Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Bukan Tempat Pendidikan?

3 Mei 2018   01:20 Diperbarui: 3 Mei 2018   06:08 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: https://notepam.com/

2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan nasional adalah hari lahir dari bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Karena jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan berhasil mendirikan lembaga pendidikan yang bernama "Taman Siswa" pada tahun 1922. 

Walaupun sebenarnya 10 tahun sebelumnya telah berdiri lembaga pendidikan Persyarikatan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Namun nampaknya sejarah lebih menyoroti Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan dari pada KH. Ahmad Dahlan yang sekolah-sekolahnya tersebar bak jamur diseluruh indonesia dan kokoh berdiri hingga kini.

Saat disebut kata pendidikan, orang langsung terbayang dengan 'sekolah'. Namun pertanyaannya apakah pendidikan itu sekolah? Apakah kita mendapatkan pendidikan dari sekolah? Atau dari luar sekolah? Silahkan jawab dalam hati masing-masing.

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pangajaran dan pelatihan. Sederhananya adalah proses perubahan sikap dan pendewasaan manusia dengan cara pengajaran ataupun pelatihan.

Apakah perubahan sikap dan pendewasaan itu kita dapatkan di sekolah? Ada yang menjawab "iya" dan ada yang menjawab "tidak".

Jika kita berkaca kepada sejarah tokoh kita, seperti Bung Hatta, Tan Malaka dan H.O.S Cokroaminoto terjadi perubahan sikap setelah mereka menempuh yang namanya jenjang pendidikan dengan sebelum mereka menempuh jenjang pendidikan (sekolah). 

Dalam ungkapannya yang terkenal Tan Malaka pernah mengatakan, "bila kaum muda yang telah belajar di sekolah telah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan mencangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali." Anggap saja itu ungkapan dari seorang yang terdidik, cara ia melihat masalah berbeda dengan orang yang tidak berpendidikan. dan juga ada perubahan sikap dan cara berpikir dari mereka yang mengecap pendidikan dari sekolah.

Di lain pihak, ada sosok Buya Hamka yang terkenal dengan gaya belajarnya yang otodidak, dari kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan malas sekolah, berapa kali ia sering cabut dari kelas dan lebih memilih membaca di perpustakaan yang di kelola oleh Syekh Zainuddin Labay El Yunusy di Padang Panjang. Hingga Hamka menjadi sosok yang besar di Indonesia, karya dalam bidang agama dan sastra sangat melimpah ruah, ditambah lagi ia mendapat gelar kehormatan dari Universitas Islam tertua di dunia Universitas Al Azhar, Doktor Honoris Causa. bisa dikatakan pendidikan dan ilmu yang ia dapatkan semuanya dari luar kelas(sekolah).

Ada lagi Agus Salim yang tak mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah-sekolah Belanda. Agus Salim takut anaknya terpengaruh pemikiran penjajah yang saat itu sangat ia tentang, maka iapun tak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal belanda, akan-anaknya ia didik sendiri di rumah. Hingga anak-anaknya pandai berbagai bahasa asing.

Begitulah kita menafsirkan pendidikan dari orang-orang besar. Tak ada orang besar yang lahir tanpa mendapatkan pendidikan, bahkan Ust. Abdul Somad sendiri saat ditanya tentang apa yang paling penting ditingkatkan dari Indonesia, salah satunya adalah pendidikan. Karena beliau meyakini bahwa saat ini Indonesia mengalami krisis kepemimpinan, dan untuk melahirkan pemimpin harus melalui pendidikan.

Maka disini kita mencoba untuk menyimpulkan bahwa pendidikan itu kita dapatkan dari sekolah dan "luar" sekolah. Jangan menyempitkan makna pendidikan sebatas sekolah, sedangkan diluar sekolah seperti organisasi, komunitas dan keluarga tidak termasuk pendidikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun