Di dalam benakku saat itu, hanya takjub, karena baru kali ini punya kos yang cukup asri di tengah kepadatan Surabaya. Kakak malamnya langsung kembali meluncur ke rumah, ia hanya sekadar mengantar karena besok harinya harus kembali bekerja.
Sebelum tidur saya pergi ke kamar mandi untuk kebutuhan gosok gigi, cuci muka, dan berwudhu untuk shalat isya yang saya tunaikan sebelum tidur. Seperti biasa, malam itu Surabaya cukup gerah, saya pun menyalakan kipas angin dengan hembusan sedang dan menghadapkannya tepat ke arah saya dengan mode diam, tidak geleng-geleng.
Tidak lama setelah berdoa, saya pun tertidur pulas karena sudah seharian beraktivitas. Tepat pukul 03.15, tiba-tiba saya terbangun karena tubuh penuh keringat. Saya meraba kipas yang cukup dekat dengan saya, dari suara baling-baling kipas masih menyala, namun anehnya kenapa tidak ada angin yang dihasilkan.
Setelah memaksa membuka mata, saya cukup terkejut karena posisi kipas angin berubah membelakangi saya, padahal kipas tidak memiliki kaki. Sontak jantung mulai berdenyut cepat tak beraturan. Mencoba membaca keras surat pendek yang terlintas di benak, sambil menarik nafas agar kembali tenang. Saya anggap sebagai ucapan selamat datang dari penghuni tak kasat mata karena kini kita berbagi kamar bersama.Â
Tersebut adalah gambaran kediaman yang cocok untuk mahasiswa baru, setidaknya dapat memberi gambaran dan bisa disesuaikan dengan kenyamanan masing-masing, satu saran lagi adalah jangan lupa untuk selalu survey lokasi secara langsung. Semoga Bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H