Mungkin jika dikalikan sudah ada ratusan bahkan ribuan caleg yang siap mempertaruhkan kursinya dan berebut hati untuk dipilih rakyat. Yang jadi masalah adalah, apakah masyarakat sudah tahu betul siapa-siapa saja mereka dan apa latar belakang mereka yang berani maju mengemban amanah berat sebagai perwakilan rakyat dan sebagai perpanjangan mulut penyampaian aspirasi rakyat.
Tidak seperti capres-cawapres yang tentu masyarakat sudah hafal siapa saja orangnya, karena hanya 3 calon saja, juga mereka diberikan wadah untuk dapat berkampanye secara bebas, mereka dapat lebih mengenalkan visi misinya maupun karakter masing-masing melalui debat yang sudah berlangsung sebanyak 3 kali ini, dan disiarkan baik melalui channel TV nasional maupun live Youtube.
Lalu bagaimana dengan para caleg? Mereka hanya bermodalkan baliho pinggir jalan yang terkadang tidak menyantumkan visi-misinya, hanya mamajang foto dan senyum terbaiknya, tidak lupa partai usungan dan tokoh-tokoh penting dalam partai tersebut. Maka tidak salah, jika saat ini mungkin banyak dari masyarakat yang belum mengetahui keputusan tepat untuk memilih siapa caleg idamannya.
Salah satu jawaban pertanyaan yang cukup membuat saya terus terngiang-ngiang adalah mengenai siapa sekiranya caleg yang akan mereka pilih, ada seorang ibu menjawab, "Saya akan memilih sesuai partai yang sudah lama saya kenal mbak, terus calegnya saya pilih di nomer-nomer atas, gitu aja, gausah dipikir dalem-dalem," jawaban ibu sambil terkekeh.
Benar, bisa jadi itu adalah salah satu jawaban cerdas dan penyelesaian masalah yang cepat, asalkan tidak golput saja, karena satu suara bisa sangat berharga dan bernilai bagi budaya demokrasi bangsa.
Mayoritas responden yang saya wawancarai adalah orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya, baik dengan bertani, berdagang, berwirausaha, maupun ibu rumah tangga. Mereka jarang memiliki waktu menggunakan ponsel, apalagi untuk menscroll media sosial dan mengikuti kampanye dari para calon legislatif.
Mereka mendapatkan pengetahuan mengenai pemilu dan politik adalah bersal dari saling mengabarkan dan bercerita dari mulut ke mulut saat belanja di tukang sayur keliling, saat ada kumpul ronda malam, maupun saat istirahat kerja, orang yang bercerita biasanya memiliki pengetahuan yang lebih, karena mereka rutin mengikuti debat ataupun memang menyukai politik meski tidak terjun ke dunia politik.
Sumber kedua mereka dapatkan dari baliho yang saat ini mungkin sudah tersebar dan memenuhi pinggir jalan. Namun karena keterbatasan waktu dan kepentingan, banyak diantara mereka yang menganggap baliho sebagai penghias yang tak berarti.
Meski memang sekilas mereka bisa mengenali wajah dan nomor urut calegnya. Namun entah apakah baliho tersebut berfungsi dengan tepat dan dapat menggetarkan hati calon pemilihnya.
Karena tidak mungkin ketika tengah berkendara, harus berhenti sejenak dan mengamati baliho-baliho tersebut dengan seksama, belum lagi ada yang sudah berusia renta, terdapat kesulitan dalam membaca tanpa berkacamata.