Sudah berjam-jam aku tak kembali. Pestanya pasti sudah selesai. Aku menghapus sisa air mata di wajahku, lalu beranjak pergi. Bersiap menghadapi lembaran baru dengan hati yang lapang. Tiba-tiba terdengar sesuatu yang jatuh.
"Dug." Aku menoleh. Sebutir buah kelapa jatuh tak jauh dari tempatku berdiri. Aku tertawa mengingat dulu kami pernah minum air kelapa bersama selepas berkejar-kejaran di bibir pantai. Aku membungkuk meraih buah kelapa yang hampir saja menimpa kepalaku. Beruntung aku sudah berjalan agak jauh dari pohon kelapa tempatku bersandar tadi.
"Andi." seseorang memanggil namaku.
Aku memalingkan wajah ke arah suara. Kulihat dia berdiri di depanku. Oh, aku lupa mengenalkan namanya. Hani. Namanya Hani. Gaun pengantin yang dikenakannya tadi pagi masih terlihat anggun bersamanya. Sebuah jaket tebal menutupi lengannya, mungkin untuk melawan angin pantai yang semakin dingin malam ini. Wajahnya terlihat pucat. Memandang dengan mata  terbelalak ke arahku. "Apa yang kau pegang itu?"
Aku mengabaikan perasaanku yang sempat membuncah sesaat. Segera meredamnya dan menyadari bahwa dirinya bukan milikku lagi. Kuberikan senyuman "aku baik-baik saja" kepadanya (sekuat tenaga kupaksakan). "Oh, tadi aku menemukan buah kelap ..."
Seketika suaraku tersekat di tenggorokan. Jantungku berdegup kencang. Mataku ikut terbelalak tak percaya memandang ke arah tanganku. Buah kelapa yang kubawa tadi berubah menjadi kepala manusia berlumuran darah. Seraut wajah mengerikan menyeringai menatapku.
"Hai, kamu baru datang ke sini ya?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI