Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ibnu Rusyd Akar Kebangkitan Eropa

23 Desember 2018   23:04 Diperbarui: 23 Desember 2018   23:34 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum kita berkenalan dengan Ibnu Rusyd alangkah baiknya jika kita sedikit membahas terlebih dahulu sesuatu yang sangat dekat dengan Ibnu Rusyd, yakni Filsafat. Secara mendasar yang menjadi pemicu dari kebangkitan dari peradaban dimanapun adalah filsafat. Sekedar ingin memberi masukan, jangan alergi dulu dengan istilah filsafat karena melihat realitasnya hari ini yang agak ngeri dengan si filsafat. Mari kita kosongkan dulu pikiran kita tentang filsafat dari realitas dan prasangka yang ada, dan mari mengkaji.

Umumnya peradaban maju seperti Mesir kuno, Persia, India dan Yunani maju disebabkan ilmu pengetahuan, dan yang menjadi akar dari ilmu pengetahuan itu adalah filsafat. Cara berpikir filsafat menstimulus lahirnya rasa penasaran dan ingin tahu yang tinggi, efeknya orang mulai mempelajari tentang alam. Lahirlah ilmu-ilmu seperti astronomi, fisika, kimia, matematika dan lainnya. Semua bermuara pada satu titik yaitu filsafat.

Setiap peradaban maju kira-kira ribuan tahun sebelum masehi seperti Mesir, atau ratusan tahun sebelum masehi seperti Yunani, Persia dan India, memiliki corak filsafat yang khas. Seperti Persia dan India yang memiliki corak filsafat dengan pendekatan hati atau batin. Sedangkan Yunani memiliki pendekatan filsafat kepada akal pikiran (rasional). Mungkin nampak jelas dari dengan banyaknya kepercayaan dan agama di India, dan di Persia yang menyembah api (Majusi). Sedangkan di Yunani yang awalnya memiliki kepercayaan pada dewa-dewa seperti di India berubah menjadi sangat rasional dengan tidak percaya dengan mitos dewa-dewa yang beredar sejak munculnya tokoh-tokoh filsafat disana.

Filsafat semakin kuat pondasinya sejak tiga tokoh besar ini turun gunung, berbeda dengan kebanyakan tokoh-tokoh India yang lebih suka bersemedi di hutan dan gua-gua. Tiga orang tersebut adalah Socrates, Plato dan Aristotales. Mereka adalah bapak filsafat sekaligus sanad tertinggi manusia hari ini belajar filsafat. Kurang valid ilmu filsafat seseorang jika tidak tersambung dengan mereka bertiga. Namun yang paling ternama dari mereka bertiga adalah Aristotales, sebab banyak ia mengarang buku di berbagai bidang ilmu.

Aristotales adalah murid dari Plato, dan Plato adalah murid dari Socrates. Kisah hidup dan pikiran-pikiran Socrates hanya dapat ditemukan dari tulisan-tulisan Plato. Meski Socrates adalah gurunya Plato, namun Plato pernah mengatakan, "Socrates adalah guru saya, namun saya berpihak kepada kebenaran". Dari perkataan ini tampak kebijaksanaan Plato sebagai filosof. Aristotales adalah guru dari penakluk dunia, Alexander The Great (Agung). Walaupun Aristotales pernah menjadi gurunya Alexander akhir dari hubungan mereka tidak berjalan baik, bahkan sempat nyawa Aristotales terancam.

Salah satu kehebatan Plato dan Aristotales adalah keduanya berhasil mendirikan Akademi (sekolah). Dan sekolah ini ditutup karena paham mereka dituduh merusak akal masyarakat. Efeknya adalah matinya filsafat dari Yunani. Para murid-murid dan filosof Yunani banyak yang lari ke Persia atau India.

Lebih 1000 tahun lamanya filsafat Yunani mati. Tak ada yang bisa melanjutkan filsafatnya Aristotales, bukunya tak tesentuh bahkan anak keturunannya orang-orang Yunani, tak ada satupun yang bisa membaca buku filosof mereka. Maka sejak Islam mulai menguasai Persia, dengan kehausan yang tinggi oleh para sultan yang berkuasa, filsafat di-renkarnasi. Filsafat dihidupkan kembali sejak lebih 1000 tahun terbaring di Yunani.

Al Kindi adalah orang pertama yang menterjemahkan filsafat dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Ia sekaligus yang membuka jalan untuk orang-orang setelahnya mempelajari filsafat, layaknya Al Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Meski kredibelitas Al Kindi dipertanyakan sebagai seorang pakar dan filosof sebab ia hanya dikenal sebagai penterjemah namun makalah-makalahnya menunjukkan pemahamannnya yang dalam terhadap filsafat.

Al Farabi digelari orang dengan Guru Kedua, sebab sejak kematian Guru Pertama Aristotales tak ada orang yang bisa menyeimbangi kehebatan Aristotales kecuali Al Farabi. Keunikan dari Al Farabi adalah walau ia seorang filosof namun ia bekerka sebagai penjaga kebun.

Ibnu Sina lebih terkenal hari ini sebagai dokter muslim, padahal sebenarnya ia seorang filosof muslim. Zaman dahulu tak ada pemisahan ilmu seperti hari ini. Jadi buku-buku kedokteran  termaktub juga di dalamnya filsafat.

Nah, tibalah kita di abad 12. Setelah berabad-abad filsafat tumbuh subur di dunia Islam mulailah terjadi clash antara ahli filsafat dengan ahli tasawuf. Ahli tasawuf yang digadangkan saat itu adalah Imam Al Ghazali, sedangkan dari kubu Filsafat ada Ibnu Rusyd. Sebenarnya kitab yang dikarang oleh Imam Al Ghazali berhasil dibantah oleh Ibnu Rusyd, singkat cerita karena Ibnu Rusyd kurang popoler kala itu iapun seolah kalah, dan yang menjadi pemenang adalah Imam Al Ghazali. Kebetulan zaman itu umat Islam telah condong juga kepada tasawuf dan semakin kuat dengan adanya pengaruh dari Imam Al Ghazali.

Filsafatpun tercampak dari dunia Islam, ada istilah "man tamantaq faqad tazandaq (siapa yang berlogika maka ia telah kafir)", bukan hanya tercampak filsafat dari Islam bahkan filsafat telah mati dari dunia Islam, hingga datang Muhammad Abduh menghidupkannya kembali di dunia Islam pada abad modern. Akhirnya filsafat lari ke Eropa, sebab di Eropa orang mulai haus dengan ilmu dan kagum dengan kemajuan peradaban Islam kala itu. Filsafatnya Ibnu Rusyd laku keras oleh karangan Kristen yang anti gereja. Banyak ilmuan-ilmuan Eropa yang mulai mengkosumsi filsafat Ibnu Rusyd, maka mulailah terjadi pertentangan antara pihak gereja dan ilmuan penganut filsafat Ibnu Rusyd.

Zaman itu di Eropa gereja masih memegang otoritas tertinggi, sehingga siapa yang berani menentang gereja akan dihukum bahkan dibunuh dengan cara yang sadis. Filsafat Ibnu Rusyd seolah menjadi matahari penerang dari kejumudan saat itu. Dimana yang mempelajari injil hanya orang-orang tertentu dan yang boleh bersekolah juga hanya orang-orang tertentu.

Pendidikan yang tidak merata inilah yang menjadi keresahan yang tidak dapat diucapkan. Terjadilah pertentangan antara orang-orang yang mempelajari filsafat Ibnu Rusyd dengan gereja. Bukan kepalangannya gereja dibuatnya hingga gerejapun kehabisan akal dan menggunakan filsafat atau argumen Imam Al Ghazali untuk membantah argumen-argumen dari pendukung filsahat Ibnu Rusyd.

Terjadilah pertentangan di tubuh Kristen namun menggunakan senjata umat Islam, sungguh pemandangan yang luar biasa. Namun ternyata pendukung filsafat Ibnu Rusyd ini amatlah masif hingga gereja tak mampu membendungnya bahkan dengan tambahan argumen-argumen dari Ibnu Sina, tetap juga tidak bisa. Efeknya terjadilah perpecahan di tubuh Kristen, dan lahirnya Kristen protestan.

Bukan saja para ilmuan yang tertarik dengan filsafat Ibnu Rusyd, salah seorang raja yang bernama Fredrick II raja Sisilia sangat terjagum dengan filsafat Ibnu Rusyd. Bahkan ia mendirikan sebuah universitas untuk membelajari filsafat Ibnu Rusyd dan peradaban Islam. Kabarnya Ferdrick II telah menjadi seorang muslim, namun karena alasan kekuasaan ia harus merahasiakan keislamannya.

Di Paris dan Padua adalah sentral dari filsafatnya Ibnu Rusyd. Berbagai universitas mempelajari filsafat Ibnu Rusyd, bahkan untuk lulus doktor harus melewati kitab-kitab karangan Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina, ini terjadi hingga abad 17. Kitab-kitab Ibnu Rusyd dangan suka dikaji orang, kitab yang paling sering dipelajari adalah kitab Kulliyah, saking seringnya kini istilah kulliyah atau kuliah menjadi istilah pendidikan dan kampus.

Sungguh besar jasa Ibnu Rusyd pada Eropa, secara tidak langsung ia yang membangkitkan Eropa. Dan bisa dikatakan bahwa renaissance (kebangkitan Eropa) adalah efek dari pengaruh filsafatnya Ibnu Rusyd. Kejumudan orang Eropa didobraknya hingga mereka menggunakan akalnya. Pemandangan masyarakat Eropa di saat renaissance lebih dekat dengan nilai-nilai Islam dibandingkan dengan umat Islam yang tinggal di lingkungan Islam sendiri.

Filsafat Islam sejatinya bukanlah complakan dari filsafat Yunani, yang banyak orang menuduhnya demikian namun sejatinya tidak. Filsafat Islam adalah hasil ramuan dari filsafat-filsafat di dunia, yaitu filsafat Yunani, Persia dan India. Yunani yang condong pada akal, Persia dan India yang cendrung pada batin, diramu oleh filosof muslim dengan berpegang pada tauhid dan Islam maka jadilah ia corak sendiri, Filsafat Islam.

Dan kitapun tesadar akan besarnya pengaruh filsafat pada kemajuan dan kebangkitan suatu peradaban, dahulu yunani hanya biasa-biasa saja lalu datang filsafat dan bangkitlah ia. Lalu filsafat itu dibuangnya dan dihidupkan oleh orang Islam, majulah orang Islam. Lalu dibuangnya pula seperti orang Yunani, dan dipungut oleh orang Eropa (Barat), majulah mereka hingga hari ini. Orang-orang Eropa itu telah hidup dengan pemikiran Islam sejatinya, tapi belum hidup dengan peribadatan Islam.

Wallahu a'lam.   

Referensi :

Filsafat Islam, Oemar Amin Hoesin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun