Dalam merefleksikan hari pahlawan nasional tanggal 10 november ada baiknya jika kita kembali membuka lembaran sejarah untuk menikmati kekayaan ragam manusia yang dihadirkan Allah dalam melengkapi keabstrakan Indonesia kita. Berpatokan pada tahun kemerdekaan kita tahun 1945 maka saat ini umur negara kita telah mencapai 73 tahun, sedangkan jika kita menilik sejarah umat dan bangsa ini maka akan kita temukan bahwa umur keduanya telah melebihi umur dari Negara Indonesia yang kita banggakan hari ini, sebab kita Indonesia berdiri diatas dan berkat jiwa besar persatuan dari kesultanan-kesultanan yang ada di sepanjang territorial nusantara. Berkat lobi cerdas dari Ir. Soekarno maka kesultanan-kesultanan yang telah menjadi bangsa dan yang telah memiliki peradaban sendiri itu meleburkan dirinya menjadi Negara Republik Indonesia. Suatu pengorbanan dan cinta tanah air yang tak bisa kita lupakan, bahwa umur kita telah sangat panjang dan berdiri diatas beragam peradaban yang panjang. Dari sejarah nan panjang itulah lahir orang-orang besar dan pahlawan untuk tanah airnya.
Siapakah 'pahlawan' itu?
Menurut KBBI 'pahlawan'adalah orang yang menonjol karena keberaniaannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; perjuangan yang gagah berani; hero. Sedangkan menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, "Kepahlawanan hari ini tentu berbeda dengan masa lalu. Kepahlawan masa lalu adalah membebaskan bangsa ini dari penjajahan, kepahlawanan pada dewasa ini adalah memajukan bangsa ini," ujar Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pada acara Assosiasi Masjid Kampus, di Gedung D, Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Sabtu (10/11/2018). Adapun menurut salah satu komika terkenal kita Panji Pragiwaksono,"pahlawan bagi gue adalah orang yang mengorbankan kenyamanannya untuk kepentingan orang lain", ujarnya dalam salah satu stand up-nya. Sedangkan kalo menurut kamu siapa 'pahlawan' itu?
Berbicara soal pahlawan maka alangkah baiknya jika kita angkat salah satu satu tokoh bangsa ini yang sangat terkenal di kancah internasional dan memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa namun jenaka, siapakah itu? Ialah Agus Salim
Putra Minangkabau ini terlahir di sebuah nagari kecil yang bernama Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada 8 Oktober 1884. Orangtuanya memberinya nama Masjhudul Haq, yang berarti pembela kebenaran, anak ke-empat dari lima belas bersaudara. Namun nama nan gagah itu tak bertahan lama sebab ada pembantu asal pulau Jawa yang mengasuh Masjhudul Haq yang kerap memanggilnya dengan Den Bagus, istilah Jawa untuk menyebut anak laki-laki dari keluarga ningrat atau terpandang. Biasa disingkat menjadi Agus atau Gus. Panggilan itu meluas hingga keluar rumah dan ia lebih nyaman dengan panggilan populernya itu serta menambahkan nama keluarganya 'Salim' dibekang panggilan populenya itu, sebab nama ayahnya adalah Sutan Mohammad Salim. Bahkan hingga ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak Eropa di Hindia Belanda, nama Agus Salim tetap bertahan. Lalu berubah menajdi August sesuai lidah gurunya dari Belanda.
Sendari kecil sudah nampak kecakapan Salim. Ia menunjukkan sikap ciri-ciri anak yang cerdas; suka berdebat dan berpikir keritis. Ia unggul dalam berbagai bidang pelajaran baik bahasa maupun berhitung, meski tergolong anak yang nakal ia juga berpendirian kuat hingga ia disukai oleh guru dan teman-temannya. Dengan segala kelebihan yang ia miliki ia acap dianggap anak yang istimewa yang pandai tanpa harus belajar, padahal semua prestasinya adalah  buah dari ketekunannya dalam belajar.
Soal ini dicatat oleh Hadji Zainal, teman masa kecilnya."sangkaan orang-orang sesungguhnya keliru. Pujian orang bahwa aku luar biasa pandai adalah berlebihan, karena mereka mungkin tak pernah melihat aku menekuni pelajaran  di rumah" ujar Salim pada sahabatnya. Memang benar ternyata Salim adalah sosok yang lahir dari ketekunannya terhadap ilmu pengetahuan. Ada sebuah kisah menarik tentang ketekunan Salim dalam belajar di rumah. Di rumah ia selalu mendapatkan tugas yang itu menyebakan ia sulit untuk menekuni pelajaran sekolah, namun bukan salim jika ia tak memiliki jalan keluar, iapun mulai suka pergi ke loteng rumah untuk belajar dan membuka salah satu atapnya agar terang belajar. Namun suatu ketika ia lupa untuk menutup atapnya yang ketika itu hujan tujun dan membanjiri rumahnya, aksinya selama ini telah terbongkar, si biang kerok keluar cengengesan sambil berujar "maka jangan suka nyuruh-nyuruh kalo orang lagi belajar".
The Grand Old Man Of Indonesia
KLEK! Terdengar suara genggang pintu dibuka. Seisi ruangan menatap kearah pintu. "awas, Kiai  datang."bisik mereka hampir bersamaan. Sebagian bergegas memasukkan botol anggur ke lemari. Mereka khawatir kena "semprot". Ternyata Agus Salim yang baru masuk, malah berkata, "tidak ada minuman hangat dalam cuaca dingin begini enggak sempurna." Semua tertawa, Wine pun disajikan. Sebuah potongan kenangan pada akhir musim dingin Januari 1953 di sebuah club house tempat dosen berkumpul di Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat. Saat  itu Salim mengajar Agama Islam sebagai dosen tamu selama beberapa bulan. Salim sangat senang menjadi dosen tamu di salah satu kampus di Amerika Serikat karena ia beralasan Amerika adalah tempat yang tepat sebagai corong untuk menyampaikan Islam secara lebih luas ke dunia.
Sebagai dosen tamu ia memberikan kuliah tentang agama Islam dan pengaruhnya di Asia dan Asia tenggara khususnya Indonesia dan Pakistan. Ada 31 materi kuliah yang itu semua disampaikan dengan bahasa Inggris dan direkam. Saat itu Salim begitu masyhur. Di kalangan mahasiswa ia sidebut, "kakek Agung dari Indonesia"(The Grand Old Man of Indonesia).
Sosok yang jenaka