Saat ini, teknologi terus menerus berkembang seiring berjalannya zaman. Seluruh dunia berlomba-lomba menciptakan teknologi terbaik guna mempermudah setiap tugas dan kewajiban manusia. Terlebih lagi teknologi dalam bidang media. Banyak sekali muncul media-media baru yang mempermudah komunikasi antar manusia tanpa batas ruang dan waktu. Dahulu manusia berkomunikasi jarak jauh membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, dengan teknologi canggih saat ini, manusia dapat berkomunikasi jarak jauh dengan instant tanpa membutuhkan waktu yang lama. Lebih canggih lagi, saat ini ada suatu media baru yang menjadi sorotan dunia yakni, hadirnya Metaverse.
Dilansir dari Binus.ac.id, menurut Dr Arief, Metaverse adalah istilah yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu "meta" yang artinya di luar/di atas atau melebihi dan "verse" yang artinya adalah alam semesta. Kedua kata tersebut berasal dari kata Yunani yang pada akhirnya didefinisikan sebagai "di luar semesta" atau "melebihi semesta". Sekelompok ahli bernama Owen, Park dan Kim juga memberikan penjelasan tentang arti sebenarnya dari Metaverse. Mereka berpendapat bahwa metaverse mengacu pada kumpulan elemen dalam dunia 3D atau tiga dimensi. Di sana, manusia bisa tampil sebagai avatar dan bersosialisasi tanpa ada gangguan fisik.
Saat ini, bahkan segala macam kegiatan sudah melalui media virtual. Akibat pandemi covid-19 lalu, manusia terdorong melakukan segala kegiatan secara virtual demi melanjutkan kehidupan. Salah satu kegiatan yang kini sudah tidak asing dengan kegiatan virtualnya adalah sekolah online melalui g-meet maupun zoom, serta sistem pekerjaan saat ini yang banyak menerapkan sistem WFH (work from home).Â
Dengan sistem virtual tersebut, kegiatan dapat lebih mudah dilakukan di mana saja serta bagi kantor tidak akan menghabiskan banyak ruang untuk anggotanya. Meskipun begitu, setiap teknologi yang hadir, tentu saja juga membawa dampak negatif, salah satunya ketidakefektifan ketika diskusi virtual. Sinyal sering menjadi hambatan utama bagi setiap kegiatan virtual yang mengganggu jalannya kegiatan tersebut.
Beberapa perusahaan teknologi ternama disebut-sebut terlibat dalam pembangunan Metaverse. Selama ini, beberapa perusahaan telah mengembangkan dunia virtual dengan tujuan menciptakan dunia virtual. Ada Facebook berganti nama menjadi Meta, Roblox, Minecraft milik Microsoft, Epic Games, Niantic, Decentraland, Nvidia, Â hingga Apple. Perusahaan-perusahaan ini percaya bahwa metaverse memiliki peluang besar di masa depan karena penggunaannya yang efisien dan efektif.
Indonesia juga tak kalah dalam perencanaannya membangun metaverse. Pada KTT G20 di Bali 2022 lalu, Indonesia menyatakan akan membangun transformasi digital dengan membangun metaverse mengingat juga masyarakat Indonesia yang saat ini mencapai 68,9% penduduknya memiliki media sosial. Hal tersebut dianggap menjadi potensi besar bagi pembangunan metaverse di Indonesia itu sendiri. Tetapi, menurut Keminfo, Indonesia sendiri masih memiliki masalah infrastruktur yang belum merata di seluruh Indonesia.Â
Selain itu, sumber daya manusia juga masih menjadi perhatian pemerintah, di mana internet atau teknologi seperti pisau bermata dua, sehingga penggunanya harus memiliki literasi guna menjadi pengguna yang bijak. Hal ini yang belum dirasa siap pada masyarakat Indonesia untuk menuju era baru yakni, era metaverse.
Untuk masyarakat Indonesia sendiri, apakah sudah siap dengan era metaverse?
Dalam hasil riset Advisia bersama WIR Global, hingga 69,35% responden Gen Z di Indonesia menyatakan tertarik dengan keberadaan metaverse. Sebagai catatan, studi Advisia dan WIR Global dilakukan terhadap responden yang berusia 18-24 tahun. Secara global, Gen Z juga yang paling bersedia menggunakan metaverse. Dalam laporan Indeks Tren Pekerjaan 2022 Microsoft, 51% responden generasi Z ingin bekerja di metaverse. Generasi milenial kelahiran 1981-1996 ingin bekerja di metaverse sebesar 48%. Lalu, 37% responden yang lahir pada tahun 1965-1980 atau tergolong Generasi X ingin bekerja di metaverse. Sedangkan generasi boomer atau mereka yang lahir pada tahun 1946-1964 yang ingin bekerja di dunia maya sebesar 28%.
Antusiasme masyarakat Indonesia sendiri, tentu harus dibarengi dengan kesiapan lainnya. Sebagaimana kekhawatiran keminfo mengenai sumber daya manusia di Indonesia saat ini belum siap dalam menghadapi era metaverse, menjadikan Indonesia kurang tepat jika saat ini bergerak cepat masuk ke era metaverse, Banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan ke depannya, mengingat masa depan suatu bangsa juga berada pada generasi bangsa, yang tak lain adalah generasi Z bangsa itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H