Next trip shopping sovenir, bukan baju dan gantungan kunci ya, tapi buku! Tujuan utamaku selain ingin menyaksikan Jogja dengan mata kepala sendiri juga ingin membeli buku. Ternyata memang benar, buku disini murah-mudah, udah murah bisa nego lagi, aku memang belum terbiasa nego disini tapi dua sahabat saya ini, apalagi yang PII ini pintar banget nego buku, yang awalnya seratus lebih bisa jadi Rp. 70.000, gila! Lagi-lagi saya terkagum.
Ba'da maghrib karena sudah janjian dengan teman-teman PII Jogja maka kami bertiga bertandang ke sekretariat PW PII Yogyakarta. Awalnya hanya 2 orang saja disana, lalu datang mantan ketua sebelumnya baru obrolan kita jadi lebih nyaman. Ternyata masjid Jogokarian sangat dekat dari sekretariat, pas sekali timingnya, masjid yang sudah menasional dan bahkan mendunia bisa saya kunjungi, eh sholat disana maksudnya.
Ternyata ukuran masjid ini tidak terlalu besar tapi bertingkat dan ada bagian tambahan di luarnya. Padahal shalat Isya tapi serasa shalat Jum'at, ramai bahkan hingga lantai duanya. Anak-anak ribut disebelah belakang tambah membuat suasana masjid ini lengkap, apalagai imamnya bersuara merdu, subhanallah, berdecak-decak imanku disini. Saat keluar masjid benar-benarku perhatikan setiap sudut ruang masjid ini, sebelumnya aku hanya menyaksikannya dari video ceramah Fahri Hamzah di masjid ini.
Usai Isya baru agak ramai di sekretariat, ketua yang priode saat ini baru datang dari luar, dan juga ada kader PII dari Papua, inilah yang bikin aku penasaran dari tadi, orang Papua. Ternyata ekspektasi aku dan Fikri keliru, disangka berkulit hitam ternyata berkulit putih. Dari sini obrolan kami mulai menarik, dimulai dari diriku yang berkisah tentang Mesir, kehidupan disana, kuliah dan politik.
Tapi obrolan kami semakin menggigit saat kami makan keluar dan kader dari Papua berkisah tentang bagaimana kehidupan di Papua dan Freeport. Teman kami dari Papua ini intelek tampak dari tutur katanya yang rapi dan jelas, pertanyaan-pertanyaannya ke padaku pun sangan berbobot hingga membuatku mengeluarkan segala informasi tentang Mesir.
Saat ia berkisah tentang Papua semua kami terpana mendengarkan kisahnya, bagaimana ia KKN di pulau antah barantah, hidup bersama masyarakat pulau tersebut, pulang dengan badan kurus plus malaria. Belum lagi klimaks dari kisahnya adalah tentang Freeport. Kami yang mendengarkannya kadang tertawa, kaget, antusias dan pasti geram. Bagaimana tidak masyarakat Papua yang tidur diatas emas namun hidup dalam miskin papa. Semoga suatu hari nanti bisa berkunjung ke Indonesia bagian timur tersebut.
Malam ini begitu berkesan, bertemu dengan kader-kader PII membuka pola pikirku yang masih sempit, rasanya semakin bodoh dan kerdil ketika berjalan sejauh ini. Hari esok telah menungguku, Jakarta telah memanggil pulang, walau hanya 3 hari di Jogja rasanya telah seminggu karena banyak hal yang ku dapatkan. Terimakasih Jogja, niatku tahun depan bisa kembali ke kota yang penuh tradisi ini.
Saat di kereta menuju Jakarta, aku duduk diantara 3 perempuan, anak sekolah, mbak-mbak dan nenek-nenek...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H