Judul Asli           : ISLAM AND LIBERATION THEOLOGY, Essay on liberative elements in Islam
Penulis             : Asghar Ali Engineer
Penerjemah         : Agung Prihantoro
Halaman           : 346
Asghar adalah seorang berkewarnegaraan Iran. Walaupun ia seorang Syiah atapi tak menonjol pemahaman syiaahnya pada tulisannya ini. Â Ia adalah pemikir Islam yang memberikan pandangan-pandangan baru tentang pemaknaan Islam. Mencoba untuk menerangkan kepada pembaca hari ini bahwa ada pengaruh sosio-ekonomi dan sosio-politik yang mempengaruhi pemahaman Islam kita hari ini.
Jika kita membandingkan Asghar dengan Ali Syariati yang juga pemikir Islam asal Iran, dengan bukunya Tugas Cendikiawan Muslim ada perbedaan gaya menulis, kita bisa merasakan  Asghar lebih menunjukkan semangat dan provokatifnya pada bukunya ini dibandingkan buku Tugas Cendikiawan Muslim karya Ali Syariati, yang padahal keduanya sama-sama mengajak umat Islam untuk kembali merenungkan Islam lebih mendalam.
Apakah kita memahami Al Qur'an dengan pemaknaan yang dalam, atau masih pada literatur bahasanya? Apakah kita memaknai permisalan dalam Al Qur'an hanya sebagai benda mati, laiknya langit, bumi, bintang-bintang dan lainnya, atau itu adalah sebuah metafora dari Allah yang memiliki makna lebih dalam dan menginspirasikan?
Islam Dan Teologi Pembebasan, dari judulnya kita bisa mengetahui kemana arah pembicaraan buku ini. Sangat jelas kata 'pembebasan' adalah bentuk perlawanan dari status quo. Status quo apa? Status quo pemahaman kita terhadap Islam.
Asghar cukup luas membahas berbagai macam tema pada karyanya yang satu ini. Ia cukup rapi dalam merunutkan tema-tema pada bukunya. Akan baiknya pembaca membacanya secara berurutan dari awal hingga terakhir, agar mendapatkan pemahaman yang utuh dari proses yang disusun oleh Asghar.
Bagian awal buku ini adalah ekspektasi pemahaman Islam kita bahwa Islam adalah teologi pembebasan. Lalu aplikasinya pada diri Nabi Muhammad SAW. Pada tema-tema selanjutnya adalah isu-isu kekinian yang sedang menimpa umat Islam. Seperti ekonomi, kemiskinan, dan keindustrian, pada bagian ini ia banyak membahas tentang kapitalis dan komunis, dua ideologi ekonomi dunia yang sempat berbenturan dan memperluas pengaruhnya diberbagai negara.
Asghar coba masuk ke dua kolam ini dan menjelaskan bahwa pada konsep kedua ideologi ini ada titik dimana bersesuaian dengan Islam, dan yang ditentang oleh Islam. Seperti kepemilikan pribadi diakui dalam Islam. Lalu kepemilikkan tanah yang juga diatur dalam Islam.
Secara umum yang pertama adalah konsep kapitalis yang sangat ditentang oleh kaum komunis. Yang  kedua adalah konsep komunis bahwa tidak ada kepemilikan pribadi, negara yang mengelola sumber daya alam. Bagian ini menarik karena Asghar mencoba mencari benang merahnya dan melihat bagaimana Islam berdiri pada pentas sistem ekonomi dunia hari ini.  Juga ia mengkritik pemakaian istilah 'ekonomi Islam'.
Secara umum sebenarnya ada penyempitan pemahaman umat Islam hari ini akan Islam itu sendiri. Penyempitan makna ekonomi Islam yang hanya pada ruang lingkup perbankan saja. Padahal ekonomi tak terbatas pada menyimpan uang di bank. Keadilan ekonomi, kesamaan kesempatan, kecurangan dalam transaksi, penimbunan kekayaan, serta berbagai penjualan aset-aset negara pada asing.
Berkaitan dengan isu yang sedang panas hari ini tentang Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Ada banyak sisi yang mesti dikritisi dari draff yang ditawarkan oleh pihak pengaju. Salah satunya adalah perspektif feminisme menjadi landasan hukum mereka. Feminisme adalah paham yang lahir dari barat, lahir dari sejarah kaum perempuan yang tertindas.
Kekejaman sepanjang sejarah, dijadikannya perempuan hanya sebagai kaum yang rendah, pelepas nafsu seksual, dan tidak memiliki kedudukan di publik. Dari pengalaman yang menyakitkan itu lahilah paham feminisme untuk menyuarakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan paham ini tentunya banyak yang menolaknya jika dijadikan landasan hukum di Indonesia. Khususnya para intelektual muslim Indonesia akan sangat mengkritisi pandangan ini.
Apa yang dilakukan Asghar?
Pada bagian tengah bukun ini ia mencoba merekontruksi pemahaman kita tentang perempuan. Menjadikan Al Qur'an sebagai landasan berpikir dan memaknainya secara lebih dalam. Dalam Islam sebenarnya tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, keduanya berada dalam kedudukan yang sama.
Ayat-ayat yang dipahami banyak orang bahwa laki-laki menguasai perempuan dicoba diperdalam lagi penafsirannya oleh Asghar dengan mengutip tafsiran dari pakar tafsir. Dan titemukan pemahaman yang luar biasa. Bagian yang agak menggelitik adalah disaat ia mengatakan bahwa ada semacam pengaruh sosiologi terhadap pemahaman seseorang terhadap Islam, khusuanya pemahaman apakah kedudukan laki-laki dan perempuan itu tidak sama.
Asghar sangat keras mengritik dengan orang-orang yang mengamalkan Islam seperti abad pertengahan. Seolah orang-orang ini mencoba memepertahankan status quo Islam abad pertengahan yang padahal Islam sangat dinamis dan menghendaki pembaharuan. Ada sesuatu yang tidak sesuai dengan konteks kehidupan saat ini namun tetap masih dipertahankan. Silahkan nikmati dan baca bagaimana Asghar mendobrak pemahaman kita akan Islam yang kita yakini saat ini.
Yang paling menarik adalah dari pikirannya Asghar adalah bahwa Islam bukan terbatas pada syariat atau hukum-hukam saja. Ia sangat mengkritik orang-orang yang hendak mendirikan khilafah atau negara Islam atau mereka yang menyorakkan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam negara. Padahal yang mereka amalkan hanyalah rutual ibadah dalam Islam seperti sholat, puasa, haji, dan zakat.
Mereka menganggap zakat bisa menyelesaikan masalah kemiskinan umat, yang secara sadar mereka dan para elit serta bangsawan menimbun hartanya, uang berputar hanya pada golongan atas. Islam itu amatlah luas, melingkupi keadilan, melarang kezholiman, persamaan hak, tak ada perbedaan suku, agama, warna kulit. Dan lihatlah pada negara yang mengaku Islam apakah nilai-nilai ini menjadi perhatian mereka? Terang Asghar lama bukunya.
Juga hal menarik yang dipaparkan oleh Asghar, tentang perjuangan dalam Islam. Senada dengan permbicaran di atas bahwa Islam bukan hanya ibadah tapi juga bersikap adil menentang kezholiman. Seperti Islam fase Makkah contohnya.
Ini adalah contoh Islam yang membebaskan dan revolusi. Menerjang kezholiman dengan berani. Pada bagian akhir buku ini ia mengkisahkan bagaimana kematian cucu Nabi sayyidina Husein adalah bentuk perlawanan terhadap kezholiman pemerintah Dinasti Umayyah yang dirajai oleh Yazin Bin Muawiyah, bukan kematian tanpa sebab.
Husein sebenarnya bisa saja untuk tidak peduli dengan apa yang terjadi pada pemerintah Dinasti Umayyah, tapi ia sadar bahwa menjadi tugasnya untuk melawan kezholiman yang terjadi. Yazid bukanlah contoh  pemimpin muslim, ia tidak sejalan dengan sunnah Khulafa Arrasyidin sebelumnya, ia sering menghamburkan harta dan mabuk-mabukan.
Tindak kezholiman inilah yang dilawan oleh Husein hingga iapun dibunuh dengan cara yang sangat sadis. Kepalanya dipisahkan dari badannya. Inilah contoh perjuangan dalam Islam yang banyak orang alpa dengannya. Berparisispasi dalam ranah politik dan pemerintaha adalah salah satu cara melawan kezholiman pada pemerintahan dan negara.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H