Jika berbicara soal apa bedanya antara cultivated beef dengan daging asli, adalah tentu cultivated beef tidak menghasilkan tulang, kulit, dan lemak layaknya daging asli, dan tentu kembali pada selera masing-masing.
Jika seseorang lebih suka makanan berdaging tentu ini adalah pilihan yang baik, namun sebaliknya, jika seseorang lebih menyukai daging dekat tulang, seperti iga, ataupun sum-sum mungkin pilihan cultivated beef kurang cocok.
Ditinjau dari faktor kebersihannya, cultivated beef diproduksi di lingkungan steril, risiko kontaminasi penyakit dan bahan kimia lebih kecil. Berbeda dengan hewan hidup yang disembelih di lantai, tentu berisiko terkontaminasi Salmonella dan E. coli yang berasal dari kotoran yang tidak dibersihkan secara tuntas, kata Josh Tetrick, CEO GOOD Meat di San Fransisco.
Profil nutrisi cultivated beef akan serupa dengan daging asli, tetapi profil nutrisinya juga dapat ditingkatkan atau bahkan dipersonalisasi, seperti kandungan lemak jenuh dan kolesterol dikurangi, kata juru bicara UPSIDE Foods, perusahaan daging budidaya di San Francisco.
Lalu apakah cultivated beef, bisa dikonsumsi oleh semua kalangan, utamanya di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mungkin ada perbedaan pendapat, ada kelompok yang menghalalkan asalkan sel-selnya bersumber dari hewan yang boleh dikonsumsi umat Islam dan tidak ada campuran komponen non-halal dalam proses produksinya.Â
Juga ada kelompok yang melarang karena daging didapatkan tidak berasal dari hewan yang disembelih secara syariat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H