Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Bukan Tempat Pendidikan?

3 Mei 2018   01:20 Diperbarui: 3 Mei 2018   06:08 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: https://notepam.com/

Khususnya keluarga adalah gerbang pertama dari pendidikan tersebut. Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi sang anak. Jika ingin memiliki anak yang baik tentu harus mencari ibu yang baik pula, jika ingin memiliki anak yang cerdas maka harus cari ibunya yang cerdas pula. Harapannya seperti inilah kita dalam memilih pasangan hidup. Cantik boleh tapi pintar dan sholehah wajib.

Mari kita jujur dan melihat pendidikan kita hari ini, saat kita salah memandang apa itu pendidikan dan menyempitkan arti kata pendidikan maka saat itu kita salah dalam mendidik anak-anak kita. 

Saat orang tua menganggap pendidikan itu adalah sekolah, maka orang tua langsung berlepas tangan mendidik dan membina anaknya, ketika sang anak bermasalah maka yang langsung disalahkan adalah guru dan sekolah, padahal yang paling bertanggung jawab pada anak adalah orang tua, maka mari kita sadari tugas ini bersama, orangtualah sekolah bagi anak-anak kita. Tak peduli kita kaya atau miskin yang penting pendidikan itu dari orang tua. Pendidikan bukanlah sesuatu yang bisa di ukur dengan nilai, karena ia bukanlah hal yang dapat diukur tapi dihargai dan bernilai.

Ada banyak masalah yang timbul dari orangtua yang melepas tugasnya dalam mendidik, LGBT, narkoba, tawuran dan berbagai macam kenakalan remaja bukan terjadi dengan sendirinya, namun muncul karena kita melupakan tugas kita sebagai orangtua dan masyarakat. Menegur bukanlah hal yang salah, mengkritik bukanlah hal yang salah dan marah bukanlah hal yang salah selagi ia berada pada tempatnya. Mari berubah untuk Indonesia yang beradab.

Tukang kayu akan menjadi tukang kayu karena ayahnya tukang kayu, dan profesor akan menjadi profesor karena ayahnya adalah profesor.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun