI No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, di dalamnya berisi panduan konsumsi makan sehari-hari, perilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi keanekaraham pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan normal. Cocok sekali dibaca untuk memberi gambaran singkat akan apa yang dipelajari seorang mahasiswa gizi selama beberapa tahun ke depan.Â
Kedua, ada Permenkes RI No. 28 Tahun 2019 tantang Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia. AKG ini merujuk pada kebutuhan rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua orang sehat dengan menyesuaikan umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis. AKG terdiri dari kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin, dan mineral.
Ketiga, Permenkes RI No. 2 Tahun 2020 tentang standar antropometri anak, sebagai acuan seorang  ahli gizi dalam menentukan status gizi anak usia 0 hingga 18 tahun, dengan indeks BB/U, PB/U atau TB/U, BB/PB atau BB/TB, juga IMT/U.
Keempat, buku foto makanan, berisi nama makanan, gambar makanan, ukuran rumah tangga (URT), dan berat per URT. Berguna untuk latihan recall makan pasien dalam sehari, agar estimasi berat dan ukuran makan yang pasien maksud sama dengan yang ahli gizi tangkap, agar tidak terjadi over/under estimasi. Â
Laptop Cukup Ruang untuk Download Aplikasi Gizi
Sama seperti prodi lain yang membutuhkan aplikasi khusus untuk menunjang efisiensi dan kemudahan saat mengerjakan berbagai tugas dari dosen, di prodi gizi juga sama, ada aplikasi wajib harus terpasang di laptop dengan cukup space guna mendowload dan meng-install berbagai aplikasi yang diperlukan.
Biasanya dosen akan mewajibkan setiap mahasiswa untuk dapat menginstal beberapa aplikasi gizi, Â antara lain; Nutrisurvey, berguna untuk menghitung zat gizi yang terkandung dalam sebuah menu makanan, sehingga kita hanya perlu menginput nama menu makanan/bahan pangan, kemudian otomatis akan keluar sendiri zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya ada WHO-Anthro, aplikasi ini berguna untuk menilai status gizi bayi sampai anak-anak usia 18 tahun. Cukup mengisi data diri berupa nama, tanggal lahir, juga BB dan TB/PB anak kemudian secara otomatis akan keluar grafik pertumbuhan berdasarkan empat indeks BB/U, BB/TB atau BB/PB, IMT/U, TB/U atau PB/U. Â Dan masih banyak aplikasi lainnya, sehingga memang membutuhkan laptop cukup ruang untuk dapat menginstall beberapa aplikasi baru.
Beli Handbook Gizi
Tidak hanya di prodi gizi, bahkan di beberapa prodi lain, selain penting untuk belajar PPT dosen, juga perlu memiliki buku pegangan sebagai penunjang wawasan mahasiswa dalam prodi tersebut.Â
Memang sifatnya tidak wajib, namun tentu mahasiswa akan terbantu dalam mengerjakan tugas maupun menambah pemahaman akan materi singkat yang disampaikan dosen saat di kelas.
Selain itu, mahasiswa juga dapat menabung beberapa uang saku yang didapat untuk membeli buku, tidak harus langsung beli semua, mungkin dalam beberapa bulan beli satu buku, sesuai kemampuan, lagi pula buku-buku gizi tersebut cukup ramah di kantong mahasiswa.
Berikut ada beberapa rekomendasi buku gizi: Penuntun Diet edisi baru, Penuntun Diet Anak, Penuntun Diet dan Terapi Gizi, Pocket Guide for International Dietetics & Nutrition Terminologi (IDNT) Reference Manual, Interaksi Obat dan Makanan, dan Asuhan Gizi Klinik. Â
Peralatan Penunjang Saat PraktikumÂ
Untuk peralatan praktikum seperti saat praktikum antropometri, biasanya laboratorium gizi di berbagai kampus telah memiliki peralatan lengkap seperti timbangan berat badan, microtoise, pita ukur lila, caliper, BIA, dan sebagainya, untuk dapat digunakan langsung oleh mahasiswa, sesuai arahan dari asisten lab.
Namun, saat memasuki masa-masa praktik dan magang di rumah sakit, biasanya ada keharusan mahasiswa untuk dapat memiliki sendiri, untuk alat-alat yang dirasa cukup terjangkau, seperti pita lila dan timbangan makanan. Atau boleh pinjam ke laboratorium sesuai ketentuan yang berlaku di laboratorium tersebut, tetapi juga tidak semua alat antropometri dapat dipinjam, mengingat alat mudah rusak bahkan hilang jika banyak mobilisasi dan banyak alasan lain.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H